Pengamatan terhadap armada Kopaja 640 sepanjang pagi ini, dari Karet menuju Thamrin.
Supir terlihat mengobrol santai dengan keneknya yang berdiri di tepi pintu. “Pelanin dikit Bang, kereta masih 10 menitan lagi!” kata keneknya. Si Abang mengangguk sepintas, matanya memicing memperhatikan jalanan yang entah kenapa agak lengang pagi ini. Mereka harus tiba dengan presisi tingkat tinggi sesuai waktu tiba kereta supaya bisa mendapatkan banyak penumpang.
Sambil mengobrol, si kenek mengumpulkan duit dari penumpang. Hei, dia langsung melewatiku tanpa menagih. Sepertinya dia ingat bahwa aku sudah membayar tadi. Hebat juga ingatannya.. Kemudian di tepi pintu si kenek menghitung duit sambil tetap mengobrol, plus sesekali menatap jalanan. Goncangan dan belokan tajam dari Kopaja sama sekali tidak mempengaruhi kemantapan posisi berdirinya.
Setelah beberapa saat, si supir berseru, “Wah ga bisa Jo, kita bakal tetap kepagian ke stasiun!” Si Bejo berpikir sejenak, kemudian dengan sigap membalas, “Kalua begitu putar Bang!! Putar, putar!!” Dan dalam sekejap setelah sedikit bermanuver, si supir menghentikan kopajanya di tepi jalan. Aku sebagai penumpang sudah punya perasaan tidak enak. Pasti dioper lagi nih ke bus lain..
Benar saja, tak lama kemudian sebuah kopaja jenis lain menepi dengan cepat di depan Kopaja 640 kami seakan sudah saling mengerti. Lantas supir Kopaja kami mengusir kami satu per satu, “Pindah, pindah.. Maaf maaf! Turun semua! Kami mau putar balik!!” serunya tanpa sedikit pun nada sesal terlintas. Sambil menggerutu semua penumpang turun berduyun-duyun, pindah ke kopaja depan.
Sempat kulihat kenek kami turun nyamperin supir kopaja depan, menyerahkan sejumlah uang sebagai upah barter/pindahan ini. Si supir kopaja depan memaki setelah melihat duit yang diterimanya, “Woy!! Kurang!!” Si kenek, sambil berlari kembali ke kopajanya seolah tak peduli, membalas dalam teriakan, “Halah Bang, orang cuma 6 penumpang kok! Cuma 6!!! Lima belas ribu cukuplah!” Kulihat si supir kopaja depan mendengus kesal, tapi tak membantah lagi.
Kemudian si Kopaja yang sudah mengusi kami melaju cepat, memutar balik di depan, sesuai instruksi si kenek tadi, sepertinya hendak mengejar penumpang kereta yang jadwal turunnya sekarang masih tersisa 5 menitan lagi. Demi setoran mereka melakukan ini semua.
Sekarang pemandanganku tentu beralih ke Kopaja baru yang kami naiki. Baru melaju sesaat, Kopaja ini berhenti sembarangan sampai naik ke trotoar, sangat mendadak. Rupanya diberhentikan seorang Polisi berkacamata hitam berwajah garang. Si supir memaki pelan. Pak Polisi melongok lewat jendela kaca di samping supir, sepertinya meminta SIM dan STNK.
“Masih diproses Boss!” kata si supir sok ramah. “Belum selesai!” Si polisi terlihat ngotot, mengucapkan beberapa kalimat dengan nada galak. Si supir terlihat membaik-baiki. Beberapa patah kata kudengar, “Cincaylah Boss.. Ga pake tipu-tipuan, ini masih belum selese suratnya! Mana berani aye bohong-bohongin Boss.” Terus terjadi balas-balasan beberapa saat sampai entah kenapa terakhir kulihat si polisi tersenyum samar, antara kesal dan geli, pergi meninggalkan si supir. Tanpa ada serah-serahan duit.. Pure hanya bermodalkan mulut dan kata-kata manis.
Dan selamatlah si Kopaja. Berangkat lagilah kami..
Di tengah jalan, si kenek berseru, “19 di belakang mengekor!! Dekat!! Belok kiri, hajar!!” Si supir langsung tancap gas mengikuti instruksi si kenek. Cepat Kopaja kami berbelok tajam ke kiri, seolah menghadang Kopaja bernomor 19 itu, kemudian mengambil penumpang dari tepi jalan, sebelum si Kopaja lawannya di belakang sempat melakukan antisipasi apa pun dalam perebutan penumpang. Kopaja kami menang.