Fanida Khoirotullatifah 202111178
Mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
UIN Raden Mas Said Surakarta
fanidakhoirotullatifah8@gmail.com
Bagaimana Keefektivitasan Hukum Dalam Masyarakat ?
Jika menyangkut efektivitas, maka tidak lepas dari keberhasilan suatu misi atau kebijakan. Efektivitas merupakan faktor kunci dalam mencapai tujuan yang ditetapkan dalam setiap organisasi, kegiatan atau program. Dikatakan efektif ketika tujuan atau sasaran tercapai dengan cara yang telah ditentukan sebelumnya. Demikian pula dengan implementasi kebijakan dikatakan efektif apabila kebijakan tersebut dapat berjalan sesuai dengan harapan pembuat kebijakan.
Efektivitas hukum adalah suatu tindakan yang memahami terjadinya akibat yang dikehendaki dan menghasilkan suatu wilayah tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Efektivitas merupakan gambaran keunggulan atau keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan dan memiliki hubungan yang erat antara nilai-nilai yang berbeda. Efektivitas hukum adalah kesatuan dari apa yang tercantum dalam undang-undang pelaksana. Jadi, pada saat penyusunannya, efektifitas undang-undang itu meliputi apakah sudah sesuai ataukah ada hambatan pelaksanaan undang-undang tersebut di masyarakat.
Efektivitas hukum sangat erat kaitannya dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum dalam masyarakat untuk mencapai tujuan hukum. Artinya hukum itu sebenarnya berlaku secara filosofis, legal dan sosiologis. Penerapan efektivitas hukum memerlukan kekuatan fisik untuk melaksanakan prinsip-prinsip hukum berdasarkan otoritas hukum. Kekuatan fisik dapat merujuk pada lembaga penegak hukum yang bertindak sebagai pengontrol, penegak dan penegak sanksi yang dikenakan di masyarakat untuk mencapai efek hukum. Hukum yang tidak efektif dan berfungsi buruk dalam masyarakat dapat dikenali dan tanda-tandanya juga dapat dilihat, misalnya. kurangnya otoritas eksekutif, non-implementasi dalam praktik, kritik dalam masyarakat, sering dan cepat berubah, undang-undang tidak jelas atau ambigu, tidak ada publikasi ke masyarakat. . Jika ini ada, penerapan hukum menjadi tidak efektif.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa dalam penegak hukum terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas hukum. Soerjono Soekanto menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, seperti:
- Faktor kebudayaan, yaitu akibat dari cipta, karya dan karsa manusia dalam kehidupan bermasyarakat;
- badan hukum itu sendiri, dalam hal ini peraturan perundang-undangan;
- Pencipta sarana atau dana untuk mendukung penegakan hukum;
- Faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum itu diterapkan atau dilaksanakan;
- Faktor penegakan hukum berlaku untuk entitas yang menerapkan dan merumuskan undang-undang
Lalu apa saja syarat-syarat Efektifitasnya ?
Ada 5 (lima) syarat Efektifitas tidaknya satu sitem hukum Clerence J Dias (1975) dalam Macus Priyo guntarto (2011) meliputi:
- Apa isi peraturan mudah dipahami atau tidak
- Apakah warga mengetahui isi peraturan yang relevan
- Penegakan hukum dan peraturan yang efektif atau efisien tergantung pada dukungan aparat pemerintah yang sadar bahwa mereka berpartisipasi dalam upaya mobilisasi tersebut, dan masyarakat yang berpartisipasi dan berkomitmen pada proses mobilisasi hukum.
- Adanya mekanisme penyelesaian sengketa tidak hanya harus memfasilitasi interaksi dan partisipasi seluruh anggota masyarakat, tetapi juga harus cukup efektif untuk menyelesaikan sengketa.
- Pendapat dan pengakuan publik bahwa peraturan dan sistem hukum benar-benar efektif sudah cukup adil.
Contoh Pendekatan Sosiologis Dalam Studi Hukum Ekonomi Syariah ?
Pendekatan sosiologis kajian Hukum Ekonomi Syariah merupakan tinjauan sosiologis terhadap hukum Islam tentang sistem penurunan suku bunga pinjaman modal usaha.
Secara teori, penerapan pengurangan bunga untuk pinjaman ekuitas perusahaan dalam akad didasarkan pada saling percaya dan pengertian Menurut hukum Islam, akad itu sah karena Usbul Sigat lisan juga diperbolehkan dalam Islam. Dalam praktik ini, penerapan sistem diskon diambil alih setiap 20% (tambahan) pendapatan bunga.
Implementasinya meliputi pelayanan berdasarkan kesukarelaan dan saling pengertian. Oleh karena itu, penerapan diskon ini termasuk dalam ‘urf shahih.
Hukum Tumpul ke Atas dan Tajam ke Bawah. Apa Yang Menjadi Latar Belakang Mengapa Gagasan Progresive Law Muncul ?
Asal usul konsep hukum progresif ini dilatarbelakangi oleh situasi hukum di Indonesia pasca reformasi yang tidak mendekati tujuan ideal hukum mengenai kesejahteraan masyarakat. Gagasan hukum progresif muncul dari keprihatinan terhadap situasi hukum di Indonesia yang dapat digambarkan sebagai pisau dapur yang tajam di bagian bawah tetapi tumpul di bagian atas. Realitas hukum Indonesia yang suram mendorong Satjipto Rahardjo mengusulkan cara progresif untuk mencapai keadilan. Cara menilainya dimulai dari teks tidak berhenti disitu saja, tetapi berkembang lebih jauh, yang dalam hal ini disebut perbuatan atau usaha manusia, adalah perbuatan atau usaha hakim. Hakim memainkan peran yang sangat sentral karena dia memiliki kekuasaan untuk memutuskan kasus. Hakim yang berpikiran maju memiliki keberanian untuk melanggar aturan ketika hukum standar tidak dapat menghadirkan keadilan.
Gagasan Tentang Isu Dalam Bidang Hukum Law : Law and Socio Control, Socio-legal, Legal Pluralism ;
- Hukum sebagai alat kontrol sosial berarti menentukan tingkah laku manusia. Perilaku ini dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang menyimpang dari aturan hukum.
- Socio-legal, adalah suatu bentuk penelitian hukum yang mempelajari hukum dari sudut pandang ilmu sosial masyarakat, sebagai bentuk penelitian hukum yang menggunakan perspektif ilmu sosial dalam hukum, tetapi sebagai kritik internal (criticism of jurisprudence). dan kurangnya realitas dalam kontak sosial.
- Pluralisme hukum sering diartikan sebagai keragaman hukum. Menurut John Griffiths, pluralisme hukum adalah adanya lebih dari satu aturan hukum dalam suatu lingkungan sosial. Pada prinsipnya, pluralisme hukum mengkritisi apa yang oleh John Griffiths disebut sebagai ideologi sentralisme hukum.
Sebagai mahasiswa pendapat saya mengenai hal hal ini di bidang hukum adalah, kita harus menanggapinya dengan penuh syukur karena aturan seperti itu sudah ada, meskipun budaya barat sudah mulai tergerus penerapannya di masyarakat. Misalnya budaya tahlilan di Jawa atau Maulidan merupakan adat yang baik dan tidak melanggar hukum atau adat syariat. Namun, hal itu kini telah diubah menjadi tradisi barat yaitu bermain kartu kuning setelah acara berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H