Lalu, majulah seorang muda dari tengah-tengah kerumunan orang banyak dan berseru kepada lelaki yang duduk di atas batu di hadapan mereka," Kau telah bicara tentang Cinta, Pernikahan, Persahabatan, bahkan Kematian. *) Tapi tak sedikit pun kau menyinggung tentang Mantan."
Lelaki itu bangkit dari duduknya,  menengadahkan sedikit kepalanya dan menjulurkan lengannya dengan telapak tangan menghadap ke langit biru di atas. Suaranya dalam, tetapi cukup keras untuk mengetuk  telinga para pendengarnya dan menyelusup ke hati mereka yang galau.
Dia menjawab, "Kau menyebut seseorang sebagai mantan untuk mengangkat dirimu sendiri ke tahta kehormatan.
Manakala seorang menjadi mantan, engkau menempatkannya ke bawah tumpukan ingatanmu. Berharap waktu akan melusuhkannya dan pada saatnya terbuang bersama rongsokan kenangan lain.
Tapi, engkau mendusta diri sendiri.
Seorang mantan pernah menjadi bagian sangat istimewa dari dirimu dan jejaknya tak mungkin terhapus dari lembar hidupmu. Kecuali kau menginginkan amnesia dalam kurun waktu tertentu di sejarahmu, kau akan selalu menemukannya kembali seberapapun upayamu menyingkirkannya.
Dia bersenandung dalam lagu lawas yang mengalun dari radio mobil hari ini. Dia berkelebat di sudut-sudut kota yang pernah kalian kunjungi. Dia menyapamu lewat baris-baris kalimat yang dikutip dari buku yang pernah kalian diskusikan. Dia menggodamu lewat jingle komersial restoran tempat merayakan hari jadian kalian. Dia bahkan menatapmu melalui mata kekasihmu saat ini.
Seorang mantan adalah bagian abadi dalam hidupmu. Meniadakannya sama saja dengan mengingkari keberadaanmu. Dia pernah indah dan sesungguhnya akan selalu indah. Jika dia tak pernah indah, maka kalian sebenarnya tak pernah bersama. Kalian hanya dua anak manusia yang berpapasan di suatu masa.
Hidup adalah serangkaian pilihan. Seseorang pernah menjadi pilihanmu dan seseorang itu pernah menjadi mitra dalam membuat pilihan-pilihan dalam hidupmu. Bersamanya, engkau pernah bersama menjelajah ruang dan waktu. Dia membawamu ke tempat yang mungkin tak pernah kau rencanakan, dia menandai masa yang sebelumnya tak bermakna bagimu. Agenda dan buku harianmu tak akan sama jika bukan dia yang mengisi hari-harimu - entah kau suka atau tidak suka.
Mantan adalah masa lalu yang sedikit banyak menentukan masa kini. Saat-saat kebersamaan dengan mantan telah mengajar, membentuk dan menuntunmu kepada keputusan-keputusan yang lebih bijak dalam hidup.
Sayap-sayap mantan telah membawamu ke keadaanmu saat ini. Jika kau menyukai hidupmu sekarang, bersyukurlah.
Jika kau menyesali dan menyalahkan mantan, tengoklah ke dalam dirimu sendiri. Kegagalan dan kegalauan itu berawal di sana. Sayap-sayap itu telah membubung ke angkasanya sendiri, sementara engkau terus terpuruk di gua gelapmu.
Jika takdir mengantarkanmu ke bujur, lintang dan ketinggian yang sama dengannya, bersualah dalam kehormatan para mantan. Sayap-sayap merentang dan mengepak dalam kemegahan masing-masing. Tak ada yang merasa menjadi pemenang, atau menjadi pecundang. Tak ada yang membuang atau yang merasa terbuang. Di seberang sana, di antara sayapnya yang kokoh, kau mengenali beberapa helai yang kau titipkan di masa lalu. Dan kau pun tak malu mengakui di antara sayapmu ada helai-helai yang ditinggalkannya.Â
Masa lalu memiliki kisahnya sendiri, tapi janganlah berpikir kembali ke masa lalu. Masa lalu hanyalah rangkaian gambar yang bisa ditayangkan ulang - sekumpulan citra yang sarat makna tapi tak bisa disunting, apalagi dipentaskan ulang. Sebuah buku tidak disusun dengan menambahkan bab baru yang mengulang-ulang paragraf di bab sebelumnya. Â Kenangan manis atau pun getir dengan mantan akan abadi di bab-bab yang telah selesai ditulis.Â
Kaulah pujangga yang merdeka memilih tokoh dan alur cerita dalam bab baru di buku hidupmu. Kau memiliki sayapmu sendiri yang bisa membawamu kemana pun engkau pergi. Beberapa helai di sayapmu memang berasal dari mantan, tapi itu tak mengikatkanmu kepadanya. Sayap-sayapmu mengepak seirama sayap-sayap lain dalam kawananmu sekarang  : sayap-sayap mereka yang kau hadirkan di bab lanjutan dan telah kau pilih untuk menemanimu hingga tanda baca terakhir dalam epilog."
25.02.2017
*) terinspirasi dari "The Prophet" dan "Broken Wings" karya Khalil Gibran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H