Secara etimologi jihad adalah perjuangan dengan mengerahkan segenap kemampuan, baik perjuangan dalam bentuk melawan musuh di medan pertempuran, atau perjuangan tanpa terjun ke medan pertempuran. Sehingga muslim yang berjuang dengan menuntut ilmu kemudian berdakwah di jalan Allah SWT, sudah termasuk mujâhid (pelaku jihad).
Sementara dari sisi terminologi jihad memiliki makna yang beragam. Menurut Lembaga Riset Bahasa Arab Republik Arab Mesir dalam al-Mu’jam al-Wasîth, jihad adalah qitâlun man laisa lahu dhimmatun min al-kuffâr, artinya memerangi orang kafir yang tidak ada ikatan perjanjian damai. Pengertian ini terlihat lebih mengkhususkan kepada makna jihad perang.
> Macam-macam jihad yaitu antara lain :
a. Jihad Melawan Hawa Nafsu (jihadun nafs)
“seorang mujahid adalah orang yang berjihad memperbaiki dirinya dalam ketaatan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi, Hasan Shahih)
Jihad melawan hawa nafsu meliputi pengendalian diri dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Jihad melawan hawa nafsu merupakan perjuangan yang amat berat ( jihad akbar ), namun sangat diperlukan sepanjang kehidupan manusia. Sebab jika seseorang tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya maka sangat mustahil ia akan mampu berjihad untuk orang lain. Jihad melawan hawa nafsu adalah akar dari bentuk jihad-jihad yang lain.
b. Jihad Melawan Setan (jihadusy syaitan)
Hal ini sebagaimana dalam firman Allah Swt. dalam surat fatir ayat 6 :
اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّاۗ اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهٗ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِۗ
“Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”
c. Jihad Melawan Orang-Orang Kafir dan Munafikin (jihadul kuffar wal munafiqin)
Dalam surat At-Taubah ayat 73 Allah Swt. telah memberikan ketegasan sikap yang harus dimiliki oleh orang-orang muslim :
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنٰفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۗوَمَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
“Wahai Nabi! Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
Jihad melawan orang kafir dan jihad melawan kaum munafikin adalah dua bentuk jihad yang penting dalam Islam. Jihad melawan orang kafir tidak terbatas pada jihad bertahan saja, tetapi juga mencakup jihad dengan hati, lisan, harta, dan jiwa. Sementara itu, jihad melawan kaum munafikin adalah memerangi orang-orang yang menampakkan keislaman tetapi menyembunyikan kekufuran di dalam hatinya.
d. Jihad menghadapi orang-orang zholim, ahli bid’ah, dan pelaku kemungkaran (Jihād Arbābuzh Zholmi wal Bida’ wal Munkarāt )
> Perbedaan Antara Jihad dalam Konteks Islam dan Konteks Politik
Konsep jihad politik dalam konteks Islam dapat dipahami sebagai perjuangan melalui jalur politik untuk menegakkan syariat Islam, namun pemahaman dan implementasinya dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang dan konteks tertentu.
Secara keseluruhan, jihad dalam konteks Islam dan konteks politik memiliki perbedaan yang dimana jihad dalam konteks Islam merupakan perjuangan spiritual dan agama, sementara dalam konteks politik, jihad sering kali diartikan sebagai peperangan yang mencakup penggunaan agama untuk kepentingan politik, yang mungkin mengurangi makna aslinya jihad dan menyebabkan konflik dan perburukan suasana politik.
Dalam konteks Islam, jihad memiliki arti yang luas dan mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk perjuangan dalam kehidupan, pendidikan, dan akhirnya, dalam membangun kekeluargaan dan masyarakat yang sejahtera dan bahagia. Jihad dalam konteks Islam tidak hanya terbatas pada perjuangan fisik melawan, tetapi juga mencakup pada perjuangan dalam kehidupan, pendidikan, dan akhirnya, dalam membangun kekeluargaan dan masyarakat yang sejahtera dan bahagia.
Sedangkan dalam konteks politik, jihad seringkali diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh kekuasaan politik atau kepentingan ekonomi. Jihad dalam konteks politik seringkali memicu konflik dan memperkeruh suasana politik. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa agama seharusnya tidak diperalat untuk kepentingan politik dan kebijakan politik seharusnya didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan bagi semua warga negara, tanpa memandang latar belakang agama.
Beberapa penelitian juga menyoroti bahwa konsep jihad politik telah mengalami distorsi makna, terutama karena adanya aspek kepentingan politik semata. Beberapa kalangan mengartikan jihad sebatas sebagai peperangan, sementara seharusnya jihad juga mencakup perjuangan untuk menjadi saleh dan berada di jalan Allah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI