Kami memilih untuk mencicipi makan yang khas Semarang dan agak unik, meskipun untuk itu kami harus menahan kantuk. Nasi Ayam Bu Sami menyediakan makanan tengah malam. Buka mulai pukul 23.00, warung ini berada di pojokan pusat perbelanjaan Matahari dan melayani tamu dengan duduk lesehan di tikar. Nasi dengan suwiran ayam, telur rebus setengah butir dan sayur labu yang disiram santan dan dihidang bersama krecek terasa lezat. Harganya sangat bersahabat : cuma Rp. 10.000 per porsi. Kalau merasa ayamnya kurang, boleh minta potongan ayam tambahan (bayar tentunya). Atau, boleh pula mengambil hidangan seperti usus, ati, ampela dan uritan (telur belum jadi) Â yang dibacem. Sungguh menggoda, tapi lidah harus mengalah pada hasil lab yang memberi tanda bintang pada nilai kolesterol dan asam urat. Hehehe....
Semarang adalah Simpang Lima. Saya sudah pernah ke sana.
Semarang adalah angkringan mie Jowo, Mie Jakarta, bakso Doa Ibu, rumah makan Nglaras Rasa, rumah makan Gama, tempe mendoan, Opium brownies,... Oala... kok jadi ingat makanan.Â
Mungkin karena lapar. Pagi ini saya menemukan diri di ruang tunggu Bandara Ahmad Yani Semarang menunggu panggilan boarding. Sebentar lagi saya akan meninggalkan kota  berhawa sumuk ini, dan lagi-lagi saya tak mengunjungi banyak tempat di Semarang meski berlibur di sini berhari-hari. Kali ini saya bahkan tak sempat mencicipi lunpia, bandeng presto, wingko dan Soto Bangkong.
Semarang adalah.... Good bye, Semarang. I hope I will get to know you better on my next visit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H