Mohon tunggu...
Farhan Abdul Majiid
Farhan Abdul Majiid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia | Alumnus SMA Pesantren Unggul Al Bayan | Penikmat Isu Ekonomi Politik Internasional, Lingkungan Hidup, dan Kajian Islam

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Cempaka, Dahlia, Lalu Apa?

1 Desember 2017   09:42 Diperbarui: 1 Desember 2017   09:57 2401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui SIklon Cempaka dan Dahlia yang terjadi saat ini, tampaknya Allah hendak menegur kita. Jika melalui dua siklon ini kita tidak mengambil pelajaran, sangat sia-sia kita dilalui oleh dua siklon ini. Melalui tulisan ini, mari kita telisik apa itu sebenarnya siklon tropis, bagaimana perubahan iklim dapat menyebabkannya, dan apa yang sebenarnya bisa kita lakukan.

Siklon tropis Cempaka dinyatakan sudah melemah. Namun, muncul siklon tropis baru, Dahlia. Kemunculan Dahlia ini diperingatkan oleh BMKG melalui situs resminya disertai dengan peringatan cuaca ekstrem di pantai Barat Sumatera sampai pantai Selatan Jawa.[i] Peringatan ini berlaku hingga beberapa hari ke depan.

Efek dari siklon tropis ini amat dirasakan oleh kita, khususnya penduduk Pulau Jawa. Dalam beberapa hari terakhir, cuaca seolah tidak menentu. Hujan disertai angin kencang melanda, namun tidak lama kemudan dia pun reda.

Siklon tropis (tropical cyclone) adalah sebuah siklon yang terbentuk dari cuaca hangat di perairan tropis, umumnya menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas tinggi dan angin yang bertiup kencang[ii]. Siklon tropis dapat terbentuk, baik dalam waktu sehari sampai beberapa minggu.[iii] Terbentuknya siklon tropis umumnya pada lima kondisi yang mendukung, yakni

  • Temperatur rata-rata permukaan laut lebih dari 26,5-27 oC, hingga kedalaman sekurang-kurangnya 50 m
  •  Lapisan dalam laut dalam kondisi yang tidak stabil
  •  Terdapat bibit siklon di permukaan bumi yang terus bertambah besar
  •  Kondisi kelembaban yang tinggi, sampai setidaknya ketinggian 5 km
  •  Angin vertikal berhembus pelan, sehingga dapat memungkinkan terbentuknya pusaran angin
  •  Berada pada setidaknya jarak 500 km dari khatulistiwa, namun di dalam radius itu tetap memungkinkan, meskipun kecil peluangnya.[iv]

 

Siklon tropis di Indonesia termasuk jarang terjadi. Sebab, Indonesia berada pada wilayah yang dilalui oleh khatulistiwa. Garis lintang Indonesia pun berkisar antara 60LU -- 110LS. Di Pulau Jawa, frekuensi terbanyak kejadian siklon tropis adalah pada bulan Februari, dengan 122 (23%) kejadian selama 42 tahun pengamatan (1964-2005). Sementara itu, bulan November hanya terjadi 5% dan bulan Desember terjadi 14%.[v] Artinya, risiko terbesar terjadinya siklon tropis adalah pada bulan Februari, walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi pula di bulan-bulan lainnya.

Perubahan Iklim

Terjadinya siklon tropis Cempaka dan Dahlia dalam waktu yang cukup berdekatan sebenarnya sudah cukup untuk menjadi alarm bagi kita. Bahwa, perubahan iklim telah terjadi di depan mata. Meskipun siklon tropis adalah sebuah kejadian alam yang biasa terjadi, akan tetapi meningkatnya intensitas dan frekuensi kejadian membuat kita patut waspada.

Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah semakin seringnya bencana meteorologis, seperti siklon tropis.

Perubahan iklim utamanya disebabkan oleh pemanasan global. Pemanasan global ini disebabkan oleh akumulasi gas rumah kaca di atmosfer. Ketika suhu bumi meningkat, suhu laut akan turut meningkat. Ketika suhu laut meningkat, maka air gletser di kutub dapat terus mencair. Pada saat gletser itu mencair terus menerus, terjadilah peningkatan permukaan laut.

Pemanasan global ini disumbang oleh aktivitas manusia. Penggunaan energi fosil dalam jumlah besar menyumbang gas CO2, aktivitas pertanian dan peternakan menyumbang gas metana, aktivitas industri juga menghasilkan berbagai polutan. Dari sekian banyak aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan iklim, 90% di antaranya berkontribusi bagi menghangatnya lautan.[vi] Hal ini disebabkan kemampuan lautan dalam menyimpan panas yang lebih baik dibandingkan atmosfer ataupun daratan.

Tersimpannya panas hasil pemanasan global di lautan membuat berbagai dampak lingkungan. Mulai dari memutihnya terumbu karang sampai punahnya beberapa spesies yang tidak mampu beradaptasi. Tidak hanya itu, bagi iklim, meningkatnya panas lautan berarti akan terganggunya iklim.

Mengapa demikian?

Lautan merupakan penjaga suhu bumi, dengan keberadaan Sirkulasi Termohaline, yakni sirkulasi yang dipengaruhi oleh temperatur dan kadar garam dari air laut. Ketika suhu air laut meningkat drastis, akibatnya adalah terganggunya sirkulasi ini. Cuaca pun menjadi semakin tidak menentu, dan dalam jangka waktu tertentu akan mengubah siklus dalam iklim.

Pada saat suhu permukaan laut meningkat, maka akan menjadi pusat tekanan udara rendah. Jika suhu itu terjaga dalam kondisi yang cukup lama dan di lautan dalam pun ikut menghangat, pusat tekanan udara rendah akan menjadi daerah tujuan angin. Ketika angin sudah banyak yang mengarah ke tempat tersebut, maka akan memungkinkan terbentuknya bibit siklon. Oleh karena itu, ketika suhu bumi terus meningkat, potensi terjadinya siklon tropis pun akan semakin meningkat. Sebuah studi menyebut, sekalipun misalnya jumlah hurikan (siklon tropis yang ada di wilayah Atlantik) tidak bertambah, akan tetapi siklon tropis yang berskala besar semakin meningkat.[vii]

Risiko dari perubahan iklim bagi kita bukan hanya pada semakin meningkatnya intensitas siklon tropis seperti yang sedang kita alami saat ini. Perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya El Nino dan La Nina yang semakin sering. Di Indonesia, fenomena El Nino akan berdampak pada kebakaran hutan. Memang, kebakaran hutan di Indonesia banyak yang disebabkan oleh kalangan industri yang membakar lahan. Namun, dengan adanya El Nino, kebakaran itu akan menjadi semakin parah karena suhu yang panas dan udara yang kering.

Lalu, Apa yang bisa kita lakukan?

Inilah inti daripada tulisan ini. Jika kita sudah merasakan cuaca yang tidak menentu dalam siklon tropis Cempaka dan Dahlia, lalu apa? Apakah kita lantas mengutuk hujan? Atau kita menyalahkan keadaan? Tentu tidak!

Solusi atas masalah iklim ini bisa kita lihat dari dua sisi, yakni secara makro dan mikro. Secara makro, solusi atas masalah iklim merupakan tanggung jawab seluruh dunia. Sebab, bumi yang hanya satu ini dihuni oleh seluruh manusia. Oleh karena itu, diperlukan solusi bersama dari negara-negara di dunia.

Kesadaran akan perubahan iklim di dunia ini sudah mulai terbentuk di tahun 1972 ketika disepakatinya Deklarasi Stockholm tahun 1972. Berikutnya, muncullah berbagai organisasi dunia yang menangani masalah iklim. UNEP, UNFCCC, IPCC, Konferensi Rio 1992, Protokol Kyoto 1997, hingga yang terbaru adalah COP 23 di Bonn, Jerman.

Sayangnya, upaya penyelamatan iklim secara global ini melalui banyak rintangan. Negara besar seperti Amerika Serikat (yang juga penyumbang gas rumah kaca terbesar) justru mundur dari kesepakatan COP 21 dua tahun silam di masa pemerintahan Donald Trump. Padahal, di COP 21 itu sudah ada komitmen bersama untuk menahan laju kenaikan suhu agar tidak melebihi 20C terhitung sejak masa Revolusi Industri.[viii]

Tidak hanya di tingkat internasional, di tingkat nasional pun harus ada upaya dalam penyelamatan iklim. Di Indonesia misalnya, perlu adanya peralihan penggunaan pembangkit listrik ke energi terbarukan seperti sel surya. Masalahnya, dalam proyek listrik pemerintah saat ini, penggunaan energi batu bara masih menjadi tumpuan utama. Selain itu, perlu juga penegakan regulasi untuk kalangan industri agar tidak mengeluarkan limbah yang mencemari. Jangan sampai, seperti pernah dikatakan seorang aktivis lingkungan, bahwa aspek legalitas justru hanya menjadi legalisasi praktik pencemaran, bukan mencegah pencemaran itu sendiri.

Secara mikro, kesadaran untuk menghentikan perubahan iklim dapat dilakukan oleh siapa pun. Mulai dari pengurangan penggunaan kendaraan bermotor, plastik, menggunakan prinsip daur ulang barang, dan membeli produk-produk ramah lingkungan. Walaupun, memang muncul pula kritik bahwa jangan sampai kesadaran penjagaan terhadap lingkungan malah dikapitalisasi oleh pemilik modal sehingga produk ramah lingkungan itu hanyalah stempel belaka.

Adakah harapan?

Tentulah harapan itu terus menyala, selagi kita mau bahu-membahu menghentikan, atau setidaknya mengurangi, perubahan iklim ini. Bila manusia memang menjadi penyebab daripada perubahan iklim, maka manusia pula yang bertanggung jawab untuk memperbaikinya.

Jangan sampai, kita hanya mengeluarkan solusi yang tidak solutif, hanya karena ikut-ikut tren saja. Sebagaimana Al Gore pernah katakan di film terbarunya, An Inconvenient Sequel: Truth to Power,

"Don't let anybody tell you that we're gonna get on rocket ships and go to Mars and live in hermetically sealed buildings. (...) THIS IS OUR HOME!"

"Jangan biarkan seseorang berkata padamu bahwa kita akan terbang dengan roket menuju Mars dan tinggal di dalam bangunan yang terkunci rapat, INI ADALAH RUMAH KITA!"


 
 

[i] "Cempaka Meluruh, Siklon Tropis Dahlia Lahir, Waspadai Bencana Hidrometeorologi Menghadang", BMKG, diakses pada 30 November 2017,

[ii] Lihat Alan Strahler, Introducing Physical Geography 5th ed., (New Jersey: John Wiley & Sons, 2011), hlm. 610; C. Donald Ahrens, Essentials of Meteorology: An Invitation to the Atmosphere 6th ed., (Belmont: Cengage Learning, 2012), hlm. 489

[iii] Jeffrey D. Keppert, "Tropical Cyclone Structure and Dynamics", dalam Global Perspective on Tropical Cyclone: From Science to Mitigation, ed: Johnny C. L. Chan dan Jeffrey D. Keppert, (Singapore: World Scientific, 2010), hlm. 4

[iv] Lihat Keppert (2010), hlm. 56 dan "Proses Terbentuknya Siklon Tropis", BMKG, diakses pada 30 November 2017,

[v] "Musim Siklon di Sekitar Indonesia", BMKG, diakses pada 30 November 2017,

[vi] Joseph Romm, Climate Change: What Everyone Need To Know. (Oxford: Oxford University Press, 2016), hlm. 6

[vii] Ibid, hlm. 59

[viii] "Peringatan Dini Mencegah Bencana Bumi", Kompas, 2 November 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun