Mohon tunggu...
Fani Velenia
Fani Velenia Mohon Tunggu... Penulis - | Content Writer | Bachelor of German Language Education

|Setiap kata yang ditulis adalah langkah menuju revolusi pikiran| IG: @fanivalenia

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Fenomena "Wanita Tidak Bercerita, Tiba-Tiba Pembayaran Berhasil": Apakah Ini Ciri Doom Spending?

2 Oktober 2024   08:43 Diperbarui: 3 Oktober 2024   07:07 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: istockphoto.com/Nattakorn Maneerat)


Di era digital seperti saat ini, belanja online sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tapi, ada satu fenomena menarik yang belakangan ini marak diperbincangkan, khususnya di kalangan wanita: "wanita tidak bercerita, tiba-tiba pembayaran berhasil". Fenomena ini mengindikasikan bahwa banyak dari kita melakukan pembelian impulsif tanpa ada cerita atau penjelasan sebelumnya. Nah, apa sih sebenarnya yang terjadi di balik perilaku ini? Apakah bisa dikaitkan dengan yang namanya doom spending? Yuk, kita bahas lebih dalam!

Apa Itu Doom Spending?

Doom spending adalah istilah yang menggambarkan perilaku belanja yang dilakukan sebagai bentuk pelarian dari masalah emosional atau stres. Sederhananya, saat kita merasa tertekan, mungkin kita akan lebih cenderung untuk berbelanja tanpa berpikir panjang. Pembelanjaan ini bisa jadi memberikan kepuasan sementara, tapi sering kali berujung pada penyesalan ketika tagihan datang atau saat kita menyadari dampaknya terhadap keuangan.

Fenomena doom spending ini banyak terjadi saat kondisi mental kita sedang tidak stabil. Misalnya, setelah menghadapi kegagalan dalam pekerjaan, hubungan, atau situasi sulit lainnya, belanja bisa menjadi cara untuk "merasa lebih baik" secara instan. Namun, seperti yang mungkin kita ketahui, perasaan bahagia yang didapat dari belanja itu cenderung bersifat sementara.

Dalam konteks wanita yang "tiba-tiba melakukan pembayaran", ada kemungkinan bahwa mereka terjebak dalam lingkaran doom spending. Tanpa menceritakan alasannya, mungkin mereka merasa cemas, stres, atau bahkan kesepian, yang mendorong mereka untuk berbelanja sebagai cara mengatasi perasaan tersebut.

Ilustrasi (sumber: www.instagram.com/@lovestorychat)
Ilustrasi (sumber: www.instagram.com/@lovestorychat)

Mengapa Fenomena Ini Marak Terjadi?

Ada beberapa faktor yang membuat fenomena ini semakin marak. Pertama, kemudahan akses untuk berbelanja online. Dengan hanya beberapa klik, semua barang impian bisa segera sampai di depan pintu. Ini membuat kita cenderung berbelanja impulsif tanpa berpikir panjang. Dan, karena banyaknya diskon dan promo yang ditawarkan, rasanya sayang banget kalau tidak memanfaatkan momen tersebut.

Kedua, pengaruh media sosial yang semakin kuat. Banyak wanita merasa tertekan untuk memenuhi standar tertentu yang ditetapkan oleh influencer atau teman-teman di media sosial. Ketika melihat teman-teman memamerkan barang-barang baru atau liburan yang seru, sering kali timbul dorongan untuk ikut-ikutan, meskipun kondisi keuangan tidak mendukung.

Ketiga, masalah komunikasi. Banyak wanita mungkin merasa tidak nyaman untuk membagikan perasaan atau masalah yang dihadapi. Akibatnya, mereka memilih untuk tidak bercerita dan mengalihkannya dengan berbelanja. Fenomena "tiba-tiba pembayaran berhasil" ini menjadi bentuk penghindaran dari masalah yang ada.

Ilustrasi wanita menerima paket (sumber: istockphoto.com/AsiaVision)
Ilustrasi wanita menerima paket (sumber: istockphoto.com/AsiaVision)

Keterkaitan antara Doom Spending dan Fenomena Ini

Lalu, bagaimana sih, kedua fenomena ini bisa saling berkaitan? Ketika seorang wanita memilih untuk tidak bercerita tentang apa yang dia rasakan, kemungkinan besar ia sedang menghadapi sesuatu yang tidak ingin diungkapkan. Dalam keadaan tersebut, belanja bisa menjadi jalan keluar untuk meredakan perasaan tidak nyaman itu.

Perilaku belanja impulsif ini sering kali tidak disadari, dan bisa menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan. Dalam jangka pendek, mungkin merasa senang dengan pembelian yang dilakukan, tetapi dalam jangka panjang, ini dapat mengganggu stabilitas keuangan dan mental. Jadi, saat pembelian "tiba-tiba" tersebut dilakukan, sebenarnya itu adalah refleksi dari keadaan emosional yang tidak terkelola.

Penting untuk memahami bahwa meskipun belanja bisa menjadi cara untuk merasa lebih baik, itu bukan solusi yang sehat. Melakukan self-reflection dan mencari cara lain untuk menghadapi perasaan negatif lebih dianjurkan daripada terjebak dalam siklus doom spending ini.

Ilustrasi (sumber: istockphoto.com/Nuttawan Jayawan)
Ilustrasi (sumber: istockphoto.com/Nuttawan Jayawan)

Tanda-Tanda Doom Spending

Mungkin banyak dari kita yang tidak menyadari jika sebenarnya terjebak dalam doom spending. Salah satu tanda yang paling jelas adalah ketika belanja terasa lebih sebagai pelarian daripada sekadar kebutuhan. Misalnya, jika kamu merasa bahagia hanya saat berbelanja, tapi merasa menyesal setelahnya, itu bisa jadi pertanda.

Selain itu, jika pembelian yang dilakukan berulang kali tanpa tujuan jelas atau perencanaan, itu juga menjadi indikasi. Misalnya, kamu membeli barang yang sama dalam waktu singkat hanya karena merasa tertekan atau cemas. Perilaku ini bisa menandakan bahwa ada masalah yang perlu dihadapi.

Tanda lainnya adalah ketika keuangan mulai terganggu. Jika pengeluaranmu lebih besar daripada pemasukan, dan itu disebabkan oleh belanja impulsif, maka kamu perlu introspeksi dan mencari solusi yang lebih sehat.

Cara Mengatasi Doom Spending

Nah, jika kamu merasa terjebak dalam perilaku doom spending, jangan khawatir! Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi masalah ini. Pertama, coba kenali pemicu emosi yang membuat kamu ingin berbelanja. Dengan memahami apa yang membuatmu ingin berbelanja, kamu bisa mencari cara lain untuk mengatasinya, seperti berolahraga atau berbicara dengan teman.

Kedua, buatlah anggaran belanja yang realistis. Ini bisa membantumu mengontrol pengeluaran dan mencegah belanja impulsif. Cobalah untuk memisahkan kebutuhan dari keinginan, dan prioritas mana yang harus dibeli. Dengan adanya anggaran, kamu bisa lebih sadar akan pengeluaranmu.

Terakhir, cari dukungan dari orang-orang terdekat. Bicara tentang perasaan dan masalah yang dihadapi bisa membantu meredakan stres dan mencegah dorongan untuk berbelanja impulsif. Menghadapi masalah bersama orang lain sering kali lebih mudah daripada melakukannya sendiri.

Ilustrasi Dua wanita sedang curhat (sumber: istockphoto.com/Frazao Studio Latino)
Ilustrasi Dua wanita sedang curhat (sumber: istockphoto.com/Frazao Studio Latino)
Menghadapi Realita dengan Bijak

Fenomena "wanita tidak bercerita, tiba-tiba pembayaran berhasil" memang mencerminkan kompleksitas emosi yang dihadapi banyak orang saat ini. Terjebak dalam doom spending bisa jadi satu cara untuk mengatasi perasaan negatif, tetapi bukan solusi yang tepat. Dengan lebih memahami diri sendiri dan mencari cara yang lebih sehat untuk menghadapi stres, kita bisa keluar dari lingkaran ini.

Dalam dunia yang semakin sibuk dan penuh dengan tekanan ini, penting untuk selalu ingat bahwa belanja tidak harus menjadi pelarian. Mengelola emosi dengan bijak dan mencari dukungan dari orang-orang terdekat adalah langkah terbaik untuk menjaga kesehatan mental dan keuangan kita. Mari belajar untuk tidak hanya berbagi cerita tentang belanja, tetapi juga berbagi perasaan dan mencari cara untuk menghadapi hidup dengan lebih positif.

Semoga Bermanfaat ;)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun