Mohon tunggu...
Farhan Abdul Majiid
Farhan Abdul Majiid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia | Alumnus SMA Pesantren Unggul Al Bayan | Penikmat Isu Ekonomi Politik Internasional, Lingkungan Hidup, dan Kajian Islam

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Duka Ibu Patmi: Antara Pembangunan, Kesejahteraan, dan Lingkungan

22 Maret 2017   11:21 Diperbarui: 22 Maret 2017   11:33 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi para petani dari Kendeng, Jawa Tengah, di depan istana mengucurkan duka. Ibu Patmi, salah satu kartini dalam aksi tersebut meninggal dunia. Beliau merupakan salah satu dari para petani yang berjuang untuk menolak pembangunan pabrik Semen Indonesia di Kendeng. Bersama para petani lain, mereka menggalang aksi #DIPASUNGSEMEN. Menurut para petani, pembangunan ini cacat hukum dan merugikan warga sekitar.

Peristiwa ini kembali menyadarkan kita akan tiga hal yang selama ini selalu dipandang bertolak belakang. Pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan.

Bagi banyak negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia, masalah ini selalu menimbulkan dilema. Di satu sisi, negara membutuhkan pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan untuk dapat menopang sektor lainnya dan dengan tujuan akhir mencapai kesejahteraan rakyat. Pada sisi yang lain, lingkungan akan menjadi korban terbesar dari pembangunan. Sebab, pembangunan dalam bentuk apa pun akan mengubah lansekap alam yang telah ada sebelumnya.

Bagi kalangan pendorong pembangunan, ekonomi dipandang menjadi sektor terpenting bagi sebuah negara. Ekonomi menjadi salah satu bentuk kekuatan negara ketika bersanding dengan negara lain. Indonesia, di masa saat ini, sedang giat melakukan pembangunan infrastruktur, terutama di daerah yang selama ini terpinggirkan. Pembangunan infrastruktur yang merupakan syarat utama terjadinya konektivitas dan menjadi tulang punggung aktivitas ekonomi memang amat dibutuhkan.

Di Indonesia, infrastruktur belum merata menjangkau berbagai pelosok. Visi Nawa Cita Presiden Jokowi pada saat ini memang menginginkan adanya pembangunan negara dari daerah pinggiran. Visi ini kemudian diturunkan dalam gagasan Tol Laut, yakni sebuah konektivitas pulau-pulau di Indonesia yang dihubungkan melalui tranportasi laut. Agar infrastruktur laut bisa terbangun, sederhananya, perlu pembangunan jalan di darat. Pembangunan inilah yang membutuhkan berbagai penunjang. Salah satu bahan baku pembangunan ialah semen.

Semen Indonesia, holding BUMN semen di Indonesia tentu perlu berusaha mendukung pembangunan tersebut. Pembangunan pabrik semen Kendeng disebut dapat meningkatkan pasokan semen. Dapat diketahui bahwa bagian utara dari Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah pegunungan karst. Daerah karst merupakan daerah yang memiliki kandungan kapur, salah satu komponen penting dalam semen. Bila melihat pabrik-pabrik kapur dan semen lain, gunung kapur tersebut akan dikeruk untuk mendapatkan kapurnya. Tentu, ini akan mengubah bentukan alami dari gunung tersebut.

Daerah karst, secara umum merupakan daerah yang cukup rawan terhadap kesediaan air. Sebab, tanah berkapur cenderung akan meloloskan air, sehingga air tidak lagi berada di permukaan melainkan di sungai-sungai bawah tanah. Daerah Kendeng saat ini penduduknya banyak yang merupakan petani. Mereka menggantungkan hidupnya tentu dari ketersediaan air dan kesuburan tanah. Pembangunan pabrik semen akan mengurangi pasukan air, sebab industri semen tentu membutuhkan air.

Solusi yang ditawarkan dari pihak pabrik juga dianggap tidak menyentuh masalah yang sebenarnya. Mereka menjanjikan pembangunan jalan, yang meskipun penting, tidak lebih penting dari keberlangsungan hidup mereka sebagai petani yang menggantungkan hidup pada tanah dan air. Dari sini, dapat kita pahami adanya kepentingan yang berbeda, antara pembangunan pabrik untuk pertumbuhan ekonomi dengan keinginan petani agar lingkungan tetap lestari demi keberlangsungan hidup sehari-hari.

Sebenarnya, bila kita melirik pertumbuhan ekonomi yang dijadikan dasar untuk membangun pabrik ini, yang dilihat hanyalah ekonomi secara makro di tingkat negara saja. Perekonomian warga di sekitar pabrik menjadi terganggu. Petani-petani kecil, yang mungkin pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional atau mungkin inflasi tidak seberapa, akan menjadi korban terdampak yang sangat besar bagi ekonomi keluarganya.

Secara hukum, pembangunan ini pun bermasalah. Mahkamah Agung telah mengeluarkan keputusan peninjauan kembali nomor 99 PK/TUN/2016 pada Oktober 2016 lalu yang mengabulkan gugatan para petani, yakni mencabut izin pembangunan pabrik tersebut. Rupanya, hukum ini seperti diabaikan. Terbukti dari pembangunan pabrik yang terus berjalan, sampai kemudian Presiden memerintahkan penghentian sementara.

Bagi kalangan environmentalist, lingkungan seharusnya menjadi standar utama dalam melakukan pembangunan. Membangun boleh, asalkan lingkungan tetap lestari. Meski yang menjadi masalah kemudian ialah apakah mungkin membangun tanpa mengorbankan lingkungan. Memang, untuk kasus ini telah dilakukan berbagai uji lingkungan seperti AMDAL. Namun dari berbagai sumber menyebutkan terdapat ketidaksesuaian antara hasil analisis dengan fakta di lapangan.

Pembangunan pabrik semen ini sebenarnya memang akan terus mengalami dilema. Tujuan ekonomi secara makro itu mungkin saja tercapai, tetapi kesejahteraan masyarakat sekitar tentu akan terdampak. Pulau Jawa pun dianggap tidak lagi cocok untuk pembangunan pabrik semen. Sebab, pulau ini terus terancam degradasi lingkungan akibat pembangunan. Masalahnya, penduduk Indonesia mayoritas berada di Jawa dan pasokan pangan pun terbesar berasal dari Jawa. Bila lingkungan tidak terselamatkan, tentunya akan sulit bagi Indonesia untuk bisa swasembada pangan.

Bagi saya, apa yang terjadi di Kendeng ini merupakan sebuah pembelajaran berharga bagi kita. Pertama, pembangunan tidak sepatutnya hanya berorientasi pada statistik di tataran makro saja. Masyarakat kecil di daerah yang selama ini tidak terlalu didengarkan suaranya dalam proyek pembangunan, perlu dilibatkan dalam mencari jalan tengah bersama. Masyarakat harus diajak berpartisipasi dalam merencanakan pembangunan agar tidak mengorbankan hidup mereka.

Kedua, pemerintah perlu lebih bijak dalam memberikan solusi. Masyarakat yang terkena dampak ini kebanyakan adalah petani. Ketika pabrik terbangun, pertanian menjadi terganggu. Solusi yang menjawab permasalahan mereka pun bukanlah pembangunan jalan raya. Mereka lebih membutuhkan lahan untuk bertani dan ketersediaan air secara berkelanjutan. Sekalipun pihak pabrik juga menjanjikan pembangunan bendungan, itu tidak sepenuhnya menjawab permasalahan bila sumber mata air alami telah terganggu.

Ketiga, hukum yang selama ini dijargonkan menjadi panglima di negeri ini, terlihat tak berdaya menghadapi kekuatan modal dan kekuasaan. Sekalipun secara hukum telah salah, apabila kekuasaan telah bersama dengan kekuatan modal, pelanggarannya pun akan sulit untuk ditindak. Maka dari itu, perlu adanya kesadaran dari para pemilik modal untuk tak mengejar keuntungan korporasi semata. Di balik keuntungan mereka yang begitu besar, bila terdapat derai air mata warga yang merasa dizhalimi, hanya akan indah di angka, namun menzhalimi masyarakat.

Keempat, kita perlu sadar bahwa harus ada kesadaran untuk menyelesaikan masalah secara komprehensif. Masalah utama di kasus ini setidaknya ada tiga, yakni pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian lingkungan. Bila ketiganya ingin beriring sejalan, tentu ada yang harus rela dikorbankan demi sesuatu yang lebih penting. Tetapi perlu diingat, pengorbanan ini harus berdasarkan pada kerelaan, bukan paksaan modal dan kekuasaan. Solusi dari para ahli pun ditunggu agar mereka tak hanya mampu berada pada tataran teoretis, namun juga pada tataran praktis yang langsung menghadap pada kepentingan hajat hidup rakyat.

Terakhir, hal ini pun menyadarkan kita bahwa kita harus menyelaraskan banyak hal. Antara ekonomi dan lingkunan, pembangunan dan ketahanan pangan, kekuasaan dan keadilan, hukum dan kebijakan. Kita tak bisa selamanya mengutamakan yang kuat semata, ternyata ada suara-suara yang lirih berkata, bahwa mereka pun manusia Indonesia. Tak bisa pula kita melihat keindahan permukaan saja, perlu pula kita menyelami para penyokong permukaan itu yang jumlahnya begitu banyak namun tak dimunculkan. Inilah pentingnya kita memahami makna keadilan dan kebijaksanaan.

Semoga, kepergian ibu Patmi untuk selamanya ini mampu menggugah kita. Bahwa kita tak bisa menginginkan sesuatu secara serakah. Keserakahan kita pada satu hal akan merugikan orang lain dan bahkan alam. Kita pun perlu terus berjuang. Permasalahan antara pembangunan, lingkungan, dan kesejahteraan bukan pada kasus ini saja. Reklamasi di Jakarta dan Bali, menjadi dua kasus yang sama-sama mendilemakan tiga faktor tersebut.

Selamat jalan Ibu Patmi, semoga perjuanganmu tetap dilanjutkan oleh para penerus. Mari kita berjuang bagi kebaikan bersama.

Sumber: https://www.tweet247.net
Sumber: https://www.tweet247.net
Bacaan lebih lanjut:

https://news.detik.com/berita/d-3452359/patmi-petani-kendeng-peserta-aksi-semen-kaki-meninggal-dunia

http://nasional.kompas.com/read/2014/05/21/0754454/.Nawa.Cita.9.Agenda.Prioritas.Jokowi-JK

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39321180

http://www.aessweb.com/pdf-files/741-761.pdf

https://tirto.id/amorfati-petani-kendeng-ck7d

http://omahkendeng.org/

http://www.rappler.com/indonesia/141936-pro-dan-kontra-pabrik-semen-di-pegunungan-kendeng

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun