Partai Amanat Nasional (PAN) membuka Sekolah Politik Kerakyatan (SPK) untuk mencetak kader-kader berkompoten digenerasi berikutnya. Dengan dibentuknya SPK ini diharapkan PAN akan semakin baik, kuat dan tetap menjaga idealisme serta cita-cita partai. Pada kesempatan pembukaan kuliah perdana Sekolah Politik Kerakyatan, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Pengkaderan DPP PAN, Arif Mustafa Al-Bunny mengatakan, "Sekolah ini dibuat dalam rangka mencetak kader generasi masa depan. Ini sebagai bukti bahwa partai ini didirikan untuk jangka waktu yang panjang". PAN melalu Sekolah Politik Kerakyatan ini, sadar betul akan pentingnya regenerasi didalam sebuah organisasi.
Regenerasi adalah kata yang menjadi wacana intensif dalam beberapa waktu terakhir ini. Dalam election season tahun 2014, salah satu tantangannya adalah pada regenerasi. Pemilihan umum 9 April 2014 lebih dari 70 persen didominasi wajah lama. Seolah tak tampak regenerasi di tubuh DPR. Dengan fenomena seperti itu, tentunya akan mempengaruhi kualitas anggota dewan. Hal ini yang menyebabkan prospek DPR periode 2014-2019 bisa jadi tak terlalu cerah dan kurang menggembirakan.
Dalam perpolitikan di Indonesia, kebutuhan atas regenerasi bukan hanya terbatas pada anggota DPR. Tantangan yang lebih besar adalah regenerasi dalam tubuh partai politik sebagai sarana untuk mengonsolidasi demokrasi di Indonesia. Hal ini lah yang tentu sangat disadari oleh Partai Amanat Nasional, dengan mendirikan SPK PAN. Diharapkan kedepan akan muncul generasi-generasi baru di tubuh partai reformis ini. Hal ini menujukkan PAN didirikan bukan dilahirkan dalam waktu singkat. Akan tetapi partai besutan Amin Rais tersebut didirikan untuk jangka waktu lama dengan mempersiapkan satu generasi melalui SPK.
Selama ini, fase transisi dari era otoritarian menuju era demokrasi dikawal para pimpinan partai dari generasi pendahulu. Dengan segala plus dan minusnya, generasi ini telah mengantarkan partai politik melampaui empat pemilu bebas. Untuk bisa melanggengkan proses politik yang demokratis, regenerasi pimpinan partai politik perlu mendapatkan perhatian.
Mengapa generasi baru perlu muncul di partai politik? Demokratisasi di Indonesia berjalan dengan relatif baik. Dalam waktu lebih dari satu dasawarsa, terjadi transformasi besar-besaran di sebuah bangsa dengan penduduk lebih dari 250 juta dan membentang ribuan kilometer di khatulistiwa. Transformasi dari politik otoriter ke demokratis dan dari pemerintahan sentralistis ke desentralistis merupakan prestasi yang mencengangkan dunia. Proses transformasi ini berjalan jauh dari sempurna dan terencana. Ada deretan masalah yang masih harus diselesaikan. Akan tetapi, harus diakui, hanya sedikit bangsa yang memiliki stamina untuk menjalankan transformasi serumit ini. Dalam situasi seperti ini diperlukan kesadaran kolektif untuk berpikir dan mengelola perubahan dalam perspektif jangka panjang.
Demokratisasi yang dibangun beberapa tahun terakhir ini memiliki unsur nilai dan unsur institusi. Apresiasi publik atas nilai keadilan, persamaan hak, kebebasan berekspresi, misalnya, menjadi salah satu tanda hadirnya nilai demokratis. Demokrasi itu sendiri harus dibangun dengan pengembangan institusi politik. Salah satu institusi politik yang penting adalah partai politik.
Di sini terlihat bahwa keberlangsungan demokrasi juga memerlukan institusi partai yang baik dan dikelola secara modern. Partai politik harus mulai membebaskan diri dari sekadar institusi peserta pemilu, tetapi menjadi supplier pemimpin. Menyuplai pemimpin berarti mempersiapkan masa depan.
Privilese yang dimiliki partai politik ini menjadi sia-sia ketika regenerasi di partai politik mandek. Peran partai sebagai penyuplai pemimpin politik akan bisa optimal jika partai politik itu sendiri menjadi wahana bermunculannya pemimpin-pemimpin baru. Pemimpin partai politik yang sudah ”mengabdi” terlalu lama sebagai pimpinan partai politik perlu berhenti. Generasi baru perlu didorong untuk tampil dan memimpin partai.
Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, demokratisasi pada dasarnya adalah kerja jangka panjang. Perlu stamina lintas generasi untuk membuat demokrasi berhasil meraih cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Keberadaan generasi baru berpotensi membawa terobosan baru dalam perpolitikan Indonesia.
Kedua, generasi baru politik Indonesia sudah mulai memasuki usia maturitas. Meskipun tidak ada rumus universal tentang syarat usia dalam kematangan politik, setelah beberapa periode pemerintahan pascareformasi, para pegiat demokrasi yang selama ini aktif di partai politik sudah mumpuni untuk muncul dan memimpin.
Ketiga, partai politik harus melakukan modernisasi. Organisasi, pendanaan, dan pengelolaan harus mulai menggunakan prinsip-prinsip manajemen mutakhir. Negara besar seperti Indonesia membutuhkan partai politik yang bisa merajut aspirasi dari seluruh Indonesia dan menerjemahkannya menjadi agenda politik. Partai harus memiliki ideologi dan ikatan emosional dengan pendukungnya sambil memiliki manajemen partai yang modern. Generasi baru yang berada di partai politik lebih berpotensi untuk memiliki kesadaran itu.