Oleh: Â Fandy Rahmat, ST., MM.
Mahasiswa Doktor Ilmu Manajemen, Universitas Negeri Jakarta
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, yang dilanjutkan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ), kota Jakarta sebentar lagi akan kehilangan statusnya sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemindahan Ibu Kota Negara sudah banyak juga terjadi di beberapa negara di dunia, seperti New York ke Washington di Amerika Serikat, Rio de Jainero ke Brasilia di Brazil, Kuala Lumpur ke Putra Jaya di Malaysia, dan beberapa negara lainnya. Sebagian dari contoh pemindahan Ibu Kota tersebut berhasil sementara sebagian lainnya tidak.
Jakarta menjadi Pusat Perekonomian dan Kota Global.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024, kota Jakarta divisikan untuk menjadi Pusat Perekonomian Nasional dan Kota Global. Dengan pemindahan Ibu Kota Negara ini tentunya akan membuat kota Jakarta menjadi lebih fokus untuk berkembang menjadi pusat bisnis dan perekonomian dan menjadi lebih stabil dari segi sosial kemasyarakatan dan politik dengan berkurangnya peristiwa demonstrasi ataupun sejenisnya yang berlokasi di titik-titik strategis pusat pemerintahan. Akan tetapi, hilangnya status Ibu Kota ini juga menimbulkan tantangan baru bagi kota Jakarta, antara lain hilangnya hak istimewa dari Ibu Kota Negara, fokus pembangunan tidak lagi di kota Jakarta dan tentunya berpotensi mengurangi Pendapatan Asli Jakarta dengan berpindahnya kantor dan aktivitas Kementerian/ Lembaga/Kedutaan Besar dan institusi lainnya ke Ibu Kota Nusantara. Harapannya dari pemindahan Ibu Kota ini akan menumbuhkan pusat-pusat perekonomian baru di luar Pulau Jawa yang dapat mengurangi beban Pulau Jawa, khususnya kota Jakarta, sehingga terwujud pemerataan pembangunan ke seluruh Indonesia yang dapat membuat Indonesia keluar dari middle-income trap di tahun 2045.
Jakarta harus dapat mengoptimalkan kewenangan dan potensinya
Optimalisasi terhadap potensi dan kewenangan yang diberikan kepada Jakarta melalui Undang-Undang DKJ dapat menjadi kunci keberhasilan pembangunan kota Jakarta ke depannya. Beberapa kewenangan yang diberikan di dalam UU DKJ seperti pengelolaan di wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan, jika dimanfaatkan secara optimal dapat peningkatan geliat pariwisata di Kepulauan Seribu, mengembangkan potensi ekonomi biru, serta alternatif lumbung pangan kelautan dan perikanan berbasis riset dalam mengantisipasi perubahan iklim. Amanat lain dalam UU DKJ juga membuka peluang untuk Pemerintah Provinsi Jakarta untuk mengusulkan pengelolaan dan pemanfaatan aset Pemerintah Pusat (atau Barang Milik Negara/BMN). Harapannya BMN yang akan ditinggalkan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi kawasan baru maupun ikon Jakarta yang dapat menjadi generator ekonomi, menjadi destinasi berkumpul untuk masyarakat melalui pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik. Kedua kewenangan strategis ini jika dapat diimplementasikan secara maksimal akan dapat meningkatkan daya tarik kota Jakarta sehingga dapat menarik wisatawan lokal ataupun mancanegara, menciptakan lingkungan yang bersih, nyaman, dan berkelanjutan, serta meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas intra dan inter-kota Jakarta.
Kota Jakarta sendiri memiliki banyak potensi yang dapat dioptimalkan lebih lanjut, sebagai contoh saat ini kota Jakarta sudah menjadi pusat perekonomian yang ditopang oleh beberapa infrastruktur dengan standar internasional. Selain itu kota Jakarta merupakan hub dan pusat kebudayaan di seluruh Indonesia dengan infrastruktur MICE berskala global. Sementara itu dari aspek kependudukan, pada saat ini kota Jakarta sedang mengalami bonus demografi.
Kota Jakarta perlu meningkatkan Sumber Daya Manusia yang dimiliki
Bonus demografi merupakan salah satu keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh kota Jakarta jika dibandingkan dengan kota global lainnya di dunia, dimana saat ini 71,28% penduduk kota Jakarta berada di usia produktif. Pada saat ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota Jakarta merupakan yang tertinggi di Indonesia, akan tetapi jika ditinjau lebih lanjut terdapat ketimpangan yang cukup signifikan antara kualitas SDM di Kepulauan Seribu dengan daratan Jakarta, dimana berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS pada tahun 2023 IPM Kepulauan Seribu sebesar 75,91 sementara rata-rata IPM Provinsi DKI Jakarta 83,55. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan tingkat kesejahteraan manusia di Kepulauan Seribu dengan kota-kota lain di Jakarta. Sehingga, jika dilihat dari kewenangan dan potensinya, terlihat bahwa untuk menjadi kota global yang kompetitif, pembangunan di Kepulauan Seribu perlu diprioritaskan.
Kota Jakarta perlu Memprioritaskan Pembangunan Kepulauan Seribu