Mohon tunggu...
Fani Fatmawati Parma
Fani Fatmawati Parma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Andalas

Menulis dan Travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Back to Nature: Kemajuan atau Kemunduran?

30 November 2022   13:01 Diperbarui: 30 November 2022   13:09 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disaat musim liburan, hal yang dulu sering kita temui adalah mall dan pusat perbelanjaan di kota-kota besar sangat ramai oleh pengunjung yang ingin menghabiskan uangnya atau hanya sekedar melepas penat dengan mencuci mata. Namun belakangan ini justru sebaliknya. 

Seiring dengan perkembangan teknologi digital membuat penyebaran arus informasi begitu pesat. Saat terdapat tempat wisata baru di Indonesia, dapat dengan mudah menjadi viral dan mendadak diserbu oleh wisatawan dari berbagai daerah. 

Wisatawan datang didorong rasa penasaran akan keindahan yang ditampilkan di media sosial, tidak terkecuali wilayah konservasi yang identik dengan ‘nature’-nya. 

Hal ini dikarenakan, Indonesia tidak hanya kaya akan sumber daya alam namun juga karena bentang alamnya yang eksotis, terdiri dari hutan, laut dan sungai yang dapat menghasilkan potensi wisata yang sangat luar biasa.

Tren back to nature belakangan ini sedang merajai dunia pariwisata dimana para wisatawan lebih memilih untuk berlibur ke kawasan alam yang dinilai memiliki keunikan dan dapat menambah keilmuan tentang alam serta kebudayaan yang ada di dalamnya. Kegiatan tersebut dikenal dengan istilah ekowisata yang menjadi bagian dari wisata minat khusus. 

Ekowisata adalah kunjungan ke daerah-daerah yang masih bersifat alami yang relatif masih belum terganggu dan terpolusi dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi dan menikmati pemandangan alam dengan tumbuhan satwa liarnya serta budaya (baik masa lalu maupun masa sekarang) yang ada di tempat tersebut. 

Ekowisata menawarkan kegiatan wisata yang lebih bermakna dan berkualitas dari sekedar perjalanan wisata biasa, menambah pengalaman hidup, dan pengetahuan baru bagi pelaku wisata atau wisatawan. 

Tren back to nature menjadikan ekowisata sebagai salah satu bentuk wisata yang sangat potensial dimana tren tersebut menciptakan pergeseran paradigma kepariwisataan dari bentuk pariwisata massal menjadi pariwisata minat khusus.

Dalam penerapan strategi pemasaran ekowisata, perlu diterapkan prinsip-prinsip tertentu. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 61/MEN/III/2009, memaparkan bahwa ekowisata secara konseptual memiliki prinsip dasar yakni konservasi, partisipasi masyarakat, dan ekonomi. 

Tentu saja kegiatan pengembangan objek wisata tentu tidak lepas dari keadaan tersebut. Pariwisata merupakan industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan. Sektor ini sangat peka terhadap lingkungan karena sebenarnya lingkungan itulah yang dipasarkan.

Bagi sebagian masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di daerah sekitar lokasi wisata, ini menjadi aji mumpung. Mereka dapat memanfaatkan para wisatawan untuk mengais rezeki. 

Pemerintah tentu juga dapat memanfaatkan tren ini untuk membentuk strategi dalam usaha peningkatan multiplier effect ekonomi masyarakat. Hal ini tentu akan memberikan penguatan UMKM kecil dan menengah di dalam dan sekitar kawasan wisata. 

Strategi ini diupayakan dalam rangka memastikan multiplier effect yang lebih luas menjangkau masyarakat, terciptanya destinasi wisata alam dan budaya baru yang mampu meningkatkan length of stay dan pengeluaran/belanja wisatawan, dan memastikan agar keutuhan dan kelestarian biodiversitas di wilayah wisata terjaga dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Daerah ekowisata biasanya memiliki beberapa tujuan dalam pengelolaannya yang terbagi ke dalam beberapa fungsi yaitu melestarikan flora dan fauna di dalamnya, menjadi wadah pembelajaran, penelitian dan pendidikan, serta menjadi destinasi rekreasi alam bagi publik sebagai bentuk kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. 

Namun tidak semua fungsi itu berjalan sebagaimana harusnya. Interaksi yang intensif antara wisatawan, masyarakat, alam dan lingkungan tidak menutup kemungkinan peluang munculnya dampak negatif yang tidak diharapkan. 

Viralnya suatu tempat wisata di Indonesia tidak selalu memberi dampak positif. Terkadang beberapa tempat wisata justru rusak dan ‘hilang’ setelah viral karena perilaku wisatawan yang tidak bertanggungjawab. 

Belakangan diketahui banyak sekali kerusakan yang terjadi di daerah wisata, mulai dari pengunjung yang membludak, sampah yang bertebaran, hingga flora yang dirusak atau bahkan beberapa bagian pohon ditebang untuk membangun warung-warung guna memikat pengunjung untuk berhenti sejenak.

Amaryllis Garden, adalah contoh nyatanya. Merupakan sebuah taman bunga yang dipenuhi oleh bunga lili hujan yang hanya mekar sekali dalam setahun saat awal musim penghujan. Beberapa tahun lalu, taman bunga ini sempat viral karena keindahannya menyerupai taman bunga Keukenhof di Belanda. 

Setelah viral, banyak wisatawan yang datang berkunjung. Namun sungguh disayangkan, setelah ramai didatangi pengunjung, semua bunga yang ada di Amaryllis Garden ini mati terinjak-injak dan diduduki oleh wisatawan yang lewat atau berpose untuk mengambil gambar di tengah taman. Contoh lainnya adalah Gunung Rinjani. 

Pada tahun 2016 lalu, sekitar 1.5 ton sampah diketahui telah berhasil diangkut dari Gunung Rinjani. Sampah tersebut berasal di sepanjang jalur pendakian Desa Sembalun yakni 947 kg dan Desa Senaru yakni 527,2 kg. Padahal Gunung Rinjani merupakan sebuah kawasan taman nasional yang memiliki flora dan fauna khas yang harus dijaga, seperti Celepuk Rinjani.

Dalam wisata alam seharusnya tersirat sebuah misi untuk mengedukasi orang lain agar berpartisipasi dalam upaya konservasi melalui media rekreasi. Pariwisata di kawasan konservasi tentunya tidak hanya menyangkut bagaimana membangun dan mengelola suatu kawasan menjadi objek wisata, namun pengelolaannya harus mempertimbangkan prinsip-prinsip berkelanjutan. 

Tujuan dari konservasi sendiri adalah untuk menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan, melindungi keanekaragaman hayati, dan menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

Sudah merupakan sebuah upaya yang bagus untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dengan wisata alam daerah, namun disisi lain kita harus menggalakan program menjaga dan memelihara lingkungan. Jangan jadikan tren ini sebagai kemunduran untuk kita, namun jadikanlah sebuah kemajuan. 

Sebuah kemajuan dimana kita dapat menjaga alam sekaligus melakukan rekreasi untuk melepas penat secara bersamaan. Tinggalkan keegoisan dan ketamakan kita terhadap alam dan mulailah untuk peduli. Melalui tren ini kita dapat meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan agar dapat merasakan keberlanjutan manfaat yang diperoleh dari alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun