(ki-ka) Dr. Michelle Limena, Fikry Cassidy, dan Prof. Aleksius Jemadu
Jurusan Hubungan Internasional UPH, bekerja sama dengan UPH Center for International Trade and Investment (UPH CITI) menyampaikan interim report kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia. Laporan ini merupakan bagian dari penelitian bersama yang berjudul “Kinerja Diplomasi Ekonomi: Evaluasi atas Perjanjian Perdagangan dan Investasi”. Acara ini dimoderatori oleh Fikry Cassidy – Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan pada Organisasi Internasional (P3K-OI) Kementerian Luar Negeri, dan dihadiri oleh perwakilan dari jurusan Hubungan Internasional UPH, UPH CITI, dan beberapa perwakilan dari Kementerian Luar Negeri.
Acara dimulai dengan pemaparan dari Prof. Aleksius Jemadu, Ph.D. – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPH sekaligus Ketua Peneliti dari penelitian ini. Ia mengawali paparannya dengan mengangkat seruan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi mengenai pentingnya diplomasi ekonomi, sebagai latarbelakang penelitian. Sehubungan dengan itu, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan – Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan pada Organisasi Internasional (BPPK-P2K-OI) dan UPH mengambil inisiatif untuk mengadakan penelitian bersama berdasarkan apa yang sudah digaungkan oleh Presiden Jokowi dan Menlu Retno. Pada penelitian ini, ada tiga isu utama yang diangkat, yaitu ketahanan pangan, produk-produk ramah lingkungan, dan penyelesaian sengketa antara investor dan negara atau biasa disebut Investor-State Dispute Settlement (ISDS). “Penelitian ini nantinya diharapkan bisa menghasilkan suatu rekomendasi kebijakan untuk pemerintah dalam menghdapai ketiga isu tersebut”, kata Prof. Aleksius.
Selanjutnya, Dr. Michelle Limenta – Direktur UPH CITI menjelaskan perkembangan dari penelitian ini terkait dengan ketiga isu tersebut. Dalam hal kebijakan ketahanan pangan di Indonesia, menurut Dr. Limenta, Indonesia hanya melakukan import ketika pasokan domestik tidak cukup. Beliau juga menekankan seringnya terjadi salah kaprah di masyarakat, yang sering menganggap ketahanan pangan sama dengan swasembada pangan. Menurut Dr. Limenta, ketahanan pangan tidak hanya masalah kuantitas, tetapi lebih penting lagi masalah kualitas. “Ketahanan pangan terjadi bukan ketika produsen menghasilkan pasokan yang cukup, tetapi ketika masyarakat memiliki akses yang keberlanjutan terhadap makanan yang berkualitas” tambah Dr. Limenta.
Terkait dengan masalah produk-produk ramah lingkungan, menurut Dr. Limenta, saat ini Indonesia masih sangat kurang akan sumber daya manusia dan sumber dana untuk mempromosikan produk-produk ramah lingkungan dan industri hijau. Namun demikian, dalam memberikan insentif untuk industri hijau ini, Pemerintah Indonesia harus berhati-hati agar insentif tersebut tidak melanggar Agreement on Subsidy and Countervailing MeasuresAgreement on Subsidy and Countervailing Measures yang ada di World Trade Organization. Beliau menyarankan supaya pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan yang dirancang dengan baik dalam menangani isu tersebut.
Lebih lanjut Dr. Limenta membahas topik penyelesaian sengketa antara investor dan negara (ISDS). ISDS seringkali menjadi hambatan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan. Selain itu, tidak ada pola yang konsisten dan pasti dalam menginterpretasikan klausul-klausul yang terdapat dalam Bilateral Investment Treaty (BIT). “Indonesia telah memilih untuk memutus lebih dari enam puluh (60) BIT dengan mitra dagangnya. Tidak melanjutkan bisa dinilai sebagai langkah yang lebih bijak ketimbang memutus BIT tersebut.” tambahnya.
Laporan penelitian ini mendapat respon positif dari para diplomat-diplomat senior yang turut hadir pada acara ini. Ada banyak masukan yang disampaikan, diantaranya masukan untuk memberikan langkah nyata yang harus diambil oleh Kementerian Luar Negeri dalam menghadapi isu tersebut, memberikan opsi-opsi kebijakan bagi pemerintah Indonesia dalam mengatur produk-produk ramah lingkungan dan upaya untuk menjajaki kerja sama antara Kementerian Luar Negeri dan Kementerian lain yang terkait dalam menghadapi isu-isu ini. (of/rh)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H