Mohon tunggu...
Fandi Umar
Fandi Umar Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Gondrong Usang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

#Kalaseyduamenggugat

16 November 2022   06:32 Diperbarui: 16 November 2022   06:40 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat pagi sobat kompasianers, lama tidak menulis membuat saya jadi kaku untuk memulai tulisan ini.  Memang sempat menahan diri untuk menulis beberapa hal sebab ada banyak persoalan yang harus menjadi evaluasi dalam diri. Sudahlah biarkan itu menjadi persoalan dalam diri.

Subuh ini hujan kembali mengguyur kota Manado, saat pulang menuju rumah beberapa sungai di kota ini mulai kewalahan menampung air. Begitupun saat tulisan ini dibuat, saya tidak lagi mampu menampung kegelisahan dalam diri hingga ingin cepat-cepat untuk menumpahkannya dalam tulisan ini... 

Semenjak kejadian 7 November 2022, sampai hari ini. Sudah sekitar satu pekan lebih satu hari, pak tani dan bu tani di Desa Kalasey dua, kabupaten Minahasa, Kecamatan Mandolang, Sulawesi Utara berduka atas tindakan yang dilakukan oleh negara lewat pemerintah Provinsi Sulawesi utara terhadap sumber penghidupannya. 

Lahan pertanian yang sudah pak tani dan bu tani garap semenjak 1932, perlahan lenyap dimakan beko/eksavator. Posko posko, tanaman tanaman sumber penghidupan sudah dikoyak-koyaknya. 

Pada tanggal 7 November 2022 itu, begitu mengerikan. Di kiri teriak lawan! Di kanan seorang bocah kecil memeluk ibunya sambil merintih menagis melihat ayahnya berjuang menghadang orang-orang bertubuh tegap, menenteng senjata dengan seragam lengkap yang sedang mengawal ekskavator masuk di lahan pertanian mereka. 

Dengan jumlah dan kekuatan yang tidak seimbang dengan orang orang terlatih dan bersenjata itu, satu persatu oma-oma dan opa-opa ada yang mulai menjerit jerit memohon mohon, kepada siapapun yang bertanggung jawab atas itu agar segera menghentikan penggusuran paksa itu. 

Saat senjata gass air mata mulai diangkat, dengan aba-aba dari sebuah mobil di hadapan pak tani dan bu tani; "Jangan coba-coba melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan bersama, apabila ada yang kedapatan membawa sajam atau alat pukul lainnya seperti batu, kayu dll petugas segara amankan! Amankan! Awas! Jangan memperlihatkan anda hebat di tempat ini silahkan anda membubarkan diri, ini negara hukum! 

Entah negara hukum seperti apa yang dimaksudnya.
Sementara dari arah barisan para bu tani dan pak tani, saat mereka sedang meringis memohon agar penggusuran itu dihentikan,  tembakan gas air mata dengan jarak hampir kurang dari lima meter mulai meledak. Para petani yang sedang menahan tangis emosi dengan tindakan itu berteriak; "Tembak jo! Tembak jo! Bunung jo pa torang! Ngoni so sama dengan pembunuh! Pembunuh!"
(Tembak saja! Tembak saja! Bunuh saja kita! Kalian sudah terlihat seperti pembunuh! Pembunuh!)

(Sumber: Facebook Solidaritas Petani Penggarap Kalaseydua)
(Sumber: Facebook Solidaritas Petani Penggarap Kalaseydua)

Beberapa tembakan ke hadapan pak tani dan bu tani mengenai tubuh dari orang orang tua itu. selongsong dari peluru gas air mata yang seharusnya ditembakkan bukan dengan jarak sedekat itu dan seharusnya bukan tindakan itu yang mereka ambil sebab pak tani dan bu tani hanya dalam posisi bertahan tanpa satupun alat berbahaya ditangan mereka, begitu memilukan menyaksikannya saat itu. 

Beberapa orang tua teriak kesakitan, adapula oma-oma yang mulai pingsan dan sesak nafas. Anak-anaknya mulai semakin menjerit melihat orang-orang tuannya yang sudah tua mendapatkan perlakuan seperti itu. 

(Sumber:Celebes.news)
(Sumber:Celebes.news)

Tangisan dan jeritan-jeritan itu tidak membuat mereka berhenti. Mereka terus menerobos memaksa masuk ke lahan pertanian tersebut.

Tidak cukup dengan tembakan gas air mata, mereka terus memaksa masuk ke dalam lahan pertanian sambil menangkap, memukul, juga menyeret beberapa petani dan dan mahasiswa di tempat itu. Dan saat mereka tiba di sebuah posko (sabua) tempat para petani berkumpul mereka kemudian kembali menangkap beberapa mahasiswa dan petani yang sedang berusaha menenangkan diri dengan berdoa. Mereka diseret paksa menuju mobil kemudian posko tempat para petani berlindung saat lelah berkebun seketika dirobohkan, dihancurkan. 

Hari itu saya diajarkan oleh bu tani dan pak tani soal bagaimana berjuang demi mempertahankan ruang hidup. Bukan tanpa alasan mereka tetap berjuang, sebab saat ini lahan pertanian di Desa kalasey dua dengan luas sekitar 20 hektar tersebut masih dalam proses hukum tingkat kasasi di Mahkama Agung. 

Berpasang pasang mata menjadi saksi atas peristiwa mengerikan itu, sampai saat ini melalui kesaksian-kesaksian pak tani dan bu tani tampak jelas kekecewaan, kemarahan, kecemasan, dan trauma atas peristiwa penindasan itu, semua terlihat jelas dari bola matanya yang berkaca-kaca itu. 

"Rasa mo managis opa nak, tiap hari mo ke bawah salalu jaga lewat di posko. Setiap mo lewat pasti mo jatung opa pe aer mata mo inga torang pe perjuangan dengan kenangan di posko itu, so ancor nak, so ancor torang pe posko perjuangan"
(Rasanya mau menagis kakek nak, setiap hari lewat ke bawah selalu melewati posko itu. Setiap akan lewat pasti akan jatuh air mata kakek mengingat perjuangan dan kenangan kita di posko itu, sudah hancur nak, sudah hancur posko perjuangan kita)
Sambil meneteskan air mata kesaksian itu diberi oleh salahseorang opa petani kalasey dua. 

Peristiwa 7 November begitu membekas di ingatan  dan menciptakan kecemasan juga ketakuan bagi petani Desa Kalasey Dua. Sampai hari ini alat berat yang dikawal oleh aparat masih terus menghancurkan lahan pertanian di desa Kalasey dua, Surat Keterangan Hibah dari pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dengan nomor: 368-2021 di lahan pertanian petani Desa Kalasey dua dengan luas 20 hektar kepada Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang katanya untuk membangun Sumber Daya Manusia lewat Politeknik Pariwisata, nyatanya telah menabur kepedihan dan mengubur penghidupan dari para petani Kalasey Dua. 

Jika teman-teman kompasianers ingin bersolidaritas dengan para petani, teman-teman bisa langsung mengikuti beberapa akun media sosialnya yaitu: (IG: @Soli_petra, Twiter: @SOLIPETRA, Facebook: Solidaritas Petani Penggarap Kalaseydua) bisa juga dengan bantu menggalang solidaritas lewat tagar #Kalaseyduamenggugat #Savekalaseydua 

Terimakasih sobat kompasianers yang sudah singgah membaca celotehan saya ini dan terimakasih juga untuk yang ingin sama-sama bersolidaritas dengan petani Kalasey dua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun