Diakomodasinya kepentingan buruh oleh DPR ini tidak terlepas dari posisi KSPI dalam perpolitikan nasional kala itu. Pada Pemilu 2014, KSPI mendukung kubu Prabowo (Hardianto, 2018). Walaupun Joko Widodo berhasil memenangkan Pilpres, tapi kursi parlemen dikuasai oleh koalisi partai pendukung Prabowo dengan perolehan sebesar 63,03% (Efriza, 2018).
Hal sebaliknya justru terjadi kala penolakan kaum buruh terhadap UU cipta kerja. Dalam kasus UU cipta kerja, buruh juga merasa dirugikan sehingga DPR membentuk tim kerja bersama kaum buruh melalui KSPI (Antara, 2020). Walaupun sudah dibentuk tim kerja bersama dengan KSPI, tuntutan kaum buruh tetap tidak diakomodasi.Â
UU cipta kerja tetap disahkan tanpa ada perubahan yang diusulkan oleh KSPI. Namun, tidak semua serikat pekerja sejalan dengan KSPI. Ada beberapa serikat pekerja yang menyatakan bahwa UU cipta kerja tidak merugikan kaum buruh.Â
Serikat pekerja itu antara lain adalah Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Indonesia, Koalisi Nasional Serikat Pekerja Indonesia dan Federasi Serikat Pekerja Mandiri (CNN Indonesia, 2020).
Walaupun taktik yang diterapkan oleh KSPI sama, yaitu melobi parlemen, hasil yang terjadi justru berbeda dengan ketika penyelesaian masalah PP no. 78 tahun 2015.Â
Hal ini diakibatkan lemahnya kekuatan oposisi di parlemen. Tidak seperti periode pertama Jokowi yang koalisi pemerintahan hanya menguasai 36,97% perolehan kursi parlemen, pada periode keduanya koalisi Jokowi berhasil mengamankan lebih dari 60% perolehan kursi parlemen. Lemahnya oposisi ini menyebabkan pemerintah bersama-sama dengan DPR dapat dengan cepat mengesahkan UU cipta kerja (Hakim, 2020).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepentingan buruh sulit terakomodasi dalam parlemen. Faktor utama dari sulitnya kepentingan buruh untuk terakomodasi adalah ketiadaan partai buruh. Tanpa adanya partai buruh, buruh tidak dapat membawa langsung kepentingannya ke parlemen.Â
Cara yang bisa kaum buruh lakukan adalah melakukan lobi dengan anggota parlemen. Lobi ini pun tidak menjamin bahwa kepentingan buruh akan diperjuangkan di parlemen. Hal ini tercermin dari advokasi isu UU cipta kerja yang gagal dibawa dalam parlemen karena lemahnya kekuatan oposisi.Â
Hal ini diperparah dengan terfragmentasinya gerakan buruh. Fragmentasi gerakan buruh akan menyebabkan sulitnya advokasi karena adanya perbedaan kepentingan di dalam tubuh geraka buruh itu sendiri.
Referensi
Antara. (2020, Agustus 11). Pembahasan Omnibus Law, DPR dan KSPI Sepakat Bentuk Tim Kerja. Diambil kembali dari Tempo.com: https://nasional.tempo.co/read/1374807/pembahasan-omnibus-law-dpr-dan-kspi-sepakat-bentuk-tim-kerja/full&view=ok