Mohon tunggu...
Fani Nurul
Fani Nurul Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Pendidikan Sosiologi UNTIRTA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perubahan Sistem Zonasi PPDB 2020

10 April 2020   09:08 Diperbarui: 10 April 2020   09:22 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sistem zonasi merupakan sistem yang mengharuskan peserta didik baru memilih sekolah yang memiliki radius terdekat sesuai domisili masing-masing peserta. Sistem zonasi yang telah diterapkan pada tahun 2019 mendapatkan banyak kritik dari masyarakat, pasalnya sistem tersebut dianggap kurang berjalan dengan baik dan masih diperlukannya perbaikan-perbaikan. 

Seperti sebuah anekdot "ganti menteri ganti kebijakan", sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Nadiem Makarim membuat empat kebijakan baru yang disebut empat program pokok kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar", salah satu kebijakannya adalah soal sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang ditandatangani Mendikbud Nadiem Makarim pada 10 Desember 2019 memastikan PPDB 2020 tetap menggunakan sistem zonasi. 

Namun, penerapannya berbeda dengan PPDB 2019 kemarin. Mendikbud menyampaikan penerapan PPDB 2020 akan lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas pendidikan di berbagai daerah.

Lalu apa saja perbedaan antara PPDB 2019 dengan PPDB 2020? Salah satu perbedaan yang paling mendasar adalah kuota siswa dari jalur zonasi. 

Dalam sistem zonasi PPDB 2019, kuota jalur zonasi adalah minimal 80 persen dari total 100 persen. Sisanya diperuntukkan untur jalur prestasi dan jalur perpindahan. Sedangkan, pada PPDB 2020 kuota jalur zonasi berkurang menjadi 50 persen. 

Dengan demikian skema kuota jalur zonasi PPDB 2020 berubah menjadi: jalur zonasi 50 persen, afirmasi 15 persen, pindahan 5 persen dan jalur prestasi 30 persen.

Dari kebijakan PPDB 2020, Kemendikbud ingin mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas pendidikan di berbagai daerah. Daerah tersebut berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasinya.

Pemerataan akses dan kualitas pendidikan tentunya perlu diiringi dengan pemerataan kuantitas dan kualitas guru, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru. Zonasi tidak hanya mengatur pemerataan kualitas sekolah dan peserta didik, tetapi juga menitikberatkan pada peran dan kompoisisi guru di suatu daerah.

"Pemerataan tidak cukup hanya dengan zonasi. Dampak yang lebih besar lagi adalah pemerataan kuantitas dan kualitas guru. Inilah yang banyak manfaatnya terhadap pemerataan pendidikan." kata Nadiem.

Tercapainya pemerataan kualitas pendidikan adalah tugas bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, termasuk segenap pemangku kepentingan di dunia pendidikan.

Menurut ilmu sosiologi hal tersebut berkaitan dengan teori fungsionalis. Teori ini dikemukakan oleh Talcott Parson, ia melihat bahwa masyarakat mempunyai lembaga-lembaga atau bagian-bagian yang saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. 

Talcott Parson menggunakan istilah sistem untuk menggambarkan adanya koordinasi yang harmonis antar bagian-bagiannya, tiap tiap lembaga tersebut mempunyai fungsi dan tugasnya masing-masing untuk tetap menjaga stabilitas dalam masyarakat.. 

Teori fungsionalis ini menyatakan bahwa ketidakpuasan masyarakat terhadap keadaan sosial yang sedang berlaku merupakan penyebab utama terjadinya perubahan sosial. 

Sistem PPDB 2019 yang banyak mendapat kritik dalam pelaksanaannya membuat terjadinya perubahan pada sistem PPDB untuk tahun 2020. Perubahan tersebut diperuntukan agar suatu sistem tersebut dapat berjalan dengan lebih baik dan kekurangan yang ada di tahun 2019 dapat diatasi, sehingga tetap terjaga stabilitas dalam masyarakat. 

Perspektif struktur fungsionalis ini dimana adanya kontribusi positif dari lembaga pendidikan untuk memelihara dan mempertahankan keberlangsungan sistem sosial. 

Perubahan sistem ini diharapkan menjadi sebuah kontribusi yang positif dari lembaga pendidikan karena kebijakan-kebijakan tersebut dibuat untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dari kebijakan sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun