Bermimpilah dalam hidup, jangan hidup dalam mimpi. Hidup adalah bagaimana cara kita mewujudkan impian. Setiap orang selalu memiliki impian yang besar. Cara mereka menggapainya yang berbeda. Tidak gampang memang, begitu banyak kegagalan dan kita harus menyokong diri sendiri untuk bangkit dari lubang kegagalan. Lubang itu ada yang besar dan kecil, bagaimana hati dan pikiran kita yang mengatasi. Ketika hati dan pikiran selaras, pilihannya hanya dua yaitu bangkit atau menyerah.
Seperti itulah saya. Menjadi Direktur dari sebuah perusahaan besar adalah impian besar saya sedari. Bisa mengatur berbagai kegiatan dalam satu waktu dan satu tempat. Bukan ajang bisa nyuruh-nyuruhnya, tapi bisa bermanfaat bagi banyak pekerja, membantu mereka menafkahi keluarganya.Â
Saya merasa itu adalah pekerjaan yang sangat mulia. Banyak orang terbantu dengan mendapatkan pekerjaannya. Saya sadar impian ini begitu sulit terwujud, setelah saya masuk kuliah inginnya di bidang ekonomi, manajemen atau bisnis tapi malah terbang ke bidang kesehatan yaitu kesehatan masyarakat.
Waktu itu saya berpikir impian saya mulai terbang jauh dari pijakan saya sekarang. Menjadi tenaga kesehatan bagi saya hanya akan membuat say menjadi pekerja di rumah sakit, puskesmas. Walaupun bisa jadi direktur rumah sakit, tapi tahap itu masih jauh saya rasa, karena harus terus kuliah berkali-kali untuk bisa mendapatkan gelar yang lebih tinggi. Setelah wisuda, kegagalan bukan hal baru bagi saya, seringkali merasa lelah dan terpuruk melihat kegagalan, pekerjaan menjadi hal yang paling sulit didapatkan.
Suatu hari setelah sekian lama terpuruk dengan keinginan-keinginan yang ingin bekerja dirumah sakit atau puskesmas, menjadi PNS seperti harapan keluarga. Setelah sekian lama di Kota Padang, saya pulang kampung ke Padang Panjang. "Desa Kubu Gadang". Dulu banyak tidak mengenal desa ini. Desa yang terletak dipinggiran Kota Padang Panjang.
Saya melihat anak-anak dikampung saya yaitu Desa Kubu Gadang sedang bermain-main pacu upiah di sawah. Sebuah permainan tradisional anak nagari yang masih ada hingga sekarang. Ternyata pada zaman milenial ini masih ada anak-anak yang memainkan permainan tradisional ini. Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, saya pikir anak-anak akan sibuk dengan gadgetnya masing-masing dirumah.Â
Kemudian saya melihat warga tertawa besar sedang bergotong royong, setelah bergotong royong, ibu-ibu masak bersama dan makan bersama di atas daun. Saat itu saya sangat takjub, saya merasa ada kehidupan yang harusnya saya syukuri dan saya hargai disini.
Setelah seminggu di kampung halaman, saya bersama teman-teman pemuda pemudi kampung saya diikutkan dalam pelatihan kepariwisataan yang diadakan oleh Dinas Pariwisata Padang Panjang.
Disana kami mendapatkan banyak ilmu dan membuka wawasan kami, bahwa dengan kearifan lokal dan budaya yang ada kami bisa menciptakan suatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Saya teringat dengan apa yang saya lihat seminggu yang lalu, dengan permainan tradisional, keramahtamahan warga dan kebudayaan yang sampai sekarang masih melekat erat dikalangan masyarakat Kubu Gadang. Kami ingin membuat desa kami menjadi Desa Wisata.
Awalnya ide ini mendapatkan cibiran dari berbagai kalangan karena desa kami tidak seperti desa wisata yang telah ada, yang memiliki kekayaan alam yang menakjubkan, mereka memiliki pantai, danau, air terjun dan sebagainya. Hanya hamparan sawah yang terbentang luas. Tapi dibalik cibiran tentu ada banyak juga yang mendukung. Semua usaha untuk memperkenalkan desa ini kami lakukan.Â
Mulai dari menulis dan mencari tahu kepada nenek-nenek dan kakek-kakek kami dikampung mengenai apasaja kebudayaan di desa kita ini. Kebudayaan minangkabau memang kaya dan memiliki nilai yang sangat tinggi.Â