Betapa dalam dunia yang sempurna semestinya tak ada lahan gersang akibat penebangan hutan, tak ada satwa liar dalam kandang atau dalam tangki air, tak ada kucing dan anjing yang ditendangi hanya karena mereka meminta segenggam makanan.
Dalam dunia yang sempurna tumbuhan hijau penyedia oksigen ada dimana-mana, air sungai yang jernih mengalir, kicauan burung terdengar tiap kita bangun pagi hari..
Dan kita tidak hidup di dunia yang sempurna, pepohonan jarang terlihat, sekalinya ada bermacam selebaran tertempel disana, mulai dari muka calon kepala daerah, iklan badut ulang tahun, sampai iklan sedot wc. Sungai menghitam, bahkan kadang sungai tak lagi dihuni ikan dan katak, melainkan dihuni oleh sampah plastik, bahkan kasur bekas. Udara segar dan kiacauan burung nyaris jarang ditemukan, tergantikan oleh raungan suara kendaraan bermotor dan asap buangannya yang membuat sesak nafas.
Dan kita bangga mengaku sebagai manusia, sebagai khalifah.
Tak perlu menanti Hari Bumi untuk selamatkan bumi, tiap hari melakukan tindakan kecilpun sudah memperpanjang usia bumi, mengurangi penggunaan plastik, styrofoam, menggunakan sumber energi terbarukan, tidak buang sampah sembarangan, jika kita semua lakukan itu kita bisa percaya anak kita akan kembali hidup di dunia yang sempurna. Bukan dunia dimana kita hidup sekarang.
Jangan bangga menjadi khalifah jika tak mampu berbuat adil pada sesama manusia, satwa, dan alam. Ketidakadilan pada 1 unsur saja bisa menghancurkan bumi, karena seluruh isi bumi terkoneksi, saling bergantung.
Â
Jangan menjadi khalifah pembunuh bumi.
Wahai Bumi...maafkan kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H