[caption caption="Sunber: detik.com"][/caption]
Empat tahun yang lalu, saya pernah menulis mengenai “Anti Antikorupsi”. Yakni, akan ada gerakan yang menolak gagasan antikorupsi yang kita terus dengungkan. Pelakunya? Pastilah yang memiliki kepentingan dari hasil korupsi tersebut. Hari ini, ketika ada penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, tampaknya menjadi bukti bahwa di tiap upaya pemberantasan korupsi, akan ada resistensi. Sekali lagi, dari pihak yang tentunya merasa terganggu dari pemberantasan korupsi.
Tulisan ini akan kembali melanjutkan gagasan tersebut.
Penyiraman Novel Baswedan dengan menggunakan air keras pagi tadi semakin menguatkan kekesalan kita pada pelaku korupsi. Tak hanya telah merampok uang rakyat dan menyalahgunakan jabatan, mereka juga berupaya menghalang-halangi upaya pemberantasan korupsi. Inilah yang dimaksud dengan anti antikorupsi.
Mengapa kemudian mereka muncul?
Sebenarnya, mudah saja. Mereka merasa terancam oleh aktivitas penyidik KPK yang berupaya memberantas korupsi. Apalagi, Novel termasuk penyidik yang mengurus kasus-kasus kelas atas. Yang terbaru, beliau menjadi ketua tim penyidikan kasus korupsi e-KTP. Tentu, bagi yang merasa terancam dari penyidikan tersebut akan berupaya sekuat tenaga untuk menghentikan prosesnya. Cara termudah, bungkam sang penyidik.
Cara membungkam melalui penyiraman air keras ini memang termasuk cara klasik, tetapi cukup merumitkan. Pelaku penyiraman tidak mungkin hanya melalui satu tangan. Dia melalui banyak perantara dengan tujuan mengaburkan dalang yang sebenarnya. Pada akhirnya, kalaupun pelaku ditangkap, akan sulit membongkar dalang yang utama karena melalui banyak tangan.
Sebagai reaksi atas kasus ini, muncul dukungan publik pada KPK. Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Alumni UI, dan banyak kelompok masyarakat lain mendukung KPK. Ini harus menjadikan KPK semakin semangat dalam menuntaskan kasus korupsi. Besar maupun kecil, semua harus dituntaskan. Karena rakyat butuh keadilan dan kesejahteraan.
Memang, kejadian ini mungkin bisa dijadikan sebuah upaya vitamin baru untuk meningkatkan kekuatan KPK menghadang korupsi. Apalagi, belakangan ini kepercayaan publik pada KPK relatif menurun. Sebab, dalam beberapa kasus, masyarakat sering curiga KPK dijadikan alat penguasa. Meski tuduhan tersebut masih belum memiliki bukti kuat tetapi cukup menurunkan kecurigaan pada kinerja KPK.
Seperti pada pengusutan uang “bungkam” dari polisi kepada keluarga almarhum Siyono. Selain itu, juga pengusutan kasus e-KTP yang mengguncang DPR. Bahkan sempat membuat perlawanan dari pimpinan DPR yang meragukan kredibilitas KPK. Bersama dengan kasus ini, KPK harus terus membuktikan bahwa pengusutan kasus di KPK tidak pandang bulu. Tajam baik pada pejabat, penguasa, dan orang kaya. Pada siapapun.
Pada akhirnya, tentu kita berharap, pemberantasan korupsi tidak terhenti akibat kasus ini. Juga tidak mengaburkan publik bahwa kasus e-KTP telah merugikan negara amat besar, sehingga harus didukung oleh publik agar dapat tuntas.
Usut tuntas hingga akarnya pada kasus ini, dan dorong KPK meningkatkan semangat berjihad melawan korupsi.
Lawan mereka yang anti antikoupsi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H