Berkembangnya teknologi berpengaruh terhadap segala perubahan pada setiap aspek kehidupan manusia yang memanfaatkannya, termasuk dalam hal bersosialisasi. Yang menciptakan kehidupan baru setelah dunia nyata. ‘Media sosial’, begitulah kebanyakan orang memanggilnya.
Media sosial menjadi salah satu fenomena yang sangat diminati akhir-akhir ini. Karena didalamnya kita dapat dengan leluasa menjalin silaturahmi dengan pengguna lain, melihat konten video atau foto, hingga mendapatkan informasi terkini. Beberapa produk yang dibawakannya yaitu Facebook, WhatsApp, Instagram, Tiktok, X(Twitter), dan masih banyak lagi. Sehingga dengan berbagai macam aplikasi tersebut, banyak orang yang kalap dan menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk menatap layar ponsel.
Dikutip dari We are Social, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 5,04 milyar orang pada tahun 2024 (naik 266 juta atau 5,6% dari tahun 2023). Dengan rata-rata penggunaan media sosial setiap hari sekitar 3 jam 11 menit.
Namun, apa pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental kita, dan mengapa kita betah berlama-lama berada di dalamnya?.
Bermain media sosial dapat menstimulus peningkatan produksi dopamin pada otak. Dopamin adalah hormon yang berhubungan dengan perasaan senang. Hormon ini dapat meningkat ketika seseorang mengalami sensasi yang menyenangkan. Seperti berolahraga, bernyanyi, membaca buku, mengonsumsi makanan enak dan lain sebagainya. Tapi, dalam kasus media sosial ini berbeda, karena saat bermain media sosial kita tidak perlu mengeluarkan effort atau usaha lebih untuk melakukannya—sehingga hormon dopamin meningkat secara instan.
Terus apa bedanya memperoleh dopamin dengan dan tanpa usaha?. Ketika kita memperoleh kesenangan dengan usaha (contohnya saat berolahraga), maka otak akan memproduksi dopamin secara berangsur. Saat selesai berolahraga hormon tersebut akan menurun secara perlahan, dan sensasi senang yang dihasilkan juga akan terasa lebih lama. Namun ketika kita memperoleh kesenangan dengan cara yang instan, dopamin melonjak secara tiba-tiba dan akan menurun secara drastis setelahnya. Hal ini menjadi alasan mengapa kita merasa gelisah atau cemas berlebih ketika selesai bermain media sosial, yang membuat kita tidak tahan untuk mengaksesnya lagi dengan tujuan mendapatkan kembali kesenangan instan-nya. Efek ini hampir sama ketika manusia mengonsumsi obat-obatan terlarang yang membuat kecanduan.
Maka dari itu, bijaklah dalam bermain media sosial dengan tidak mengaksesnya nya secara berlebihan. Kita harus pandai menggunakan waktu dengan sebaik mungkin dan menyalurkannya melalui aktivitas atau kegiatan lain yang lebih bermanfaat.
Fani Aditia
Irenne Putren S.Pd., M.Pd.
Bahasa Indonesia
Fakultas Ekonomi & Bisnis / Akuntansi S1
Universitas Pamulang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H