Mohon tunggu...
Fanny Wiriaatmadja
Fanny Wiriaatmadja Mohon Tunggu... profesional -

just an ordinary woman bark2talk@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Daripada Kalian Tolong Satwa Jalanan Mending Kalian Tolong Anak Jalanan (Pernyataan Manusia Bangkrut Nurani)

12 Januari 2016   13:35 Diperbarui: 13 Januari 2016   04:58 4528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada komentar yang bernada mengejek dan melecehkan atas postingan-postingan saya tentang anjing atau kucing di timeline facebook saya. Bernada seolah saya lebih peduli pada satwa daripada manusia.

Sepertinya kurang banyak tahu dan masih berpikir terbatas mana perlu mana tidak. Mari kita lebih perjelas. Menyelamatkan satwa = menyelamatkan manusia. Di sini fokusnya adalah anjing atau kucing yg terlantar pada umumnya.

Anjing atau kucing adalah hewan hasil domestikasi dan habitat mereka bukanlah hutan, kecuali mereka tinggal di hutan. Anjing sangat ramah sebenarnya pada manusia, termasuk herder, pitbull, doberman atau rottweiler yg di cap galak. Mereka galak krn posesif, karena begitu sayang pada tuannya.

Tp kita bukan mau bahas sifat anjing, melainkan tentang apa hubungan penyelamatan hewan terlantar atau stray animal atau stray saja kita sebut di sini. Jika stray banyak berkeliaran di jalan, maka populasi mereka akan tidak terkontrol dan masalah baru akan timbul, seperti berjangkitnya rabies. Kemudian jumlah mereka akan sangat banyak dan KEBANYAKAN manusia tidak ramah pd mereka.

Berapa banyak anjing numpang lewat atau kucing numpang lewat yg ada mereka dilempar batu bahkan disiram air panas hanya gara-gara mereka lapar dan ingin makan (akhirnya terpaksa nyolong). Bayangkan jika populasi itu tak terkontrol, berapa besar potensi rabies di jalan dan kemungkinan kita terkena krn itu. Dan vaksin rabies tidak selalu mudah didapatkan. Bahkan pemeriksaannya harus mengkarantina hewan tersebut selama 1-2 minggu dan cek otak hewan tersebut di dinas. Jika anda tinggal di jakarta, vaksin rabies mungkin mudah didapat, lain pasal jika anda tinggal di daerah.

Seorang anak kecil terpaksa dirujuk ke kota lebih besar oleh seorang ahli bedah karena ketiadaan vaksin di daerah tersebut. Kesimpulannya harus ada kontrol populasi dan vaksin teratur. Di Scotlandia, anjing tak berpemilik wajib suntik mati jika ditemukan berkeliaran. Itu undang-undang 100 tahun yang lalu. Di Australia atau kebanyakan negara maju, anjing/kucing liar (stray) ditangkapi dan ditampung di jalan. Mereka mengalami program re-home, krn mereka hewan domestik (hasil ulah manusia ribuan tahun yg lalu). Jika tidak teradopsi suntik mati.

Untuk Asia Tenggara, negara yg sudah melakukan kontrol populasi, Thailand dan Phillipina. Sedangkan Indonesia, sudah memulai walaupun skala kecil lewat steril+vaksin gratis kucing oleh dinas peternakan Jakarta. Di Amerika Serikat, ada 40.000 kasus rabies, tapi hanya 5 % saja yang disebabkan oleh hewan domestik. Sisanya disebabkan oleh hewan2 liar seperti kalong, krn orang Amerika suka berpetualang ke alam. Angka yang cuma 5 % adalah hasil kontrol serius pemerintah di sana. Di Indonesia jika ada kasus rabies, maka solusinya hanya bersifat temporer, meracun massal anjing/kucing. Efektifkah itu? Tidak. Karena kasus rabies akibat stray selalu ada. Dan yg teracuni justru tak sedikit hewan peliharaan pribadi yg lagi jalan-jalan keluar rumah.

Karena ketidakefektifan ini, maka pemerintah Thailand/Filipina menggalakan program steril+vaksin drpd meracun hewan yg cuma sporadis saja tapi tidak menyelesaikan akar masalah. Atas dasar hal inilah awalnya para rescuer mulai. Begitu banyak hewan di jalan, mereka sakit dan pemerintah tak berbuat (kurang cukup berbuat) apapun untuk itu. Maka muncul-lah orang-orang yg peduli dan berusaha utk menyelamatkan, menyembuhkan dan menghindarkan misal rabies dgn cara vaksin tapi sedapat mungkin tidak membunuh juga, menghentikan populasi dengan cara steril dan kampanye jangan mengembangbiakan anjing karena akhirnya hanya akan menambah jumlah hewan jalanan. Tak sedikit karena faktor bosan pemilik tidak bertanggung jawab main buang hewannya ke jalan tanpa "merasa" bertanggung jawab bahwa dia sudah mencemari lingkungan dgn potensi rabies, krn sudah lepas tanggung jawab tak mem-vaksin anjing/kucingnya lagi(krn dia buang).

Ketimbang beli, lebih baik adopsi saja yang dari jalanan. Ini adalah wujud tanggung jawab juga, agar sama-sama mengontrol hewan supaya jangan dianiaya. Dan ingat, tak semua orang bisa "memegang" hewan, bisa karena jijik atau takut. Jadi kalau ditanya, mana penting hewan terlantar atau manusia terlantar, sama pentingnya tapi beda konteksnya. Ketika kita menolong hewan terlantar, kita sedang menghindarkan masyarakat dari penyakit akibat hewan, bahkan kita hindarkan mereka bertambah banyak dgn kontrol populasi(steril). Bukannya para rescuer tak perduli anak terlantar, tapi mereka menyadari bahwa hanya sedikit orang yg mau terjun di sini. Dan berbicara soal menolong yang terlantar, saya cuma mau memberitahu, di shelter hewan pejaten, pernah ada sebuah kasus, seekor anak anjing yg dioperasi gara-gara patah kaki, dan biayanya hasil urunan anak-anak jalanan yg menyelamatkan anak anjing itu.

Bahkan di kolong jembatan pun ada seorang wanita gelandangan yg menyelamatkan kucing-kucing jalanan, bahkan untuk makan dia pun dia kesusahan. Jadi kalau konteksnya yg ada maksud mana lebih penting, manusia atau hewan, tentu manusia lebih penting. Dan menyelamatkan hewan secara tak langsung juga sudah menyelamatkan manusia. Termasuk hewan di alam liar, jika populasi mereka berkurang, itu jelas-jelas sebuah tanda akan hilangnya hutan di daerah tsb. Serigala Hokkaido Jepang punah total bersamaan punahnya hutan Hokkaido Jepang karena pembukaan pertanian besar-besaran di hokaido. Knp orang utan jd fokus termasuk harimau Sumatera saat ini? Karena hutan diubah jd kebun sawit semua dan semua hewan itu kehilangan rumahnya. Jadi hewan punah = hutan punah. Siapa yg rugi? Lagi-lagi manusia juga.

Seorang rekan yang kerja di kehutanan memperkirakan bahwa suatu saat Indonesia akan mengalami paceklik air, karena hutan-hutan sudah hilang akibat pembukaan kebun-kebun sawit besar-besaran dan sifat tanaman sawit menghabiskan unsur hara tanah dan menghisap air. Tanah yang gembur jika ditanami sawit suatu saat dalam puluhan tahun akan berubah jadi segersang padang pasir. Siapa yg rugi? Manusia lagi. Jadi keberadaan hewan lahir pun ada maknanya :), mereka adalah indikator sehatnya ekosistem kita.

Dan kembali soal, mana lebih penting membantu anak terlantar daripada hewan terlantar? Jika konteksnya hati nurani, kalian the nyinyiers bisa mengingat kembali tentang kisah di atas, yaitu anak jalanan yg ber-iuran sama-sama supaya anak anjing yg mereka selamatkan bisa dioperasi(ini kisah nyata) atau si ibu yg hidup di kolong jembatan tapi mampu beri makan puluhan ekor kucing terlantar (pernah dimuat di Kompas). Kenapa "pihak-pihak terlantar" ini malah mau membantu hewan, padahal mereka kesusahan juga? Mungkin itulah hati nurani, karena tahu betul apa rasanya terlantar, mereka lebih tersentuh, jauh lebih mulia dibanding kalian yg masih memperdebatkan mana yg penting mana yg tidak.

Semoga apa yg saya tulis ini bisa membuka perspektif yang selama ini mungkin tak tampak, semoga otak bening kalian dilatih berpikir agar segera menjadi kelabu.

Jangan pernah mencela orang lain yang berbuat baik hanya karena menurut kalian objek perbuatan baiknya bukan merupakan prioritas kalian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun