Mohon tunggu...
Fania Khalida
Fania Khalida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya Fania Khalida Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta Prodi Hukum Ekonomi Syariah semester 3

Kegiatan saya saat ini selain berkuliah san berorganisasi saya saat ini juga aktif di beberapa sosial media seperti instagram tiktok dll

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Buku Sosilogi Hukum Islam

5 Oktober 2024   02:08 Diperbarui: 5 Oktober 2024   02:08 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

MEREVIEW BUKU SOSIOLOGI HUKUM
 
Dibuat oleh :
Fania Khalida Khansa 23211115
Identitas Buku
Penulis: Sudirman Tebba
Judul Buku: Sosiologi Hukum Islam
Kota Terbit: Yogyakarta
Cetakan: pertama
Jumlah Hal: 147
Isi Bab : 2 Bab
 
A. Pendahuluan
Sosiologi hukum Islam adalah cabang ilmu sosiologi yang mempelajari dampak, peran, dan interaksi antara hukum Islam (syariah) dengan masyarakat, budaya, dan faktor-faktor sosial lainnya. Ini mencakup analisis tentang bagaimana hukum Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, struktur sosial, norma-norma, dan nilai-nilai dalam masyarakat Muslim, serta bagaimana hukum tersebut memengaruhi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial tersebut. Dengan kata lain, sosiologi hukum membuka pintu untuk menjelajahi bagaimana hukum dan masyarakat saling memengaruhi dalam proses perubahan yang tak henti. Dalam ulasan ini, kita akan menjelajahi inti buku ini, terutama dalam konteks pemahaman tentang pengantar sosiologi hukum Islam. Hukum Islam memiliki karakter tersendiri, yang tidak memiliki kesamaan atau berbeda dengan karakteristik sistem hukum lain yang berlaku di dunia. Salah satu contoh dari karakteristik hukum Islam yaitu menyedikitkan beban dan tidak memberatkan, agar hukum yang diturunkan oleh Allah swt. dapat dilaksanakan oleh manusia sehingga dapat tercapai tujuan diturunkannya syariat dan manusia dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
 
Bab 1
a. Memperkenalkan sosiologi Hukum Islam
Karakteristik dan Pendekatan Aspek Sosial Hukum Islam, Mempelajari sejarah sosial hukum Islam berarti mempelajari hukum itu sendiri. Hukum Islam telah berkembang secara kompleks sehingga melahirkan ulama dan cendekiawan dengan karya tulisnya yang dijadikan sebagai khazanah yang tidak bisa dinilai dengan materi. Setiap hukum tentunya memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang membedakan satu dengan yang lainnya. Karena itu, hukum Islam mudah dipahami dan bisa diterima di berbagai lapisan masyarakat. Sosiologi hukum maupun sosiologi hukum Islam merupakan ilmu pengetahuan yang relatif baru dalam perkembangannya. Salah satu dari kegunaan sosiologi hukum Islam antara lain menganalisis pengaruh timbal balik antara dinamika perubahan hukum dengan perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat. Wilayah kajian sosiologi hukum tidak hanya seputar dunia ilmu hukum saja, akan tetapi meliputi hukum yang hidup di masyarakat.  Islam, Kristen, dan Yahudi memiliki lebih banyak unsur pemersatu daripada titik seteru. Ada banyak kesamaan terkait dengan isi kitab suci maupun kisah tentang para nabi. Dan masing-masing agama memiliki ruang lingkup masing-masing. Penegakan hukum dalam konteks law enforcement sering diartikan dengan penggunaan force (kekuatan) dan berujung pada tindakan represif. Penegakan hukum saja tidaklah cukup tanpa tegaknya keadilan. Karena tegaknya keadilan itu diperlukan guna kestabilan hidup bermasyarakat, hidup berbangsa, dan bernegara.
 
b. Perubahan fungsi syariat islam
Hukum  Islam  dikenal  sebagai hukum  transedental  yang  memiliki validitas  tersendiri  dan  sama  sekali berbeda  dengan  hukum  buatan  manusia. la adalah  hukum Allah  yang  secara  tegas dan  jelas  didasarkan  atas  wahyu  yang oleh  karena  itu  secara  teoritik  ia  tidak mungkin  untuk  diubah Perubahan-perubahan  sosial  dalam masyarakat terjadi karena berbagai  sebab, baik  yang  bersifat  internal  maupun eksternal.  Suatu  perubahan  sosial  lebih mudah  terjadi  jika  suatu  kelompok masyarakat  sering  melakukan  kontak dengan  kelompok  masyarakat  lainnya. Sedangkan  perubahan  sosial  akan  sulit terjadi  jika  masyarakat  bersikap  mengagungkan masa lalu, adanya  kepentingan-kepentingan yang  tertanam  kuat,  prasangka  buruk terhadap  hal-hal  baru  atau  hambatan ideologis tertentu. Perubahan-perubahan  sosial  dan perubahan  hukum  ataupun  sebaliknya,  dalam berbagai  peristiwa  sering  kali  tidak  berjalan bersama-sama.  Artinya,  perkembangan  hukum bisa  jadi  tertinggal  oleh  perkembangan  dalam masyarakat,  peradabannya, ataupun budayanya. Keadaan yang sebaliknya juga bisa terjadi, yakni  bahwa  hukum  mendahului fenomena  masyarakat,  sehingga  tidak mengakar  dalam  masyarakat.  Jika hal  itu terjadi,  maka  timbullah  social  lag,  yaitu suatu  keadaan  di  mana  terjadi ketidakseimbangan  perkembangan  antar beberapa lembaga kemasyarakatan, dalam konteks  ini  antara  lembaga  hukum  dan perkembangan masyarakat
 
c. Hukum antar Agama
Hukum antar agama merujuk pada norma dan aturan yang mengatur hubungan antara pemeluk agama yang berbeda. Ini mencakup prinsip-prinsip yang mempromosikan toleransi, kerukunan, dan saling menghormati antar komunitas agama. Hukum ini sering kali diatur dalam konteks perundang-undangan suatu negara atau melalui kesepakatan antar pemimpin agama untuk mencegah konflik dan menjaga harmoni sosial. Dalam konteks global, hukum antar agama juga dapat merujuk pada dialog antaragama dan upaya untuk menyelesaikan perbedaan melalui kerjasama dan pemahaman. Hukum ini mencerminkan dinamika sosial, nilai-nilai budaya, dan struktur kekuasaan yang mempengaruhi hubungan antar komunitas. Ia berperan dalam menciptakan konsensus dan harmoni, serta mengatasi konflik yang mungkin muncul akibat perbedaan keyakinan. Penekanan pada interaksi sosial dan bagaimana hukum berfungsi dalam praktik sehari-hari menjadi kunci dalam memahami fenomena ini.
 
d. Urgensi pembaruan fiqh ekonomi
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dirasakan sudah tidak mampu mengakomodir kepentingan masyarakat terhadap ekosistem halal di Indonesia Karena itu, perlu adanya pembentukan serangkaian pembaharuan aturan yang signifikan terhadap Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Supaya dapat mencakup berbagai aspek penting dalam kehidupan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang sesuai dengan nilai-nilai lokal. Poin pentingnya dalam pembaharuan tersebut adalah salah satunya dalam sektor bisnis. Agar peningkatan perlindungan bagi pelaku usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM). Maka dari itu, pemerintah telah memperkuat mekanisme pembiayaan syariah untuk UMKM serta menyediakan insentif pajak yang lebih menguntungkan bagi bisnis yang mengadopsi prinsip-prinsip ekonomi syariah. Dalam upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan syariah. Pembaharuan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah juga mencakup penyederhanaan prosedur perizinan dan regulasi bagi lembaga keuangan syariah. Dimana langkah ini diharapkan dapat memperluas penetrasi ekonomi syariah di kalangan masyarakat yang lebih luas. Selain itu, aturan ini juga mencakup peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik ekonomi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Seperti riba, spekulasi, dan praktik bisnis yang merugikan masyarakat. Dengan adanya pembaharuan ini, Indonesia menunjukkan bahwa negara dengan mayoritas muslim dapat mengintegrasikan prinsip-prinsip syariah ke dalam kerangka hukumnya tanpa mengorbankan pluralisme dan kesetaraan dalam sistem hukum nasional. Dan ini juga menjadi landasan yang kuat dalam membangun ekonomi yang berkelanjutan dan berdaya saing di tingkat global.
 
e. Pembaruan pemikiran zakat
Dalam pandangan beberapa Ulama', ada keterkaitan antara kekafiran dan kefakiran. Seseorang yang fakir miskin pada umumnya menyimpan kedengkian kepada orang yang mampu. Sedangkan dengki akan melenyapkan semua kebaikan. Lebih jauh, kedengkian yang mendalam juga akan menodai agamanya dan ketidak ridlaan atas apa yang mereka peroleh. Sehingga terhadap agamanyapun, pada akhirnya mereka membohongkannya.5 Dalam konteks ini, fakir memiliki bahaya laten bagi eksistensi keislaman seseorang. Untuk itulah, Islam memiliki agenda untuk mengentaskan masyarakat dari keterpurukan kemiskinan dan berbagai akibat yang timbul. Maka, zakat sebagai agen perubahan dari miskin ke kaya tidak tepat jika hanya dimaknai sekedar sebuah kewajiban seorang individu memberikan kelebihannya kepada orang miskin. Akan tetapi, yang jauh lebih penting adalah berupaya untuk menjadikan orang miskin keluar dari kemiskinannya. Upaya ini meniscayakan pengentasan kemiskinan dapat dilakukan secara efektif, jika berangkat dari upaya untuk mengatasi sebab-sebabnya. Maka, menjadi penting untuk menganalisa lebih dahulu sebelum mengalokasikan zakat pada orang miskin; atas sebab apa sebuah kemiskinan terjadi pada diri seseorang. Surat al-Baqarah 273 menyatakan: Berinfaqlah kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang-orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, meeka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Ibn Katsir menjelaskan, bahwa memelihara diri dari meminta-minta adalah tidak mendesak orang lain untuk memberi sesuatu serta tidak membebani orang lain akan apa yang mereka butuhkan. Maka bagi siapa yang meminta suatu hal namun ia sendiri belum membutuhkan, sesungguhnya ia telah mendesak dan membebani orang lain. Inilah penafsiran yang dilekatkan terhadap orang miskin yang berjihad di jalan Allah SWT dalam ayat di atas.Tersirat dalam penafsiran ayat tersebut bahwa orang miskin yang pantas untuk diberi harta zakat adalah mereka yang tetap berjuang memperjuangka
 
f. Dinamika hukum islam: zakat pertanian dan keadilan sosial
Dari berbagai jenis atau macam harta objek zakat, ada yang wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 10 %, yaitu tanam-tanaman (hasil pertanian, makanan pokok) yang pengairannya tidak memerlukan ongkos dan tenaga manusia, ada yang sebesar 5 %, yaitu tanam-tanaman yang pengairannya memerlukan ongkos dan tenaga manusia, dan zakatnya dibayarkan pada waktu panen. Ada beberapa jenis harta yang terkena wajib zakat 2, 5 % , yaitu mata uang dengan segala jenisnya, emas, perak dan harta yang diperdagangkan, zakatnya dibayarkan setahun sekali. Ada lagi zakat hewan ternak yang diatur amat rapi pengeluaran zakatnya. Ada pula harta yang ditemukan dari dalam bumi, yakni barang tambang, kekayaan laut, atau harta karun yang disebut rikaz, zakatnya 20 %, tidak mensyaratkan haul (masa satu tahun) dan dikeluarkan sekali saja pada saat diperoleh setelah dibersihkan.  Para pengelola zakat (amil) harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang harta yang wajib dizakati dan yang tidak wajib dizakati. Juga masalah zakat membutuhkan ijtihad atau upaya penggalian hukum di tengah perkembangan yang terjadi di masyarakat Para ulama menggunakan metode ijtihad (penggalian hukum berdasarkan nash yang ada) dan qiyas (analogi hukum) dalam menetapkan jenis-jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya di masa kini. Salah satu potensi zakat yang besar dalam perekonomian modern adalah zakat perusahaan. Meski tidak ada dalil yang bersumber langsung dari Rasulullah SAW, namun dikembalikan kepada prinsip sumber zakat ialah prinsip an-nama' atau al istinma (prinsip produktif) dan di luar kebutuhan pokok berdasarkan dalil-dalil umum zakat dalam Al Quran dan Sunnah. Penetapan kewajiban zakat atas jenis-jenis harta yang tumbuh dan berkembang dalam perekonomian modern menunjukkan betapa hukum Islam sangat responsif terhadap perkembangan zaman. Dinamika dan elastisitas hukum zakat menunjukkan semangat keadilan yang menjiwai keseluruhan ajaran Islam. Prof. Afif Abdul Fatah Thabbarah Ruh al-Din al-Islamy mengatakan bahwa aturan dalam Islam itu bukan saja sekedar berdasarkan pada keadilan bagi seluruh ummat manusia, akan tetapi sejalan dengan kemaslahatan dan kebutuhan hidup manusia, sepanjang zaman dan keadaan, walaupun zaman itu bebeda dan berkembang dari waktu ke waktu. Penggunaan ijtihad tidak diragukan mendapat tempat dalam pengembangan fiqih zakat, yaitu ijtihad dalam definisi seperti diutarakan Abdul Hamid Hakim dalam kitab ushul fiqih Al Bayan, yaitu mencurahkan segenap upaya untuk mendapatkan hukum syar'i dengan mengistimbatkannya (menggali dan mendapatkannya) dari Kitabullah dan Sunnah. Namun tentu saja perlu ada batasan ijtihad agar tidak salah kaprah. Apa yang sudah jelas dalam Al Quran tidak perlu difatwakan lagi. Dalam kaitan ini para ulama perlu memiliki pemahaman yang luas tentang syariah untuk bisa menggali hukum-hukum Al Quran dan Sunnah serta menemukan kontekstualisasinya dengan kehidupan kontempore
 
g. Mengurangi perzinaan: alternatif hukum perkawinan Islam
Kata zina berasal dari bahasa arab, yaitu zanaa-yazni-zinaa-aan yang bera rti  atal  mar-ata  min  ghairi  'aqdin  syar'iiyin  aw  milkin,  artinya  menyetubuhi wanita tanpa diketahui akad nikah menurut syara'  atau disebabkan wanitanya budak belian. Zina menurut fiqh adalah persetubuhan antara laki-laki dan  perempuan  tanpa  ada  ikatan  perkawinan  yang  sah,  yaitu memasukkan  kelamin laki-laki ke dalam kelamin perempuan, minimal sampai batas hasyafah (kepala zakar) Persetubuhan yang diharamkan dan dianggap zina adalah persetubuhan di dalam farji, di mana zakar di dalam farji seperti batang celak di dalam botol celak atau seperti timba di dalam sumur. Persetubuhan dianggap zina, minimal dengan terbenamnya hasyafah (pucuk zakar) pada farji, atau yang sejenis hasya fahjika  zakar  tidak  mempunyai  hasyafah,  dan  menurut  pendapa tyang  kuat, zakar tidak disyaratkan ereksi. Menurut Abdul Halim Hasan, zina artinya seorang laki laki memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan perempuan, dengan  tidak  ada  nikah  dan  terjadinya  tidak  pula  dengan  subhat. Pengertian  ini hampir serupadengan pengertian yangdikemukakan oleh Abdul Djamali, yakni zina  adalah  perbuatanmemasukkan  kemaluan  laki-laki  sampai  katuknya  ke dalamkemaluan perempuan yang diinginkan. Menurut Abdul Halim Hasan,  zina artinya seorang  laki-lakimemasukkan kemaluannya  ke  dalam  kemaluan  perempuan,dengan  tidak  ada  nikah  dan terjadinya  tidak  pula  dengan  subhat. Pengertian  ini  hampir  serupa  dengan pengertian yang dikemukakan oleh Abdul Djamali, yakni zina adalah perbuatan memasukkan kemaluan laki-laki sampai katuknya ke dalam kemaluan perempuan yang diinginkan. Adapun menurut ulama fiqih pengertian zina adalah memasukkan  zakar  ke  dalam  farji  yang  haram  dengan  tidak subhat.  Dan menurut  Ibnu  Rusyd  pengertian  zina  adalah persetubuhan  yang  dilakukan bukan karena nikah yang sah/semunikah dan bukan  karena pemilikan hamba sahaya.  Sedangkan menurut  Hamka,  berzina  adalah  segala  persetubuhan  di luarnikah,  dan  di  juzu'  yang  lain  beliau  mendefinisikan  zina  sebaga  segala persetubuhan yang tidak disyahkan dengan nikah, atau yang tidak syah nikahnya. Dalam Ensiklopedi  Hukum Pidana  Islam disebutkan  definisizina menurut beberapa madzhab, yang meskipun berbeda redaksi tetapi sebenarnya maksudnya  sama yaitu  persetubuhan  antaralaki-laki dan  perempuan yang  dilakukan oleh  mukallaf  yang  tidak terikat  oleh  perkawinan  yang  sah. Zina  merupakan tindak  pidana  yang  diancam  dengan hukuman  udd  atau  ad,  yakni  suatu hukuman yang diberlakukan terhadap pelanggaran yang menyangkut hak Allah. Dengan  demikian,  hukuman tindak  pidana  zina  telah diatur  oleh  Alquran karena merupakan hak Allah swt. Secara mutlak. Dalam rancangan undang-undang (RUU) KUHP telah dirumuskansanksi tindapidana zina yang baru.   Yaitu pada pasal 484disebutkan  tentang ancaman hukuman  untuk  perbuatan  zina adalah  lima  tahun  penjara.  Dan  diancam pidana maksimal dua tahun penjara bagi pelaku kumpul kebo, yaitu perbuatan tinggalserumah tanpa ada ikatan perkawinan Meskipun belum sah diundangkan, tapi setidaknya ada perencanaan perubahan sanksi zina. Dan sepertinya terja diperluasan kriteria zina. Buktinya dalam RUU KUHP tersebut telah disebutkan  definisi  kumpul  kebo,  yaitu  perbuatan  tinggalserumah  tanpa  ada  ikatan perkawinan. Namun  demikian, yangterjerat hukuman  hanya yang  melakukan perbuatan  tinggal serumah,  sedangkan  persetubuhan  yang  dilakukan  oleh merekayang belum  menikah dan tidak  tinggal serumah tetap  tidak bisadijerat hukum.
 
h. Pandangan hukum islam tentang pengguguran kandungan
Dalam dunia medis, istilah aborsi berarti  sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibunya. Sementara itu dalam Bahasa Arab, aborsi disebut dengan istilah al-Ijhadh. Kata al-Ijhadh berasal dari kata ajhadha-yajhidhu yang memiliki arti 'wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya'. Dalam kitab al Misbah al Munir juga disebutkan bahwa aborsi dalam fikih disebut isqath (menggugurkan), ilqaa (melempar), atau tharhu (membuang). Para ulama diketahui memiliki pendapat berbeda tentang aborsi ini. Mazhab Imam Hanafi menilai aborsi mubah atau boleh tanpa sebab atau 'udzur selagi belum ada tanda-tanda kehidupan dan usia kandungan belum mencapai usia 120 hari. Jika janin telah berusia 4 bulan, Allah SWT telah meniupkan ruh ke dalam janin tersebut.
Meski demikian, ada beberapa ulama dari mazhab ini yang menyebut aborsi makruh jika menggugurkan tanpa sebab dan udzur. Sebab-sebab udzur ini di antaranya; dikhawatirkan karena mengancam kesehatan ibu sebab penyakit yang ganas, atau dapat menyebabkan janin cacat, dan sebagainya. Sebagian ulama ini pula menyatakan mutlak hukumnya adalah mubah atau boleh jika menggugurkan kandungan karena sebab 'udzur (darurat). Imam Maliki menilai menggugurkan kandungan adalah haram, meski usia kandungan belum mencapai 40 hari. Para ulama ini berpatokan pada QS Al-Mu'minun ayat 13 yang berisi, "Kemudian Kami menjadikannya nuthfah (setetes mani) dalam tempat berdiam yang kokoh." Tidak boleh janin dikeluarkan dari tempatnya kecuali dengan satu sebab yang syar'i. Dalam mazhab Syafi'i, dibolehkan menggugurkan janin sebelum berusia 40 hari. Namun ada pendapat lain yang menyatakan janin memiliki kehormatan sehingga apapun kondisinya tidak boleh dirusak. Sebagian imam dalam mazhab ini menilai menggugurkan kandungan diizinkan dalam dua tahapan, saat masih berupa nuthfah (setetes mani) dan 'alaqah (segumpal darah) dan sebelum ke tahapan mudhghah (segumpal daging). Allah SWT dalam QS Al-Hajj ayat 5 berfirman, "Maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya (berbentuk) dan yang tidak sempurna..".Segumpal daging itu pada awalnya tidak ada bentuknya. Apabila Allah SWT menghendaki untuk menyempurnakan penciptaannya, mulailah terbentuk kepala, dua tangan, dada, perut, dua paha, dua kaki, dan anggota tubuh lainnya. Namun, apabila Allah tidak menghendaki segumpal daging itu berkembang menjadi manusia, rahim pun mengeluarkannya (keguguran). Dalam Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Abu Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari hadits Dawud ibnu Abi Hindun, dari asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud ra, beliau berkata, "Apabila nuthfah telah menetap dalam rahim, malaikat yang menjaga rahim atau janin mengambilnya dengan telapak tangannya, lalu bertanya, 'Wahai Rabbku, apakah akan disempurnakan kejadiannya atau tidak?' Kalau dijawab tidak disempurnakan kejadiannya, nuthfah tersebut tidak akan menjadi satu jiwa dan akan dikeluarkan oleh rahim dalam bentuk darah. Apabila dijawab disempurnakan kejadiannya, malaikat akan bertanya lebih lanjut, 'Wahai Rabbku, apakah jenisnya laki-laki ataukah perempuan? Apakah dia golongan yang sengsara ataukah yang bahagia? Kapan ajalnya? Apa yang diperbuatnya? Di bumi manakah dia akan meninggal?'."Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin berpandangan, ketika seorang wanita dipastikan hamil, maka tidak boleh kandungannya digugurkan kecuali karena sebab yang syar'i. Misalnya, dokter menganalisis janin tersebut memiliki cacat yang menyebabkan dia tidak bisa hidup dengan semestinya. Ketika alasan itu muncul, maka boleh dilakukan pengguguran karena adanya kebutuhan. Meski ada perbedaan pendapat tentang hukum menggugurkan kandungan sebelum peniupan ruh, lain halnya dengan pendapat ulama tentang hukum menggugurkan kandungan setelah peniupan ruh. Para ulama menyepakati jika menggugurkan kandungan setelah ruh ditiup adalah tindakan yang haram. Ketentuan tersebut didasari oleh hadits tentang waktu peniupan ruh yaitu pada saat kandungan memasuki usia 4 bulan.Setelah ruh ditiupkan pada bayi dalam kandungan, maka secara otomatis bayi tersebut telah hidup menjadi seorang manusia. Maka, tentu saja tindakan untuk menggugurkannya sama dengan tindakan pembunuhan yang haram untuk dilakukan jika tidak ada sebab-sebab darurat. Syaikh Shalih Fauzan hafidahullah mengatakan apabila ruh telah ditiupkan ke dalam kandungan (janin) kemudian janin itu mati karena aborsi, maka itu salah satu bentuk pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT. Syaikh Shalih Fauzan juga menyebut pelaku aborsi harus membayar kafarat yang berupa memerdekakan seorang budak. Apabila ia tidak mendapatkan budak, penggantinya adalah berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai bentuk tobat kepada Allah.
 
i. Pandangan hukum islam tentang orang tinju
Dalam pertandingan tinju ada banyak pihak yang berperan dalam sebuah pertandingan tinju profesional. Dalam undang-undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1984 tentang Olahraga Profesional serta rules and regulations yang ada pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Komisi Tinju Indonesia (KTI), selaku induk organisasi olahraga profesional di Indonesia, mengadopsi aturan dari badan tinju dunia Oriental and Pacific Boxing Federation (OPBF), yang merupakan lembaga terpenting dalam tinju dunia Adapun unsur yang dapat menggugurkan pertanggungjawaban pidana, tidak ditemukan terhadap manager serta yang lainya, seperti unsur tidak tahu, dikarenakan ketetapan suatu pertandingan tinju ada aturan baku yang harus ditaati tahap demi tahap. Ketika tahapan demi tahapan tersebut tidak dijalankan, maka berbagai macam konsekuensi akan terjadi. Salah satu konsekuesi yang terburuk adalah matinya seorang petinju, dan tentu seorang manager dan yang lainnya mengerti betul akan hal ini, jadi dari semula segala konsekuensi bisa terjadi namun manager dan yang lainya tetap melaksanakan suatu pertandingan tinju. berdasarkan hal tersebut, sudah jelas unsur kelalaian yang timbul dari pertandingan tersebut serta unsur tidak tahu, tidak dapat diterima untuk mengubah pertanggungjawaban pidana. Begitu pula pengaruh lupa yang bisa menggubah pertanggungjawaban pidana, tidak dapat diterima terhadap wasit yang memimpin pertandingan. Lupa disini diartikan dengan tidak siapnya sesuatu pada waktu yang diperlukan, seperti dalam contoh kasus kematian petinju Jack Ryan yang melawan Syamsul. Sebelum dinyatakan KO, sebenarnya pada awal ronde ke delapan pertandingan tersebut sudah harus dihentikan oleh wasit, sebab pertandingan tersebut sudah tidak seimbang, namun wasit terlambat mengghentikan pertandingan maka terjadiah musibah tersebut. Tidak siapnya wasit tersebut untuk menghentikan pertandingan pada waktunya telah dianggap lalai, jadi unsur lupa tidak bisa dijadikan alasan untuk gugurnya suatu pertanggungjawaban bagi seorang wasit. Olahraga tinju memang digolongkan olahraga yang ekstrem. Memang terdapat unsur kerelaan menjadi sasaran pukul dari masingmasing petinju, akan tetapi kerelaan tersebut haruslah sesuai dengan aturan tinju. Hal- hal yang diatur dalam pertandingan tinju mengenai daerah pukulan yang tidak diperbolehkan diantaranya: memukul bagian perut di bawah pusar, karena dapat mengakibatkan akan terjadi hal-hal yang fatal, atau boleh jadi pukulan tersebut mengenai tempat yang vital dikarenakan posisi dari masing-masing petinju. Semisal petinju A mau memukul petiju B di bagian mukanya tapi bersamaan dengan itu, kaki dari petinju B tergelincir ke depan seketika itu juga pukulan petinju A mengenai bagian otak belakang petinju B, di mana bagian tersebut dilarang karena dapat berakibat fatal bagi petinju lawan dan dapat mengghantarkan kematian. Jadi unsur kerelaan dan kekeliruan tidak akan menghapus suatu pertanggungjawaban pidana. Hukuman pokok dalam pembunuhan kesalahan adalah diyat dan kafarat. Hukuman penggantinya adalah puasa dan ta'zir dan hukuman tambahannya adalah hilangnya hak waris dan hak mendapat wasiat 70; 1. Membayar diyat, diperingankan yang dibebankan atas keluarga pembunuh pelunasanya bisa di anggsur sampai 3 bulan. 2. Membayar kafarat, memerdekakan budak muslim yang tanpa cacat, bilamana pelaku pembunuhan tidak bisa merealisasikan hal ini, maka ia diwajibkan puasa 2 bulan berturut-turut
 
Bab 2
a. hukum islam dan pembinaan hukum nasional  
Kilas balik Posisi dan Kontribusi Hukum Islam di Indonesia Dalam aspek  historis,  perjalanan hukum  Islam dapat  di  lihat dari  kehendak  yang  digariskan  dalam  politik  hukum  negara penjajah (Belanda). Sejak berdirinya VOC, pemerintah Belanda mengakui  eksistensi  hukum  Islam  seperti  hukum kekeluargaan,  hukum  perkawinan  dan  hukum waris.  Bahkan hukum  kekeluargaan  diakui  dan  diterapkan  dalam  bentuk peraturan baik Luasnya masalah yang menyangkut persoalan hukum Islam di tanah air kita, yang tidak mungkin dibahas semua pada kesempatan ini, maka ruang lingkup uraian ini dibatasi pada beberapa hal saja yang langsung berhubungan dengan judul makalah, berturut-turut adalah tentang (1) pembinaan hukum nasional, (2) kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia sekarang, (3) kedudukan hukum Islam dalam proses pembinaan hukum nasional dan (4) prospek hukum Islam dalam tata hukum nasional yang akan datang. Perkembangan hukum Islam di negara-negara Islam dan negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam di masa yang akan datang, menurut penglihatan saya, akan menunjukkan keragaman dan kesatuan. Keragaman itu akan terlihat pada bidang-bidang hukum ekonomi, perdagangan internasional, asuransi, perhubungan (laut, darat dan udara) perburuhan, acara, susunan dan kekuasaan peradilan, administrasi dan Iain-lain bidang hukum yang menurut istilah Profesor Supomo merupakan bidang hukum yang kurang Iebih bersifat netral. Namun, mengenai hukum keluarga yakni hukum perkawinan dan hukum kewarisan, kendatipun di sana sini akan terdapat atau kelihatan nuansa-nuansa, namun secara keseluruhan bidang hukum ini akan menunjukkan ciri kesatuan.
 
Kesimpulan
Buku berjudul "Sosiologi Hukum Islam" karya Sudirman Tebba adalah sebuah karya yang mendalam yang mengeksplorasi berbagai konsep dalam sosiologi hukum Islam. Buku ini diterbitkan oleh CV. UII Press Yogyakarta pada tahun 2003 dan terdiri dari 147 halaman. Karya ini hadir sebagai upaya memberikan pemahaman menyeluruh terkait interaksi hukum Islam dengan konteks sosial, budaya, serta perkembangan masyarakat. Dengan pendekatan yang komprehensif, buku ini menguraikan teori, sejarah, metode, dan penerapan hukum Islam dalam perspektif sosiologi. Struktur buku terbagi menjadi 2 bab yang masing-masing membahas tema spesifik mengenai hubungan antara hukum Islam dan sosiologi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun