Sudah Siap kah Generasi Emas Indonesia?
Peran besar pemuda bagi suatu bangsa sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Pemuda selalu bisa menggulirkan nafas-nafas semangat perjuangan untuk mendapatkan kebenaran dan bentuk ideal. Pola pikir pemuda yang kritis, logis, dan rasional lah yang menjadikan pemuda sebagai motor penggerak bangsa. Sebut saja gerakan pemuda 1908 atau berdirinya Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda tahun 1928, Peristiwa Malari, dan salah satu yang cukup dikenang yakni Peristiwa Reformasi 1998.
Pemuda menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), didefinisikan sebagai “a period of transition from the dependence of childhood to adulthood’s independence and awareness of our interdependence as members of a community”. Dalam pengertian ini, yang disebut sebagai "pemuda" adalah mereka yang sedang menjalani transisi dari masa kanak-kanak menuju periode ketika mereka dituntut untuk menjadi lebih mandiri dan independen. Pada periode tersebut, mereka juga diharapkan untuk memiliki kepekaan sebagai bagian dari masyarakat tempatnya beraktivitas. UNESCO sendiri membatasi bahwa yang dinamakan pemuda adalah manusia yang berusia antara 16 tahun hingga 24 tahun. Sedangkan menurut perundang-undangan tentang pemuda yang berlaku di Indonesia yakni UU No. 40 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 berbunyi "Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun."
Kini di usia Indonesia yang ke 71 tahun atau masih kurang dua puluh sembilan tahun lagi bagi Indonesia untuk mencapai seratus tahun Indonesia merdeka, dimana pada usia ke-satu abad Indonesia itu digadang-gadang Indonesia telah mencapai beberapa kemajuan diantaranya Indonesia menjadi negara maju dengan diprediksi pendapatan per kapita penduduk Indonesia akan mencapai 28.000 USD. Mungkinkah hal tersebut dapat terwujud? Saat ini pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya berkisar 3.500 USD. Tentu saja melihat fakta ini kita mulai berpikir bahwa hal tersebut hanya akan menjadi angan-angan belaka. Sebenarnya hal itu mungkin saja dapat terjadi. Kita telah menyaksikan bagaimana pemuda dapat merubah jalan hidup bangsa ini. Namun bagaimanakah kondisi pemuda saat ini yang 20-30 tahun yang akan datang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa ini? Sudahkah mereka siap untuk menjadi motor pergerakan bangsa menuju kemajuan di 100 tahun Indonesia?
Generasi emas yang saya maksud disini ialah generasi pemuda Indonesia yang nantinya pada usia kemerdekaan Indonesia yang mencapai seratus tahun pada tahun 2045 akan menjadi pemimpin bangsa. Pada usia ke seratus tahunnya itu Indonesia mengalami yang dinamakan bonus demografi, yakni Indonesia akan mengalami bonus penduduk usia kerja yang sangat besar dibandingkan dengan negara-negara lain yang bahkan malah mengalami defisit. Keuntungan itu lah yang berusaha dimanfaatkan untuk mendorong Indonesia menjadi salah satu negara maju di dunia. Berdasarkan data yang diperoleh BPS hasil Susenas Tahun 2015, dari sekitar 254,9 juta jiwa penduduk Indonesia, sekitar 61,83 juta jiwa (24,20 persen) diantaranya adalah pemuda. Potensi besar ini harus dikelola dengan baik dalam rangka mencapai Indonesia sebagai negara maju.
Tentunya hal itu tidak akan menjadi kenyataan apabila sumber daya manusia Indonesia tidak berkualitas. Dalam mengelola atau mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu cara yang paling umum digunakan adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan unsur vital dalam membangun bangsa. Berdasarkan data dari BPS di tahun 2015, pemuda yang masih bersekolah persentasenya sebesar 23,34 persen. Sementara itu, pemuda yang tidak bersekolah lagi sebesar 75,51 persen dan sebesar 1,14 persen pemuda sama sekali tidak pernah bersekolah. Jumlah tersebut cukup menggambarkan bahwa mayoritas pemuda Indonesia telah mengenyam pendidikan. Namun masih terdapat beberapa permasalahan yang cukup menonjol. Masalah tersebut diantaranya yaitu masih rendahnya pemerataan dalam memperoleh pendidikan. Persentase pemuda di perdesaan yang tidak pernah sekolah sebesar 1,90 persen, sedangkan di perkotaan sebesar 0,47 persen. Persentase pemuda perdesaan yang tidak bersekolah lagi sebesar 79,00 persen, lebih besar dibanding pemuda di perkotaan yang sebesar 72,41 persen. Sementara itu, persentase pemuda di perkotaan yang masih bersekolah lebih tinggi dibanding pemuda di perdesaan (27,12 persen berbanding 19,10 persen). Jika dilihat dari tahun ke tahun dari 2013 hingga 2015 angka partisipasi sekolah (APS) pemuda di Indonesia cenderung membaik. Angka pemuda yang mengalami buta huruf juga semakin menurun dari tahun 2013 sebesar 0,92 persen pemuda mengalami buta huruf hingga pada tahun 2015 hanya sekitar 0,57 persen yang mengalami buta huruf. Dari data-data yang telah disampaikan diatas terlihat bahwa upaya mewujudkan Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045 masih harus terus ditingkatkan. Pemerintah pun telah membuat beberapa program untuk menunjang peningkatan kualitas sdm Indonesia. Salah satu contohnya adalah Kartu Indonesia Pintar, program yang ditujukan untuk membantu anak-anak yang kurang mampu untuk bersekolah ini menelan anggaran negara hingga 11,5 triliun rupiah. Jumlah yang cukup besar dengan target yang menerima KIP sebesar 19.547.000 penerima.
Tentunya semua dari kita berharap bahwa statistik diatas bukan hanya sekedar belaka namun lebih dari angka yakni memang merepresentasikan keadaan pemuda itu sendiri, seperti halnya pola pikir dan perilakunya memang mencerminkan orang-orang berpendidikan. Namun perlu kita ketahui juga bahwa menyelenggarakan pendidikan seharusnya bukan hanya kewajiban pemerintah namun masyarakat sebagai generasi pendahulu juga harus berperan aktif didalamnya. Pemerintah berperan dengan menyelenggarakan institusi pendidikan sedangkan masyarakat aktif dalam kegiatan pendidikan di dalam maupun luar sekolah. Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan dukungan moriil terhadap peserta didik serta melakukan pengawasan agar peserta didik berada dalam jalur yang benar. Dengan demikian diharapkan meningkatkan kualitas pemuda dan mencetak pemuda yang berkompeten yang akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa ini menuju kemajuan dan kemandirian. Semoga saja mimpi itu menjadi kenyataan bukan hanya sekedar bualan belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H