Beberapa orang tua teriak kesakitan, adapula oma-oma yang mulai pingsan dan sesak nafas. Anak-anaknya mulai semakin menjerit melihat orang-orang tuannya yang sudah tua mendapatkan perlakuan seperti itu.
Tangisan dan jeritan-jeritan itu tidak membuat mereka berhenti. Mereka terus menerobos memaksa masuk ke lahan pertanian tersebut.
Tidak cukup dengan tembakan gas air mata, mereka terus memaksa masuk ke dalam lahan pertanian sambil menangkap, memukul, juga menyeret beberapa petani dan dan mahasiswa di tempat itu. Dan saat mereka tiba di sebuah posko (sabua) tempat para petani berkumpul mereka kemudian kembali menangkap beberapa mahasiswa dan petani yang sedang berusaha menenangkan diri dengan berdoa. Mereka diseret paksa menuju mobil kemudian posko tempat para petani berlindung saat lelah berkebun seketika dirobohkan, dihancurkan.
Hari itu saya diajarkan oleh bu tani dan pak tani soal bagaimana berjuang demi mempertahankan ruang hidup. Bukan tanpa alasan mereka tetap berjuang, sebab saat ini lahan pertanian di Desa kalasey dua dengan luas sekitar 20 hektar tersebut masih dalam proses hukum tingkat kasasi di Mahkama Agung.
Berpasang pasang mata menjadi saksi atas peristiwa mengerikan itu, sampai saat ini melalui kesaksian-kesaksian pak tani dan bu tani tampak jelas kekecewaan, kemarahan, kecemasan, dan trauma atas peristiwa penindasan itu, semua terlihat jelas dari bola matanya yang berkaca-kaca itu.
"Rasa mo managis opa nak, tiap hari mo ke bawah salalu jaga lewat di posko. Setiap mo lewat pasti mo jatung opa pe aer mata mo inga torang pe perjuangan dengan kenangan di posko itu, so ancor nak, so ancor torang pe posko perjuangan"
(Rasanya mau menagis kakek nak, setiap hari lewat ke bawah selalu melewati posko itu. Setiap akan lewat pasti akan jatuh air mata kakek mengingat perjuangan dan kenangan kita di posko itu, sudah hancur nak, sudah hancur posko perjuangan kita)
Sambil meneteskan air mata kesaksian itu diberi oleh salahseorang opa petani kalasey dua.
Peristiwa 7 November begitu membekas di ingatan dan menciptakan kecemasan juga ketakuan bagi petani Desa Kalasey Dua. Sampai hari ini alat berat yang dikawal oleh aparat masih terus menghancurkan lahan pertanian di desa Kalasey dua, Surat Keterangan Hibah dari pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dengan nomor: 368-2021 di lahan pertanian petani Desa Kalasey dua dengan luas 20 hektar kepada Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang katanya untuk membangun Sumber Daya Manusia lewat Politeknik Pariwisata, nyatanya telah menabur kepedihan dan mengubur penghidupan dari para petani Kalasey Dua.
Jika teman-teman kompasianers ingin bersolidaritas dengan para petani, teman-teman bisa langsung mengikuti beberapa akun media sosialnya yaitu: (IG: @Soli_petra, Twiter: @SOLIPETRA, Facebook: Solidaritas Petani Penggarap Kalaseydua) bisa juga dengan bantu menggalang solidaritas lewat tagar #Kalaseyduamenggugat #Savekalaseydua
Terimakasih sobat kompasianers yang sudah singgah membaca celotehan saya ini dan terimakasih juga untuk yang ingin sama-sama bersolidaritas dengan petani Kalasey dua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H