Jika dalam paragraf pembuka disebutkan bahwa struktur kekerasan yang paling mudah ditemukan di Indonesia akhir-akhir ini adalah yang berbasis politik identitas dan berkenaan dengan relasi pelembagaan kekerasan lewat legitimasi agama, maka berdasarkan uraian Camara mengenai adanya jaminan privelese dari negara di Indonesia ini terjadi modelnya seperti yang diungkap oleh Coen Husain Pontoh mengenai bagaimana negara pada permulaan  orde baru memelihara ini dengan mendirikan lembaga-lembaga kekerasan fisik langsung, mulai dari ABRI, lembaga intelejen yang ada di berbagai departemen, serta organisasi seperti pemuda pancasila, pemuda panca marga.
 Camara menekankan ketidakadilan yang lebih menguntungkan kelompok-kelompok privilese yang dijamin negara telah memiskinkan masyarakat karena akses ekonomi yang akhirnya dikuasai kelompok-kelompok tersebut dan masyarakat hanya menjadi budak pekerja mereka. Rezim pada orde baru di Indonesia dengan menggabungkan kekuatan rezim dan korporasi permodalan dilakukan untuk menghancurkan keadilan akses melalui proses kekerasan, terutama kekerasan langsung yang berfungsi mendisiplinkan tenaga kerja di sektor industri dan menghancurkan gerakan tani melalui penerapan sistem pertanian modern, seperti yang dikemukakan oleh Pontoh.
 Action For Justice and Peace, selanjutnya disebut AJP atau aksi untuk keadilan dan perdamaian akhirnya digagas Camara untuk bertindak menegakkan keadilan sebagai prasyarat untuk mencapai perdamaian. Aksi yang tidak melulu teori, spekulasi, serta kontemplasi melainkan tindak nyata yang berani. Target AJP ini adalah berfokus kepada masyarakat tertindas dari negara kurang berkembang dan masyarakat dari lapisan terbelakang negara maju.
 Tidak mudah ketika kita sebagai masyarakat melakukan upaya-upaya mengentaskan ketidakadilan sebagai bagian warisan orde terdahulu yang masih ada hingga sekarang karena tekanan politik yang besar dan banyaknya kepentingan-kepentingan yang dijaga oleh negara sebagai pemegang struktur kekuasaan. Akan tetapi, Camara dapat menjadi model bagaimana seharusnya tokoh-tokoh agama di Indonesia bergerak secara progresif melihat bahwa masalah di negara kita bukan semata-mata masalah moral memperbaiki diri lalu dibawa secara komunal, namun bagaimana berkontribusi secara luas melihat masalah yang dialami negara dan masyarakat yang berkaitan dengan ketidakadilan yang dapat memiskinkan dan membentuk bentuk kekerasan baru. Kerja sama bersama pihak pemerintah dapat berbuah kontribusi strategis untuk mengurangi ketidakadilan secara umum  bagi masyarakat
 "Apapun agamamu cobalah berusaha agar agama membantu menyatukan umat manusia, bukan untuk memecah belah" (Camara)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H