Mohon tunggu...
Fanny Citra
Fanny Citra Mohon Tunggu... Pelajar -

Hard words breaks no bones

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mikom UPH Bekerjasama Dengan Kominfo Selenggarakan Seminar “Hate Speech Kenapa Diributkan?”

23 November 2015   11:46 Diperbarui: 23 November 2015   12:23 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dr. Gun Gun Heryanto 

Ia menjelaskan bahwa dalam SE yang termasuk ujaran kebencian antara lain, penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan penyebaran berita bohong. Lebih lanjut Brigjen Agus mengatakan bahwa SE Kapolri ini sebenarnya ditujukan untuk internal Polri saja, yaitu untuk distribusi A, B, C, dan D Mabes Polri, bukan untuk masyarakat dan bukan perintah untuk penegakan hukum tetapi mengupayakan pencegahan. “SE adalah pemberitahuan mengenai tata cara yang berlaku atau ketentuan yang harus dilaksanakan. Sehingga SE ini bukan regulasi atau peraturan, jadi tidak memuat norma baru,” ungkapnya tegas. 

Pertama, proses komunikasinya menjadi sangat politis (karena tersebar di media), dimana seharusnya SE ini hanya untuk internal Polri, tetapi justru menjadi konsumsi khalayak luas dengan keragaman background saat menginterpretasi SE. Kedua, dalam elemen pesan, tercantum hukum yang sudah dibatalkan MK yaitu tentang frasa ‘perbuatan tidak menyenangkan (dalam pasal 335 KUHP)’ sehingga seharusnya tidak dapat dijadikan landasan untuk melakukan penindakan seperti yang tercantum dalam SE. Selanjutnya, tidak adanya definisi yang ajek tentang Hate Speech dalam SE. Dr. Gun Gun mengutip definisi Hate Speech menurut Kent Greenawalt yaitu, ucapan dan/atau tulisan yang dibuat seseorang di muka umum untuk tujuan menyebarkan dan menyulut kebencian sebuah kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda baik karena ras, agama, keyakinan, gender, etnisitas, kecacatan dan orientasi seksual. 

“Jika kita mengacu kepada pengertian di atas, yang tentu saja telah digunakan di negara-negara maju, berarti ada ketidaksinkronan dengan bentuk Hate Speech yang disebutkan dalam SE, meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, karena subjeknya individual, sehingga hal tersebut tidak termasuk dalam kategori Hate Speech. Seperti yang kita ketahui, untuk hal tersebut sudah ada peratuan dan undang-undang yang mengatur,” ungkap Dr. Gun Gun.

 Dari sudut pandang kominfo dan pemerintah, Ir. Azhar Hasyim mengatakan bahwa ujaran kebencian sudah seharusnya diatur dalam sebuah perundang-undangan. Dalam negara demokrasi, masyarakat memang memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat seperti yang dituliskan dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM), namun harus kembali melihat Pasal 29 tentang hak negara untuk membatasi kebebasan berekspresi demi alasan moralitas, tatanan publik dan kenyamanan masyarakat umum. “Apalagi dalam dunia maya, di mana ujaran kebencian terpampang berjibun, dengan 88,1juta dari 252,4juta penduduk Indonesia pengguna internet, bayangkan jika satu saja ujaran kebencian disampaikan melalui dunia maya, apalagi media sosial, maka 88,1juta orang akan terganggu atau bahkan menjadi penerus ujaran kebencian yang tentunya meresahkan kelompok tertentu dan menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat,” ungkapnya.

Ir. Azhar Hasyim Mendukung Dr. Gun Gun dan Ir. Hasyim, Prof. Tjipta memberikan kesimpulan bahwa Polri membutuhkan tim panel yang terdiri dari para pakar dan ahli komunikasi politik untuk membahas SE ini agar menjadi lebih baik dan tidak menimbulkan keresahan dan kontoversi di antara masyarakat. Selain itu, ia juga berpesan kepada peserta yang hadir untuk menggunakan kebebasan berpendapat dengan bijaksana, karena segala sesuatu tetap ada batasan dan undang-undangnya. “Kami berharap diskusi ini dapat bermanfaat dan disebarluaskan untuk kepentingan perbaikan SE dan mencegah berkembangnya Hate Speech,” tutupnya. 
Peserta Seminar 'Hate Speech' Diskusi berjalan apik dengan partisipasi aktif sekitar 50 peserta yang merupakan mahasiswa MIKOM UPH, perwakilan lembaga Hukum, Dosen PR dan Komunikasi Politik, wartawan serta publik.(FC)  UPH Media Relations 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun