Latar Belakang
PT Hanson International Tbk (MYRX) merupakan perusahaan landbank properti utama di Indonesia dengan aset lahan strategis lebih dari 4.900 hektar. Sejak berdiri pada tahun 1971, perusahaan ini mengalami transformasi signifikan hingga fokus pada sektor properti. Namun, pada tahun 2019, perusahaan ini menjadi sorotan karena kasus fraud yang melibatkan pelaporan keuangan yang manipulatif. Kasus ini tidak hanya merugikan investor tetapi juga mengungkap kelemahan sistem pengawasan internal perusahaan.
Landasan Teori
Teori yang paling relevan dalam menghubungkan pembahasan kasus fraud PT Hanson International Tbk adalah Teori Fraud Triangle dan teori-teori lanjutan seperti Fraud Diamond, Fraud Pentagon, serta Fraud Scale. Berikut ini penjelasan tentang bagaimana masing-masing teori berhubungan dengan kasus ini:
1. Fraud Triangle
Dikemukakan oleh Donald R. Cressey, Fraud Triangle menjelaskan tiga elemen utama yang menyebabkan seseorang atau organisasi melakukan fraud:
- Pressure (Dorongan): Dalam kasus PT Hanson International, tekanan untuk meningkatkan pendapatan dan menarik minat investor menjadi dorongan utama. Perusahaan menghadapi tuntutan untuk mempertahankan citra baik di pasar yang kompetitif.
- Opportunity (Kesempatan): Kelemahan dalam pengawasan internal memungkinkan terjadinya manipulasi laporan keuangan. Tidak adanya kontrol yang efektif terhadap metode akuntansi yang digunakan membuka peluang bagi direksi untuk melakukan fraud.
- Rationalization (Rasionalisasi): Pelaku fraud, dalam hal ini manajemen, mungkin merasionalisasi tindakannya sebagai langkah untuk menyelamatkan perusahaan atau demi mencapai target finansial tertentu.
2. Fraud Diamond
Teori Fraud Diamond menambahkan elemen keempat, yaitu Capability (Kapabilitas), yang relevan dalam kasus ini. Benny Tjokrosaputro sebagai Direktur Utama memiliki kemampuan, posisi, dan pengetahuan untuk memanfaatkan kelemahan sistem dan mengatur manipulasi laporan keuangan.
3. Fraud Pentagon
Fraud Pentagon, yang diperkenalkan oleh Crowe Howarth pada tahun 2011, memperluas Fraud Triangle dengan menambahkan elemen Competence (Kompetensi) dan Arrogance (Arogansi):
- Competence: Kompetensi Benny Tjokrosaputro sebagai pemimpin memungkinkan ia mengelabui sistem internal perusahaan dan auditor.
- Arrogance: Arogansi muncul dalam bentuk keyakinan bahwa regulasi seperti UU Pasar Modal atau standar akuntansi (PSAK 44) tidak berlaku untuk perusahaan mereka, sehingga manipulasi laporan keuangan dianggap wajar.
4. Fraud Scale
Fraud Scale menjelaskan bahwa risiko fraud meningkat jika terdapat kombinasi tekanan tinggi, peluang besar, dan integritas rendah. Dalam kasus ini:
- Tekanan Tinggi: Kebutuhan untuk menarik investor dan memenuhi ekspektasi pasar menjadi tekanan signifikan.
- Peluang Besar: Sistem pengawasan yang lemah memberikan peluang besar untuk manipulasi.
- Integritas Rendah: Kurangnya kepatuhan terhadap standar akuntansi menunjukkan rendahnya integritas manajemen.
Pembahasan
Pada laporan keuangan 2016, PT Hanson International menggunakan metode akrual penuh untuk mencatat pendapatan tanpa menyertakan informasi penting mengenai transaksi pengikatan jual beli. Hal ini mengakibatkan peningkatan pendapatan signifikan yang menarik minat investor. Namun, pelanggaran terhadap UU Pasar Modal dan PSAK 44 terungkap setelah OJK melakukan pemeriksaan mendalam.
Dampak dari manipulasi ini sangat besar. Harga saham MYRX anjlok ke level terendah, Rp50 per saham, pada Agustus 2019. Pada Januari 2020, Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan suspensi terhadap saham MYRX. Selain itu, perusahaan menghadapi gagal bayar pinjaman senilai Rp2,66 triliun kepada 1.845 pihak.
Kesimpulan dan Saran
Kasus PT Hanson International Tbk memberikan pelajaran penting bahwa transparansi dan integritas dalam pengelolaan keuangan adalah hal yang tidak bisa ditawar. Untuk mencegah kasus serupa, perusahaan perlu:
- Penguatan Sistem Pengawasan Internal: Memastikan kontrol yang kuat dalam proses pelaporan keuangan untuk mencegah peluang manipulasi.
- Sosialisasi dan Pelatihan Anti-Fraud: Memberikan pemahaman kepada karyawan mengenai risiko dan sanksi dari tindakan fraud.
- Penerapan Sanksi Tegas: Memberikan konsekuensi nyata bagi pelaku fraud untuk menciptakan efek jera.
- Monitoring Berkala: Melakukan evaluasi dan audit internal secara berkala guna mendeteksi potensi fraud sejak dini.
Keberhasilan mencegah fraud tidak hanya bergantung pada aturan yang ada, tetapi juga pada komitmen seluruh elemen organisasi untuk menjaga integritas.
Artikel ini dibuat sebagai bentuk penugasan mata kuliah Sistem Informasi Akuntansi.
Dosen Pengampu : Mulyaning Wulan
Kelompok 5: Giofani Putri Susanti, Hilyah Kamila, Dhika Rahmawati A.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI