Mohon tunggu...
Fanisa
Fanisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Jakarta

Saya mahasiswa yang tertarik dengan isu luar negeri

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diskriminasi Etnis Tio

31 Juli 2024   08:00 Diperbarui: 31 Juli 2024   08:02 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar aksi 812 di Malaysia. Sumber: https://news.detik.com. 

Indonesia dan Malaysia merupakan negara-negara berkembang yang sempat memperjuangkan kemerdekaannya dari para penjajah seperti Belanda, Jepang, dan Inggris. Indonesia berhasil keluar dari penjajahan Belanda yang lamanya hingga 350 tahun, walaupun setelahnya Indonesia dihadapkan dengan penjajahan yang lebih kejam yang dilakukan oleh Jepang selama 3,5 tahun. Sedangkan, Malaysia telah dijajah oleh Inggris sejak tahun 1824 hingga akhirnya merdeka pada 31 Agustus 1957.

Tentu sebagai negara yang pernah mengalami penjajahan, Indonesia dan Malaysia memiliki dampak yang diakibatkan oleh penjajahan tersebut. Salah satu warisan yang ditinggalkan oleh penjajah khususnya Inggris pada Malaysia dan Belanda Indonesia adalah politik rasial dan birokrasi Indonesia yang feodal dan patrimonial.

POLITIK RASIAL YANG TERJADI DI MALAYSIA

Politik rasial ini diterapkan oleh Malaysia hingga sekarang lebih tepatnya kepada etnis Tionghoa. Politik rasial Malaysia berasal dari konsep Inggris mengenai sistem devide and rule, yang memiliki arti di mana orang-orang yang bukan berasal dari negara tersebut (orang asing) hanya memiliki sedikit kontak dengan penduduk lokal, sehingga tidak menjadi ancaman bagi pemerintah kolonial pada saat itu.

Penyebab diskriminasi yang dilakukan oleh Malaysia kepada etnis Tionghoa adalah ketakutan yang muncul karena saat itu etnis tersebut memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan etnis Melayu. 

Bentuk diskriminasi yang dilakukan Malaysia kepada etnis selain Melayu adalah dengan memberikan hak istimewa kepada etnis Melayu melalui kuota berbasis etnis dalam bidang pendidikan serta memberi kemudahan etnis Melayu dalam mengambil kredit dan kontrak karya, hal tersebut tertulis pada Pasal 153 konstitusi negara Malaysia.

Peristiwa yang sempat terjadi di Malaysia mengenai Pasal 153 ini adalah peristiwa aksi 812. Aksi 812 memiliki misi untuk menjaga hak istimewa etnis Melayu yang ada di Malaysia. Oleh karena itu, para masyarakat menolak segala kebijakan pemerintah yang bertentangan atau mengancam pasal 153 tersebut. Salah satu ancaman yang mengganggu hak istimewa tersebut adalah International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD) atau konvensi PBB untuk menghapus segala bentuk diskriminasi rasial yang terjadi di Malaysia. 

Sumber: vrogue.co.
Sumber: vrogue.co.

BIROKRASI FEODAL DAN PATRIMONIAL DI INDONESIA

Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah mengalami penjajahan, dan peninggalan yang ditinggalkan oleh para penjajah adalah sistem birokrasi. Sistem birokrasi yang ditinggalkan oleh Belanda  kepada Indonesia adalah birokrasi yang lebih memprioritaskan pelayanannya kepada para penguasa dibandingkan rakyatnya.

Kebijakan yang feodal dan patrimonial ini diperparah dengan adanya penggolongan masyarakat oleh Belanda dengan membentuk kebijakan pembagian masyarakat menjadi 3 golongan, yakni kelas atas atau kulit putih (Jepang, Amerika, Eropa), kelas kedua atau Timur Asing (Cina, India, Arab), dan kelas bawah atau pribumi. Hal tersebut yang membuat para pribumi akhirnya memiliki rasa kecemburuan.

Di Indonesia sendiri etnis Tionghoa memiliki kedudukan yang tinggi di perekonomian negara. Di mana mereka memiliki kekayaan yang besar walaupun hanya memiliki populasi  dua persen dari total seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini yang membuat pemerintah khususnya pada massa Orde Baru memberikan hak-hak istimewa kepada pengusaha kelas atas, yakni etnis Tionghoa. 

Didik Rachbini mengungkapkan jika hak istimewa tersebut "menimbulkan ketidakpuasasan masyarakat terhadap perencanaan, proses dan penggunaan hasil. Di mana Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses politik dan ekonomi. Mereka dipandang hanya sebagai objek pembangunan".

Dari yang sudah dijelaskan tadi maka reaksi dari rakyat Indonesia saat itu adalah melakukan diskriminasi. Salah satu contoh dari diskriminasi etnis Tionghoa di Indonesia terjadi pada masa Orde Baru, di mana ratusan orang Tionghoa mengalami pemerkosaan dan pembunuhan pada kerusuhan Mei 1998. Peristiwa ini didasari atas kesenjangan yang terjadi di Indonesia kala itu. Para pribumi merasakan kecemburuan kepada masyarakat Tionghoa yang memiliki penghasilan melebihi mereka. Selain itu yang melatarbelakangi peristiwa ini adalah krisis ekonomi dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.  

REFRENSI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun