Mohon tunggu...
Fani Srinoverti
Fani Srinoverti Mohon Tunggu... Mahasiswa - IPB University

Statistika dan Sains Data

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Pengaruh Kekerasan pada Anak terhadap Perubahan Manajemen Sumber Daya Keluarga

19 November 2022   17:37 Diperbarui: 19 November 2022   21:00 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Oleh: Carissa Shafwa Reswara, Fani Srinoverti, Salmaa Ayu Afifah, Tria Meilani Hadipurwati, Yosella Diftasari

Dosen Pengajar: Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA dan Irni Rahmayani Johan, SP., MM., PhD

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, FEMA IPB

Keluarga dikenal sebagai tempat pertama atau bahkan menjadi tempat utama dalam melakukan konstruksi diri. Namun, tahukah Anda jika seringkali terdengar adanya isu-isu lokal dan global yang memengaruhi manajemen sumber daya keluarga saat ini? Salah satunya adalah kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak merupakan salah satu contoh permasalahan keluarga yang terjadi di mana saja dan kapan saja. 

Tidak hanya berupa kekerasan yang berhubungan dengan hal fisik, namun juga dapat berupa pembunuhan, penganiayaan, ataupun bentuk tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak. Bahkan, tidak sedikit dari orang tua yang beranggapan bahwa kekerasan pada anak merupakan hal yang wajar karena mereka menganggap hal tersebut merupakan bagian dari mendisiplinkan anak. 

Tindak kekerasan pada anak sering melibatkan pihak ayah, ibu, ataupun saudara lainnya. Kekerasan pada anak tentunya didorong oleh adanya beberapa faktor, terutama dalam hal kurangnya pengetahuan orang tua mengenai pengasuhan dan pertumbuhan anak.

Tidak hanya itu, harapan orang tua yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuan anak juga dapat mendorong terjadinya kekerasan pada anak di saat anak tidak mampu memenuhi suatu target tertentu. Kasus kekerasan yang sering terjadi di lingkup keluarga adalah kekerasan fisik, verbal, dan seksual.

Kekerasan fisik sering dijumpai pada anak, dilakukan secara spontan dan dengan intensitas yang tinggi. Contoh kekerasan verbal dan fisik yang dilakukan orang tua adalah ketika anak melakukan kesalahan kecil, lalu orang tua secara spontan memukul dan membentak anak.

Tahukan Anda bahwa kekerasan terhadap anak pada saat mereka masih kecil dapat melukai inner child dan dampaknya dapat menetap hingga dewasa? 

Mungkin sebagian orang bertanya-tanya, apa itu Inner Child? Inner child merupakan istilah untuk menggambarkan respons, sifat, dan sikap seseorang yang terbentuk dari pengalaman masa kecil. Ironisnya, kasus kekerasan pada anak selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. 

Anak dengan usia 10 tahun mengalami kekerasan paling tinggi, anak dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami kekerasan dibanding anak perempuan, dan keluarga utuh memiliki persentase yang lebih tinggi dalam melakukan kekerasan pada anak. Tetapi pelaku sering tidak menyadari perbuatannya tersebut, karena menganggapnya sebagai hal biasa atau malah membandingkan dengan yang dialaminya di masa lalu. 

Kekerasan fisik yang paling sering dialami anak adalah dicubit dan dipukul. Tak jarang anak juga mendapat kekerasan verbal seperti dimarahi, dibentak, dan dipanggil dengan panggilan buruk yang dapat disebabkan oleh hal sepele seperti terlambat bangun tidur.

Beragam tindakan yang dilakukan oleh anak setelah mendapat kekerasan, seperti ada yang diam saja, menangis, dan bercerita kepada teman. Dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan pada anak tersebut dapat berpengaruh terhadap fisik maupun psikologis anak. 

Contohnya, seperti menimbulkan trauma yang dapat mengganggu kesehatan mental dan memengaruhi kehidupan dalam jangka panjang. Tidak hanya itu, trauma yang ditimbulkan juga dapat memicu adanya luka batin yang berpotensi memengaruhi keseharian anak. Kekerasan yang berdampak pada fisik dapat mengakibatkan luka atau cedera pada anak.

Upaya untuk mencegah terulangnya perilaku kekerasan dapat dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang terencana, sistematis, dan berkelanjutan untuk menanamkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar pengasuhan agar orang tua dapat merancang intervensi pengasuhan yang efektif bagi anak-anaknya. 

Tindakan pencegahan yang yang dapat dilakukan adalah dengan menegur orang tua atau orang dewasa yang sedang melakukan tindakan kekerasan pada anak dan mengadakan sosialisasi terkait kekerasan pada anak di lingkungan tempat tinggal sekitar. Tidak lupa juga sebagai orang tua untuk saling mengingatkan bahwa anak merupakan anugerah dari tuhan yang harus dijaga. Sejatinya, seorang anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan dari siapa dan keluarga mana. 

Orang tua hendaknya dapat berperan sebagai orang tua sekaligus sebagai teman dalam mendidik anak-anaknya. Tujuannya agar seorang anak dapat merasa nyaman dan terbuka. Kadang kala orang tua mendisiplinkan anak dengan cara kekerasan sehingga anak akan merasa takut, tertekan, dan tidak nyaman. 

Rasa tertekan yang berlebihan dapat mengakibatkan seorang anak mengalami depresi dan sulit untuk mengontrol emosi. Ironisnya, bahkan anak akan berpikir untuk mengakhiri hidup. 

Anak akan merasa aman dan nyaman dengan kasih sayang orang tua. Akan tetapi, anak juga dapat merasa benci dan dendam dengan kekerasan yang didapatkannya. Setiap tindakan yang dilakukan orang tua akan membekas di benak sang anak. Hal yang paling mengkhawatirkan, yaitu anak meniru perilaku kekerasan tersebut. Maka dari itu, orang tua harus memahami bagaimana parenting yang benar agar anak-anak merasa orang tua adalah rumah bagi mereka.

Adanya tindakan pencegahan atau bahkan pemberantasan pada permasalahan kekerasan pada anak diharapkan dapat membuat anak-anak merasa bahwa hidup mereka aman dan nyaman. Mereka juga akan lebih berani untuk saling terbuka kepada orang tuanya dan selalu berkata jujur jika anak tersebut melakukan suatu kesalahan. 

Mereka tidak akan merasa takut bahwa dirinya akan dibentak ataupun dimarahi oleh orang tuanya, jika mereka berani dalam mengakui kesalahan yang mereka lakukan. Menjaga dan mendidik anak-anak dengan baik juga berarti ikut membantu dalam menjaga warisan bangsa yaitu sebagai generasi penerus kelak. 

Tidak hanya dilihat dari aspek segi anak-anak, para orang tua juga merasa bahwa kehidupan keluarga mereka tentram. Juga, mereka akan merasa bangga karena memiliki anak yang berkarakter baik dan tanpa harus melakukan tindakan kekerasan anak-anak mereka patuh terhadap orang tuanya.

Tidak ada salahnya jika sesama orang tua saling berdiskusi mengenai tindakan yang benar dalam mendisiplinkan anak. Selain itu, diperlukan keterbukaan baik dari pihak orang tua maupun anak guna menghindari kesalahpahaman yang nantinya akan menimbulkan kemungkinan terjadinya konflik hingga mengakibatkan kekerasan. 

Harapannya orang tua dapat mencegah tindakan kekerasan dengan mencoba memahami anak, memberitahu secara pelan-pelan, dan mencoba untuk mengontrol setiap perkataan yang diucapkan. Baik orang tua maupun anak sama-sama belajar untuk mewujudkan keluarga yang harmonis. Serta, pemerintah dapat ikut berperan serta dalam menanggulangi tindakan kekerasan dengan menegakkan hukum.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun