Mohon tunggu...
Fani Aurelia Putri
Fani Aurelia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa Antropologi yang memiliki ketertarikan dalam bidang sosial dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengurangi Dampak Fast Fashion bagi Lingkungan dari Diri Sendiri

20 Mei 2023   23:21 Diperbarui: 21 Mei 2023   00:09 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by drobotdean on Freepik

Penampilan menjadi isu penting pada saat ini. Orang-orang berlomba untuk terlihat menarik sesuai dengan tren mode yang sedang berkembang saat ini.

Meningkatnya kebutuhan dan keinginan untuk mengikuti tren menjadi alasan semakin maraknya indsutri fast fashion. Tanpa diduga, industri yang berfokus pada kebutuhan sandang tersebut justru malah memberikan dampak bagi berkelanjutan lingkungan.

Mengutip laman Zero Waste Indonesia, fast fashion merupakan merupakan industri tekstil dengan model yang silih berganti dalam waktu singkat untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Kebanyakan industri ini menggunakan bahan baku berkualitas buruk sehingga tidak tahan lama. Sosial media yang semakin berkembang membuat mudah dan cepatnya sebuah tren muncul maupun berubah. Fast fashion sendiri biasanya lebih mengedepankan tren terkini dan akan meninggalkan begitu saja ketika tren tersebut mulai meredup.

Konsep indsutri fast fashion membuat munculnya sikap konsumtif. Harga yang murah dengan model yang up to date membuat banyak orang berpikir untuk segera memilikinya sekarang sebelum tren berganti lagi.

Ritel fast fashion yang menyebar dan memiliki banyak cabang memudahkan konsumen untuk menjangkau produk-produk tersebut. Ritel fast fashion biasanya memproduksi pakaian sesuai dengan musim seperti merilis pakaian tebal dan hangat saat musim dingin dan juga pakaian dengan bahan katun atau linen dengan model yang lebih simpel untuk musim panas.

Sikap konsumtif ini lahir dari pemikiran untuk menggunakan pakaian sekali pakai demi mengikuti tren. Hal ini akan berdampak buruk dengan banyaknya pakaian yang akhirnya terbuang padahal masih layak pakai

Dampak yang ditimbulkan dari industri fast fashion tentu saja meresahkan bagi lingkungan. Bahan yang umumnya digunakan dalam industri fast fashion adalah serat sintetis seperti polyester, nylon, acrylic dan elastene yang membutuhkan biaya yang rendah untuk produksinya.

Menurut laporan International Union for Conversation of  Nature pada tahun 2017 bahwa bahan tekstil akan menjadi sumber polusi mikroplastik laut terbesar di dunia. Dapat diperkirakan bahwa 35% mikroplastik di lautan berasal dari proses pencucian serat sintetis termasuk polyester.

Bahan-bahan dari serat sintetis ini bergantung pada indsutri petrokimia karena didapatkan dari esktrasi bahan bakar fosil. Polyester juga tidak dapat terurai secara alami, saat dicuci bahan polyester mengeluarkan mikrofiber yang menjadi limbah plastik di laut sehingga dapat sangat berbahaya bagi lingkungan terutama organisme di laut.

Selain itu ada bahan katun yang terbuat serat alami yakni kapas namun dalam budidaya pertanian kapas petani banyak menggunakan pestisida yang meresap ke tanah dan dan dapat mencemari persediaan air serta menurunkan kualitas tanah.

Industri fast fashion berada pada tingkat kedua konsumen air terbesar yang menghasilkan 20% limbah dan juga menghasilkan lebih banyak gas emisi dibandingkan dengan penggabungan antara seluruh penerbangan internasional dan pelayaran maritim.

Fenomena membuang pakaian yang masih layak karena tren yang berubah ikut berdampak buruk pada lingkungan. Hal ini menjadikan banyaknya limbah pakaian yang dihasilkan dari perilaku konsumen seperti ini. Kain yang dibuang dan dibiarkan membusuk akan melepaskan gas metana ke udara yang merupakan salah satu penyebab terjadinya pemanasan global.

Solusi yang dapat kita lakukan untuk menanggulangi permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya indsutri fast fashion ini diantaranya seperti memilih fashion yang sustainable.

Secara harfiah merupakan aksi tanggung jawab dalam memilih pakaian dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan, sosial dam ekonomi.

Lalu kita juga bisa meminimalisir limbah pakaian dengan Menggunakan kembali pakaian yang dimiliki. Hal ini tentu sangat membantu mengurangi limbah pakaian dan membuat konsumen menjadi lebih hemat untuk pengeluaran pada pakaian setiap tahunnya. Mempadukan pakaian dengan tepat bisa membuat kita tetap terlihat trendy dan tidak ketinggalan zaman.

Mendonasikan pakaian yang masih layak pakai juga merupakan langkah yang baik. Hal ini dapat dilakukan apabila pakaian yang dimiliki sudah tidak pas secara ukuran maupun model namun masih sangat layak dipakai. Pasti pakaian-pakaian tersebut akan lebih berguna bagi orang lain daripada kita membuangnya begitu saja.

Bagi pakaian yang sudah rusak atau sobek bisa dimanfaatkan kembali dengan menjadikannya sebagai lap maupun keset atau didaur ulang menjadi pakaian hewan, sarung bantal, maupun pita rambut.

Dan yang terakhir adalah dengan membeli pakaian yang berkualitas dengan bahan yang premium adalah langkah baik dalam mengurangi limbah. Pakaian berkualitas biasanya memiliki daya tahan yang lebih lama meskipun terkadang memiliki harga yang sedikit lebih mahal. Memilih model pakaian yang "timeless" atau yang tak akan lekang oleh waktu juga bisa mengurangi intensitas membeli pakaian pada setiap tahunnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun