Mohon tunggu...
Farhan Abdul Majiid
Farhan Abdul Majiid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia | Alumnus SMA Pesantren Unggul Al Bayan | Penikmat Isu Ekonomi Politik Internasional, Lingkungan Hidup, dan Kajian Islam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Trump, Clinton, dan Islam

27 September 2016   11:58 Diperbarui: 27 September 2016   12:24 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trump, Clinton, dan Islam

Menarik mengikuti perdebatan kandidat presiden Amerika Serikat pada Senin malam waktu setempat. Pada debat kandidat pertama yang diselenggarakan di Universitas Hofstra, New York ini kedua kandidat memperbincangkan banyak isu, di antaranya pajak, ekonomi, dan keamanan. Salah satu yang patut kita amati dengan cermat adalah bagaimana keduanya menanggapi isu tentang Islam.

Kedua kandidat memiliki pandangan yang berbeda pada kelompok Islam. Trump berulangkali menyatakan akan melarang orang yang beragama Islam untuk masuk ke Amerika, karena agamanya dianggap sebagai pemicu tindakan terorisme. Di sisi lain, Clinton berkeyakinan bahwa hanya dengan menggandeng kelompok Islam, terorisme yang datang dari kelompok Islam dapat dicegah.

Dari perbedaan pandangan atas Islam pada kedua kandidat ini, perlu kita pahami bagaimana potensi ancaman terhadap Islam dan negara-negara dengan mayoritas muslim apabila salah satu di antara mereka terpilih. Trump sudah berulang kali menyatakan dalam kampanye dan pidatonya bahwa dia akan melarang orang Islam masuk ke Amerika. Tentu, ini menjadi ancaman bagi Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Pada kondisi saat ini saja, orang-orang yang beragama Islam atau memiliki nama berbahasa Arab sering dicurigai saat memasuki negara barat. Ancaman terhadap Amerika dari kelompok Islam hanya dapat dituntaskan dengan menghilangkan Islam di Amerika, kira-kira begitulah ide utama Trump.

Di sisi lain, Clinton mengungkapkan keinginannya untuk memanfaatkan kelompok Islam untuk mencegah terorisme. Melalui kerjasama dengan kelompok Islam, baik dari dalam Amerika ataupun dari luar Amerika, diharapkan terjadi saling kesepahaman antara kedua belah pihak sehingga tidak ada rasa saling curiga. “Kita butuh berkolaborasi dengan negara Islam dan komunitas Islam di Amerika”, tegas Clinton pada perdebatan tersebut.

Islam dan Amerika memiliki sejarah hubungan pasang surut yang cukup panjang. Diskriminasi Islam di Amerika terlihat jelas pada peristiwa 9/11 yang menuduh Al Qaeda sebagai biang keladi peristiwa terorisme terbesar sepanjang sejarah itu. Setelah peristiwa tersebut, Bush Jr., Presiden Amerika saat itu memulai serangannya pada basis Al Qaeda di Timur Tengah. Kelompok Islam pun menjadi salah satu kelompok yang terdiskriminasi di Amerika, di samping golongan kulit hitam. Islam menjadi diidentikkan dengan terorisme.

ISIS

Dalam memandang masalah ISIS yang menjadi salah satu isu utama keamanan luar negeri Amerika, kedua kandidat juga berbeda pandangan. Clinton mengklaim bahwa Trump mendukung invasi atas Irak, meski ia kemudian menyanggahnya. 

Justru, Trump sering menyatakan bahwa ISIS merupakan bentukan Obama dan Clinton. Trump mengatakan “Presiden Obama dan Clinton menciptakan kondisi vakum dengan meninggalkan (tentara Amerika dari) Iraq… ketika mereka kembali ke Iraq, terjadilah bencana. ISIS terbentuk”. Hal ini tentu disanggah oleh Clinton yang menyatakan dirinya mendukung penumpasan ISIS dengan cara akan mengintensifkan serangan udara pada basis ISIS, juga bekerja sama dengan kelompok Kurdi untuk mencoba membangun kestabilan di Irak dan Suriah. Clinton juga menceritakan keberhasilannya selama menjadi Menteri Luar Negeri Amerika dalam bernegosiasi dalam masalah Timur Tengah.

Trump kemudian menawarkan strategi lain, yakni dengan mencegah penguasaan minyak dari ISIS, karena minyak menjadi sumber pemasukan utama dari ISIS. Implikasi dari kebijakan Trump ini dapat diprediksi, yakni dengan melakukan sanksi bagi negara ataupun perusahaan yang ketahuan mendapatkan minyak dari perusahaan yang dibangun oleh ISIS. Meski demikian, Trump kurang mengelaborasi lebih lanjut mekanisme yang ditawarkannya.

Sebenarnya, strategi manapun dalam menumpas ISIS dapat kita lihat masih belum menunjukkan efektivitasnya. Penumpasan ISIS melalui serangan udara seringkali menimbulkan banyak korban dari warga sipil. Tentu, apabila warga sipil terus menerus menjadi korban, dapat membangkitkan kemarahan yang dapat menjadi bom waktu di masa mendatang. Strategi Trump pun cukup sulit diimplementasikan karena mekanisme perebutan sumber minyak dari tangan ISIS tidak jelas. Justru yang dilakukan kurang lebih akan sama dengan pengalaman perebutan kilang minyak di Libya, melalui serangan militer.

Terorisme dan Kelompok Islam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun