Mohon tunggu...
Fanifebri Halim
Fanifebri Halim Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

memiliki ketertarikan dibidang sosial seperti relawan, mengajar dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tren Nikah Muda di Kalangan Gen Z

6 Mei 2024   17:35 Diperbarui: 6 Mei 2024   18:11 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media sosial merupakan salah satu bentuk media massa modern saat ini dan telah memainkan peran penting dalam menciptakan gerakan. Banyak tren ataupun berita yang disebar media sosial akan lebih  dipercayai dan lebih cepat menyebar dikalangan masyarakat, salah satu nya tren nikah muda yang banyak dilakukan oleh kalangan artis serta dikalangan generasi Z. Di media sosial juga banyak orang yang membagikan momen bahagia yang dapat membuat orang lain iri dan ingin mengikutinya.

Analisis survei penduduk antar sensus (SUPAS) menyatakan bahwa 3.000 perempuan berusia 20-24 tahun dan menikah pertama kali di usia sebelum 15 tahun, disisi lain 1 dari 100 laki-laki menikah pertama kali di usia 20-24 baik didaerah perkotaan maupun perdesaan. 

Badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN) juga memberikan pedoman mengenai usia minimun untuk menikah, hal ini mempertimbangkan berbagai aspek seperti kesiapan reproduksi, kesiapan biologis dan juga kesiapan psikologis (BKKBN, 2017)

Pernikahan juga biasanya identik dengan resepsi yang mewah dan penuh dengan kerumitan, karena pernikahan sering kali disertai dengan berbagai tradisi dan adat istiadat sesuai dengan budaya, agama sesuai dengan daerah masing-masing. 

Namun adat istiadat sering dianggap sebagai beban atau cukup merepotkan bagi pihak-pihak yang terlibat khususnya bagi generasi Z, generasi Z lahir pada tahun 1997-2012. Generasi ini cenderung dianggap sebagai generasi yang inklusif, menerima perbedaan dan tertarik dengan isu-sisu sosial seperti kelestarian lingkungan, hak asasi manusia dan kesetaraan gender.

Dalam merencanakan pernikahan impian mereka, generasi milenial dan gen Z cenderung memprioritaskan kesiapan finansial terutama untuk membiayai kebutuhan seputar pesta pernikahan dengan uang sendiri, tren pernikahan juga sekarang sudah mulai bergeser dari pesta besar ke intimate wedding. 

Salah satu tren yang ramai diperbincangkan di kalangan gen Z yaitu tren nikah gratis di KUA, namun tren ini sepertinya menjadi kontroversi karena sebagian orang melihat bahwa itu merupakan cara untuk menyederhanakan dan berkreasi di generasi Z tapi sebagin orang juga menganggap bahwa nikah di KUA mengurangi nilai dan makna pernikahan itu sendiri.

Tren nikah gratis juga menimbulkan banyak pertanyaan dikalangan masyarakat, seperti apakah pasangan muda saat ini benar-benar menghargai makna pernikahan itu sendiri atau hanya sekedar cara murah dan mengikuti tren untuk merayakan nya? 

Apakah pasangan muda melihat pernikahan hanya sebagai tonggak sejarah yang harus dilewati begitu saja dan bukan karena sebagai ikatan yang sakral ?. tren nikah gratis di KUA di kalangan gen Z mungkin bisa menjadi pilihan, terutama bagi pasangan yang memiliki ekonomi yang tidak stabil atau ingin menghindari utang selama proses pernikahan.

Ada beberapa dampak negatif yang muncul akibat nikah muda yaitu :

  • Pengaruh fisik atau biologis sangat mempengaruhi masa remaja, keadaan sistem reproduksi yang masih dalam proses pematangan belum siap untuk melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis dan pemaksaan pernikahan di usia muda dapat menyebabkan kanker serviks.
  • Dampak psikologis juga memiliki peran penting bagi pernikahan usia muda yaitu munculnya rasa cemas, stres, dan depresi. (Simbargarian, 2010) menyatakan bahwa persiapan mental untuk menikah, seperti halnya persiapan fisik, tidak terjadi sebelum usia 20 tahun, persiapan untuk menikah diperlukan sebagai upaya untuk mengendalikan emosi agar seseorang dapat memiliki kekuatan mental yang kuat ketika menghadapi atau mengalami masalah dalam pernikahan. Kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosinya dengan baik ketika menghadapi atau mengalami masalah dalam pernikahan dapat dicapai pada usia 21 tahun.
  • Kehilangan kesempatan pendidikan, resiko menikah di usia muda adalah hilangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, seseorang yang menikah pasti akan mengalami putus sekolah, yang mana hal ini akan merenggut hak anak untuk mendapatkan pendidikan.
  • Yaitu Dampak sosial pasti akan dirasakan oleh pasangan yang menikah di usia muda, dan pasangan harus mampu menghadapi kesulitan ekonomi dan kompleksitas kehidupan ketika mereka memilih untuk menjauh dari tanggung jawab sebagai orang tua. Jika dianalisis dalam sosiologi, khususnya dalam teori konflik, dampak sosial yang ditimbulkan disebabkan oleh tidak konsistennya aturan-aturan sosial, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, ketidakkonsistenan tersebut menyebabkan pasangan muda dipandang negatif oleh masyarakat.
  • Dampak terhadap kedua belah pihak keluarga, hubungan kedua keluarga yang semula tercipta untuk membangun keharmonisan dan ikatan kekeluargaan, akan berubah menjadi hubungan keluarga yang tidak harmonis, perselisihan, atau keretakan keluarga.
  • Kekerasan dalam Rumah Tangga, kekerasan dalam rumah tangga memberikan dampak negatif bagi orang yang menikah di usia muda, hal ini tidak hanya dialami oleh pasangan suami istri, yang disebabkan oleh tuntutan hidup yang berat, tetapi juga dialami oleh sebagian besar anak-anak (Nurhasana, 2012) .

Meskipun nikah muda terkadang dipandang terlalu terburu-buru, namun ada beberapa dampak positif dari pasangan yang nikah muda yaitu pasangan yang memilih untuk menikah di usia muda akan lebih cepat mengubah pola pikir dan lebih berhati-hati dalam berperilaku dan dalam mengambil keputusan. Selanjutnya bagi pasangan yang sudah menikah, baik istri maupun suami akan berusaha menciptakan keluarga yang bahagia dan tidak bergantung kepada keluarga masing-masing serta tidak akan berharap pada belas kasian orang tua.

Perry Wong dan Turmud Houndry juga menyatakan beberapa dampak positif dari nikah muda yaitu (a). Usia produktif, pada usia ini kondisi reproduksi sedang bagus-bagusnya khususnya bagi perempuan. (b). Saling mendukung, memiliki teman untuk berkeluh kesah dan berbagi apa yang pasangan miliki. (c). Hati yang damai, karena istri dan anak merupakan curahan cinta dan kasih sayang. (d). Hati yang lebih dewasa, karena perilaku mereka akan berubah seiring dengan besarnya tanggung jawab memikul beban dari pernikahan tersebut. (e). Lebih hemat,karena akan menghabiskan waktu libur mereka untuk berbagi cerita bersama pasangan dan anak dirumah, secara tidak langsung mereka mengurangi kegiatan bersama teman-teman diluar.

Nikah muda bukanlah sebuah tren, ini adalah momen yang sakral dan harus dipersiapkan dengan baik, pasangan yang menikah di usia muda harus siap untuk memikul tanggung jawab besar dalam pernikahan. Nikah muda juga bukanlah hal yang buruk atau harus dipandang negatif, semua orang boleh memilih untuk menikah muda jika sudah merasa mampu dalam hal finansial,fisik maupun psikologis serta semua orang juga boleh menunda pernikahan untuk karir, hobi atau bahkan ingin meningkatkan value dalam diri sambil mempersiapkan kebutuhan dan persiapan pernikahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun