Mohon tunggu...
fania eka
fania eka Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah orang yang berhobi memasak, dan suka menonton sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pengaplikasian Akad RAHN di dalam Lembaga Keuangan Syariah

21 Mei 2024   22:58 Diperbarui: 21 Mei 2024   23:06 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Produk berbasis syariah kini semakin banyak ditemui di Indonesia, dan pegadaian pun tidak terkecuali. Perum Pegadaian telah mengeluarkan produk berbasis syariah yang diberi nama pegadaian syariah. Secara umum produk Syariah memiliki karakteristik, salah satu karakteristik produk yang berbasis syariah adalah bahwa mereka tidak memberikan bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menciptakan mata uang sebagai alat pertukaran daripada komoditas yang bertransaksi, dan menjalankan bisnis dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari komoditas tersebut. Selain itu, mereka menjalankan bisnis dengan tujuan mendapatkan uang untuk jasa dan pembagian keuntungan.

Berdirinya berbagai lembaga keuangan syariah dan diterbitkannya berbagai instrumen keuangan berbasis syariah menandai berkembangnya sistem keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah berbeda dengan lembaga keuangan konvensional dalam hal tujuan, mekanisme, kewenangan, ruang lingkup, dan tanggung jawabnya. Setiap lembaga dalam lembaga keuangan syariah merupakan bagian integral dari sistem keuangan syariah.

Syari'at Islam memerintahkan orang-orang untuk membantu satu sama lain dalam semua hal, baik itu melalui pemberian atau pinjaman. Dalam hal pinjaman, hukum Islam menjaga kepentingan kreditur atau orang yang memberi pinjaman agar tidak dirugikan. Oleh karena itu, kreditur diperbolehkan meminta barang kepada debitur sebagai jaminan atas pinjamannya. Penggadaian sudah menjadi kebiasaan sejak dahulu kala dan sudah diakui sebagai adat kebiasaan. Gadai sendiri sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw, dan Nabi sendiri yang mengamalkannya. Bukan hanya pada zaman Nabi saja, gadai masih berlaku hingga saat ini.

Pegadaian Syariah adalah salah satu lembaga keuangan syariah nonbank di Indonesia. Pegadaian merupakan Salah satu solusi bagi masyarakat, ketika seseorang membutuhkan dana dalam kondisi yang mendesak dan cepat,sedangkan yang bersangkutan tidak memiliki dana cash atau tabungan maka pendanaan pihak ketiga menjadi alternative pemecahannya. Saat mengakses jasa perbankan bagi beberapa masyarakat akan menghadapi administrasi dan persyaratan yang rumit, sehingga sebagian orang akan datang pada rentenir, meski dengan bunga yang cukup tinggi. Bagi sebagian orang memiliki harta yang bisa dijadikan agunan, maka pegadaian pilihannya, sebab transaksi gadai paling aman, legal dan terlembaga.

Dalam kehidupan nyata di pegadaian syariah terlihat ada yang sesuai dan ada pula yang tidak sesuai dengan syarat akad sebagaimana mestinya. Ada pula yang tidak sesuai dengan ketentuan kontrak sebagaimana mestinya. Pegadaian syariah dapat memanfaatkan gadai syariah sebagai fungsi sosial (konsumtif) yang sifatnya mendesak, selain untuk tujuan komersil, didominasi oleh fungsi-fungsi komersial yang produktif, namun bila dikaji latar belakangnya, baik secara implisit maupun eksplisit mendukung dan mengarah pada fungsi-fungsi sosial (kebutuhan sehari-hari). 

Dengan usaha gadai, masyarakat tidak perlu takut kehilangan barangbarang berharganya dan jumlah uang yang diinginkan dapat disesuaikan dengan harga barang yang dijaminkan. Perusahaan yang menjalankan usaha gadai disebut perusahaan pegadaian dan secara resmi satu satunya usaha gadai di Indonesia hanya dilakukan oleh Perum Pegadaian.

Gadai adalah jenis perjanjian utang di mana orang yang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap itu tanggung jawabnya. Orang yang menggadaikan (orang yang berhutang) memiliki barang jaminan, tetapi penerima gadai (yang berpiutang) memilikinya. Dalam hukum Islam, konsep ini disebut sebagai rahn atau gadai.

Akad rahn bertujuan agar pemberi pinjaman lebih mempercayai pihak yang berutang. Pemeliharaan dan penyimpanan barang gadaian pada hakekatnya adalah kewajiban pihak yang menggadaikan (rahn), namun dapat juga dilakukan oleh pihak yang menerima barang gadai (murtahin) dan biayanya harus ditanggung rahin. 

Besarnya biaya ini tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Dalam rahn, barang gadaian tidak otomatis menjadi milik pihak yang menerima gadai (pihak yang memberi pinjaman) sebagai pengganti piutangnya. Dengan kata lain fungsi rahn di tangan murtahin (pemberi utang) hanya berfungsi sebagai jaminan utang dari rahin (orang yang berutang). Namun, barang gadaian tetap milik orang yang berutang.

Rahn Disebut juga dengan al-habsu yang artinya menahan. sedangkan menurut syari'at islam gadai berati menjadikan barang yang memiliki nilai menurut syari'at sebagai jaminan hutang, hingga orang tersebut dibolehkan mengambil hutang atau mengambil sebagian manfaat barang tersebut. Pemilik barang gadai disebut rahin dan orang yang mengutangkan yaitu orang yang mengambil barang tersebut serta menahannya disebut murtahin, sedangkan barang yang di gadaikan disebut rahn.

Para ulama' fiqih sepakat menyatakan bahwa ar-rahn boleh dilakukan dalam perjalanan dan dalam keadaan hadir di tempat, asal barang jaminan itu bisa langsung di pegang/dikuasai (alqabdh) secara hukum oleh pemberi hutang. Maksudnya karena tidak semua barang jaminan dapat dipegang/dikuasai oleh pemberi piutang secara langsung, maka paling tidak ada semacam pegangan yang dapat menjamin barang dalam keadaan status al- marhun (menjadi agunan utang). Misalnya apabila barang itu berbentuk sebidang tanah, maka yang dikuasai (al-qabdh) surat jaminan tanah.

Akad rahn digunakan untuk pinjaman yang diberikan oleh Gadai Syariah kepada nasabah (rahin). Dalam hal ini, Gadai Syariah menahan harta milik nasabah sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan kepadanya, sehingga Gadai Syariah memiliki hak untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian dari piutangnya jika nasabah (rahin) tidak membayar.Dalam akad rahn, rukun-rukunnya terdiri dari rahin (yang menyerahkan barang), murtahin (yang menerima barang), marhun (yang digadaikan), dan mahrum bih (hutang). Selebihnya merupakan turunan dari adanya ijab dan qobul.

Dalam implementasi akad rahn di lembaga keuangan syariah ada dua jenis, yaitu akad rahn dijadikan produk turunan berupa agungan atas pembiayaan, dan kedua akad rahn sebagai produk utama, dalam bentuk gadai. Pada akad rahn, harta jaminan yang disebut dengan al-marhun harus diserahkan secara ar-rahin kepada al-murtahin. Apabila terjadi serah terima ini, maka agunan berada dalam kekuasaan al-murtahin. 

Misalnya apabila yang menjadi barang jaminan adalah barang bergerak seperti TV, barang elektronok ataupun perhiasan, maka penyerahannya dilakukan dengan cara melepaskan barang jaminan tersebut kepada pihak berwenang dengan cara melepaskan barang jaminan kepada penerima jaminan. 

Boleh jadi yang diserahterimakan itu adalah sesuatu dari harta itu, yang menandakan beralihnya barang jaminan kepada penerima jaminan, yang menandakan beralihnya kekuasaan atas harta itu ke tangan al-murtahin, jika harta benda tersebut benda yang tidak bergerak maka yang diserahkan adalah surat berharga dari barang tersebut.

Rahan tidak hanya digunakan oleh perusahaan pegadaian umum, namun juga digunakan dalam perbankan syari'ah, tetapi bukan sebagai produk utama melainkan sebagai tambahan. Satu keuntungan dari praktik rahn ini adalah bahwa bank dapat menjamin semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena bank memiliki, suatu aset atau barang jaminan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun