Mohon tunggu...
Serindit Merah
Serindit Merah Mohon Tunggu... Media Analisyt -

If your are not willing to learn, no one can help you. If you are determined to learn, no one can stop you.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hitam Putih Pilkada Serentak 2015

15 Desember 2015   17:09 Diperbarui: 15 Desember 2015   17:09 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan kepala daerah serentak telah berlangsung pada Rabu, 9 Desember 2015 lalu. Secara umum Pilkada serentak kemaren berjalan lancar. Hal ini menunjukkan kematangan demokrasi yang makin menggembirakan dan dapat menjadi contoh negara-negara lain. Meski berjalanan lancer, pelaksanaan Pilkada serentak masih menyimpan banyak persoalan. Persoalaan utama adalah rendahnya partisipasi pemilih dan maraknya politik uang.

Partisipasi pemilih secara umum relatif rendah, tidak lebih 60 persen. Rendahnya partisipasi pemilih terjadi hampir di seluruh daerah yang menyelenggarakan Pilkada Serentak di Indonesia. Bahkan Pilkada Medan hanya diikuti 30 persen pemilih. Kenyataan ini meleset dari target partisipasi pemilih yang ditetapkan KPU dan pemerintah, yaitu 77,5 persen.

Di Sumatera Selatan, tingkat partisipasi pemilih di 7 kabupeten yang mengikuti gelaran Pilkada serentak yakni 70,05 persen. Partisipasi tertinggi secara persentase diperoleh oleh pilkada Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU)  sebesar 73,03 persen. Di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dari target 77,5 persen, hanya 67,42 persen.

Tidak jauh berbeda dengan Kota Surabaya, Jawa Timur. Kota Surabaya mengakui tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilwali Tahun ini tak mencapai target, yakni hanya mampu mencapai 52,17 persen. Hal ini menunjukan popularitas calon tidak banyak membantu meningkatkan partisipasi pemilih.

Partisipasi pemilih yang tidak melampaui ini, dipengaruhi oleh tingkat sosialisasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pemilihan. Selain itu, keterbatasan pilihan atas jumlah pasangan calon dan situasi politik ditingkat nasional juga ikut mempengaruhi. 

Masyarakat melihat tidak ada korelasi antara proses pemilihan dengan kinerja pemimpin daerah yang dengan langsung bisa dinikmati masyarakat. Kondisi ini diperburuk dengan kampanye yang tidak mengedepankan adu program. Melainkan hanya adu popularitas dan adu finansial.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setidaknya menemukan praktik politik uang di 29 Kabupaten/Kota yang menyelengarakan Pilkada Serentak. Menurut data Bawaslu, modus politik uang yang paling banyak dilakukan adalah pembagian uang atau barang kepada pemilih. Untuk pembagian uang, Bawaslu menemukan sedikitnya ada 13 daerah. Jumlah uang yang dibagikan juga bervariasi, mulai dari 100 ribu rupiah hingga 600 ribu rupiah.

Pilkada telah merusak mentalitas dan karakter bangsa. Rakyat skeptis terhadap Pilkada karena banyak rekayasa. Ada politik uang, ada kecurangan, Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta calon-calon kepala daerah banyak yang tidak layak dan tak bermutu. Rakyat telah dibodohi, dikibuli penguasa zalim, politisi busuk dan pengusaha culas. Pembangunan demokrasi dan sistem politik Indonesia tidak Pancasilais.


Selain partisipasi pemilih yang rendah dan politik uang, pilkada serentak juga meninggalkan jejak buruk yang lain, yakni penundaan Pilkada di lima daerah. Lima daerah yang tertunda pelaksanaan Pilkada sehari jelang pencoblosan adalah Provinsi Kalimantan Tengah, Kota Pematangsiantar di Sumatera Utara, Kabupaten Simalungung di Sumatera Utara, Kota Manado di Sulawesi Utara dan Kabupaten Fak-Fak di Papua Barat.

Masalah penundaan pelaksanaan Pilkada di masing-masing lima daerah tersebut tidak lain adalah konflik calon yang tidak menemukan titik tengah hingga pada hari H pelaksanaan Pilkada serentak.  Sebelumnya, kasus pencoretan calon/ pasangan calon oleh KPU setelah memasuki masa kampanye (September-November) sudah diprediksi akan memunculkan konflik.

Di Manado, Sulawesi Utara kasus pencoretan dilakukan karena KPU setempat meloloskan kembali pasangan Jimmy Rimba Rogi-Bobby Daud sebagai peserta pilkada, meskipun Jimmy berstatus napi kasus korupsi dengan status bebas bersyarat.  KPU pusat menegaskan calon dengan status bebas bersyarat tidak dapat mengikuti pilkada. KPU pusat mengaku segera memerintahkan KPU Sulawesi Utara untuk mencoret kembali pasangan tersebut.

Sebelumnya, PT TUN memutuskan perkara yang diajukan Pasangan calon Pilgub Kalteng Ujang Iskandara dan Jawawi dan pasangan calon Pilkada Kabupaten Fak-Fak Donatus Nimbitkendik dan Abdul Rahman. Dalam putusan itu, PT TUN mengabulkan permohonan seluruhnya sehingga pasangan Ujang-Jawawi dan Donatus-Abdul dinyatakan berhak ikut pilkada. Lalu untuk Kota Pematangsiantar, Kota Manado dan Kabupaten Simalungung, PT TUN mengeluarkan putusan sela hingga menunggu keputusan KPU yang mencoret pasangan Serfenov Sirait-Parlindungan Sinaga di pilkada Pematangsiantar, Jimmy Romba Rogi-Bobby Daud di pilkada Kota Manado dan JR Siragih-Amran Sinaga di pilkada Simalungung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun