Mohon tunggu...
daffaniac
daffaniac Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Crew of Islam

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pegadaian Diserbu di Awal Tahun Ajaran Baru, Bukti Kelamnya Sistem Kehidupan Hari Ini

6 Agustus 2024   16:24 Diperbarui: 6 Agustus 2024   16:24 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Tahun ajaran baru menjadi momen yang sangat dinanti oleh para siswa. Sayangnya, dibalik gembiranya momen tahun ajaran baru, ada orang tua yang juga harus membuat pengorbanan demi memenuhi kebutuhan sekolah Sang Anak. Seperti salah satu orang tua di Ngawi, Jawa Timur, harus menggadaikan emas seberat 10 gram dengan uang yang didapat sebesar Rp. 3 Juta. Namun uang itu hanya cukup untuk ongkos jahit seragam sekolah. Masih di kota yang sama, sejumlah petani beramai-ramai menggadaikan traktornya demi biaya masuk tahun ajaran baru. Padahal, bisa jadi traktor yang digadaikan merupakan alat untuk mencari nafkah para petani tersebut. Di Blitar, Jawa Timur, jumlah transaksi di Pegadaian meningkat sebanyak 12% karena dipenuhi oleh orang tua yang menggadaikan emas, alat elektronik, hingga kendaraan bermotor demi membiayai sekolah. Hal yang sama terjadi di Kantor Pegadaian Kabupaten Oku, Sumatera Selatan, yang ramai-ramai didatangi oleh orang tua yang hendak menggadaikan barang berharganya demi membayar kebutuhan sekolah. Selain itu, Kantor Pegadaian Cabang Jember, Jawa Timur, mengakui kenaikan omset sebesar 20% sebelum dimulainya tahun ajaran baru. Penyebab kenaikannya masih sama, yaitu para orang tua yang menggadaikan barang berharganya untuk kebutuhan sekolah anak-anaknya.

Tidak bisa dipungkiri, seiring berjalannya waktu, baik biaya pendidikan maupun kebutuhan sekolah semakin mahal. Fenomena anak putus sekolah disebabkan faktor ekonomi menjadi hal yang lumrah di negeri ini. Bagaimana tidak, ditengah meningkatnya biaya pendidikan serta kebutuhan sekolah, harga bahan pokok juga meningkat. Namun, kesejahteraan masyarakat masih jauh dari kata 'sejahtera'. Disamping susahnya memenuhi kebutuhan hidup hari ini, masyarakat juga kesulitan memenuhi hak pendidikan bagi anak-anaknya. Pada akhirnya, orang tua pun harus rela mengorbankan harta bendanya, sekalipun itu adalah alat mata pencahariannya. Berangkat dari fakta tersebut, dapat dilihat bagaimana tidak maksimalnya negara dalam memenuhi perannya sebagai 'pelayan rakyat', yang mana seharusnya negara (sebagai institusi tertinggi) mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk didalamnya hak menempuh pendidikan, sebagaimana yang tertuang didalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 32 ayat (1) yang berbunyi, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan".

Mahalnya biaya pendidikan hari ini, baik ditingkat dasar, menengah, maupun perguruan tinggi, diakibatkan oleh cara pandang ala kapitalisme yang diemban oleh negara yang menjadikan fungsi negara bukan sebagai 'pelayan rakyat', namun hanya sekedar menjadi regulator atau pembuat aturan. Hal tersebut dapat kita lihat bagaimana negara mulai memberlakukan desentralisasi tata kelola pendidikan dasar dan menengah sebagai pengalihan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (kota/kabupaten) (Dokumen World Bank, 2013). Buah dari pengalihan tanggung jawab tata kelola pendidikan ini yaitu adanya program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang tujuannya adalah memberikan hak otonomi kepada kepala sekolah dan masyarakat setempat dalam mengatur komponen-komponen yang dibutuhkan sekolah, termasuk didalamnya mengelola anggaran sekolah. Pemerintah hanya membantu melalui program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mana berdasarkan MBS, dana BOS akan dikelola oleh masing-masing pihak sekolah.

Pada faktanya, tidak semua sekolah memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung aktivitas pembelajaran sehingga seringkali dana BOS yang diberikan pemerintah belum cukup membantu. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, satuan pendidikan dapat mengambil pungutan atau sumbangan dari peserta didik atau orang tua/walinya. Disamping itu, komite sekolah juga diperkenankan untuk menggalang dana dan sumber daya pendidikan dalam bentuk sumbangan melalui Permendikbud nomor 75 tahun 2016. Ini adalah buah dari adanya hak otonomi terhadap sekolah, yang juga merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab negara sebagai pelayan dan penanggung jawab urusan umat, sehingga beban biaya pendidikan ditanggung secara mandiri oleh rakyat.

Ditengah naiknya pajak dan kebutuhan pokok lainnya, tentunya berbagai macam sumbangan dan pungutan pendidikan yang dilegalisasi oleh pemerintah menambah beratnya beban rakyat. Disisi lain, Indonesia dikenal dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah ruah dengan kekayaan lebih dari Rp.200.000 triliun. Berdasarkan jejak digital, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Abraham Samad, mengatakan bahwa setiap rakyat Indonesia bisa mendapatkan uang sebesar Rp.30 juta per bulan hanya dari sektor pertambangan. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa kayanya negeri ini, bahkan mampu untuk mencukupi seluruh kebutuhan rakyat, termasuk pendidikan. Sayangnya, sistem ekonomi liberal yang diterapkan oleh negara kapitalisme ini menjadikan SDA dikuasai oleh swasta dan asing. Sehingga kekayaan hanya berputar disegelintir orang saja, dan rakyat tetap jauh dari kesejahteraannya.

Islam sendiri memandang bahwa setiap muslim wajib menuntut ilmu, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dengan ilmu, seseorang akan mendapatkan posisi yang tinggi dihadapan Allah, sebagaimana firmanNya didalam QS. Al-Mujadilah : 11.

Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.

Disamping itu, orang-orang yang berilmu tentu akan membawa kemaslahatan bagi umat, baik dibidang pertanian, teknologi, kedokteran, dan bidang-bidang lainnya. Oleh karena itu, pendidikan menjadi perhatian utama para penguasa didalam pemerintahan Islam. Khalifah--pemimpin dalam negara Islam--akan memaksimalkan segala upaya agar seluruh masyarakat mendapatkan haknya untuk menempuh pendidikan. Posisi negara disini bukanlah sebagai regulator, tetapi bertanggung jawab penuh atas terlaksananya pendidikan, baik dari tingkat dasar, menengah, maupun perguruan tinggi, sehingga didalam sistem Islam tidak mengenal adanya MBS.

Dari segi pembiayaan pendidikan, Islam tidak akan membebankannya kepada rakyat. Islam memiliki pengelolaan sistem ekonomi tersendiri yang bersumber pada al-Qur'an dan as-Sunnah. Didalam Islam terdapat Baitul Mal, yang mana melalui Baitul Mal inilah harta umat dikelola. Baitul Mal memiliki beberapa sumber pemasukan, salah satunya adalah harta milik umum berupa SDA yang memiliki deposit besar. Pengelolaan SDA dalam Islam sangat berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme-liberal yang diterapkan hari ini. Jika keuntungan SDA kini hari hanya berputar disekelompok orang kaya atau golongan tertentu saja, sebaliknya, Islam mendistribusikan harta hasil kekayaan alam dengan dikembalikan kepada umat. Hal tersebut berdasarkan salah satu hadits Rasulullah SAW.

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.

(HR Abu Dawud dan Ahmad)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun