Sudah hampir berakhirnya tahun 2020, COVID-19 melanda di seluruh dunia. Kegelisahan umum membludak akibat virus yang semakin liar tersebar sehingga banyak warga terancam tertular.
Krisis Covid-19 memengaruhi ekonomi seluruh dunia, termasuk negara-negara di Benua Afrika. Beberapa sektor utama ekonomi Afrika sedang mengalami guncangan sebagai akibat pandemi. Sektor pariwisata, transportasi udara, dan minyak mengalami dampak terburuk.
Sebagai akibat dari ketegangan ekonomi yang parah ini, menurut Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Afrika sub-Sahara akan menurun dari 2,4% pada 2019 menjadi minus 2,1-5,1% pada 2020, tergantung kesuksesan Afrika memitigasi pengaruh pandemi.
Pada tahun 2020 Indonesia terus mengusahakan peningkatan hubungan ekonomi dengan Afrika Selatan, ujar Duta Besar RI untuk Afrika Selatan Salman Al Farisi dalam keterangan tertulis KBRI Pretoria yang diterima di Jakarta.
"Situasi di Afrika Selatan masih sangat menantang bagi kita untuk dapat penetrasi pasar lebih dalam dan membawa beragam produksi tanah air ke sini. Pada 2019, beberapa indikasi positif sudah kita dapatkan, mulai dari komitmen beberapa perusahaan tanah air mengirimkan perwakilan di Afrika Selatan, hingga rencana investasi baru perusahaan Afrika Selatan ke Indonesia," Demikian pernyataan Dubes RI di Pretoria, Salman Al Farisi.
Perdagangan RI-Afrika Selatan menunjukan grafik yang fluktuatif sejak tahun 2015. Maka Dubes RI tidak mengkhawatirkan neraca perdagangan RI-Afrika Selatan pada tahun 2018 yang menampakkan surplus bagi Afrika Selatan. Nilai ekspor produk Indonesia terhadap Afrika pada 2019 sebesar US$4,6 miliar berkontribusi 2,7% terhadap seluruh ekspor Indonesia ke dunia. Meskipun nilai ekspor Indonesia berada di atas Malaysia dan negara lainnya, nilai itu masih berada di bawah dua negara Asean lainnya, yaitu Thailand dan Singapura.
Pembelian barang modal yang meningkat dari Afrika Selatan mengindikasikan kegiatan produktif di Indonesia, utamanya terkait kebutuhan pembangunan infrastruktur yang mendalam pada beberapa tahun terakhir. Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan ekspor non migas seperti produk kendaraan bermotor, kelapa sawit serta produk makanan dan minuman ke negara-negara Afrika Sub Sahara.
Kendala hambatan tarif masih dirasakan mengganjal hubungan dagang Indonesia dan Afrika Selatan hingga saat ini.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan berkunjung ke Cape Town, 18-19 Desember 2019, untuk melaksanakan pertemuan dengan Menteri Perdagangan dan Industri Afrika Selatan, Ebrahim Patel. Dalam pertemuan itu Menteri Patel menyambut baik rencana pembahasan Preferential Trade Agreement (PTA) antara RI dengan Afrika Selatan.
Menteri Patel mengharapkan langkah konkret dengan dimulainya riset oleh tim teknis yang diharapkan dapat bertemu awal tahun 2020 di Indonesia. Menteri Patel juga mengindikasikan beberapa potensi investasi oleh pebisnis Indonesia.
Indonesia sebagai pencetus KAA memiliki kedekatan historis dengan Benua Afrika, memiliki pengaruh yang tinggi dalam rangka penguatan south-south cooperation dan nonaligned movement. Pertambangan, agro-industri, tekstil, farmasi, infrastruktur, dan digital startup merupakan beberapa kerja sama yang dapat dibidik investor Indonesia dalam melebarkan sayap bisnis di Afrika.