3.Menari Salsa Dianggap Sebagai Gaya Hidup Hedonis.
Jika kita masuk ke sebuah acara yang mengadakan event Salsa Dancing yang diadakan di Hotel mewah atau Restoran kelas atas , sering kita lihat para penari wanita berdandan dengan baju yang sexy dan menarik, tatanan rambut dan make up yang luar biasa cantik.  Itu cara mereka mengekspresikan diri mereka, di beberapa tempat lain para penari salsa wanita cukup nyaman dengan celana jeans dan kaos, atau hanya memakai pakaian yang biasa mereka kenakan sehari-hari.  Menari Salsa bukan tentang pakaian, bukan tentang dandanan rambut dan make up, tapi yang utama adalah passion, rasa cinta terhadap kegiatan menari.Â
4. Tarian Salsa Sebagai Tarian Sosial / Social Dance Rusak Oleh Praktek Hired Male Dancer.
Apa itu Hired Male Dancer ?
Dalam menari Salsa seorang penari wanita tidak bisa menari sendirian, karena walaupun ada tarian Salsa yang dilakukan sendiri namun lazimnya tarian salsa itu dilakukan secara berpasangan. Di beberapa tempat - nyaris di semua tempat - penari wanita yang datang tanpa pasangan hampir dipastikan nasibnya hanya duduk manis sampai acara menari selesai. Walau judulnya Social dance, tapi pada kenyataanya para penari wanita harus menyewa (Â hire ) pasangan menari laki-laki. Fungsi Hired Male Dancer itu adalah menemani sang Penyewa untuk menari sampai acara selesai dan tidak menari dengan wanita lain lain selain wanita yang menyewa jasanya.Â
Tarif Hired Male Dancer itupun sangat fantastis, antara Rp. 1.500.000,- sampai Rp. 2.000.000,- / event.Â
Dalam kasus begini Salsa sebagai tarian pergaulan / Social Dance pun rusak, karena hanya orang-orang tertentu yang mampu membayar pasangan menari. Tarif Rp. 1.500.000,- - Rp. 2.000.000,- itu sangat mahal jika tujuannya hanya untuk menari. Â Padahal menari seharusnya menyenangkan dan bisa dilakukan dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja.Â
Prakter Hired Male Dancer ini hanya ada di Indonesia, tidak ada praktek seperti itu di negara manapun di dunia. Mungkin hal itulah penyebab utama komunitas salsa kurang berkembang dan akhirnya seperti " elu lagi...elu lagi..."
Akankah Salsa sebagai Social Dance bisa kembali kita nikmati ? Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H