Sulawesi merupakan pulau kesebelas terbesar didunia, dengan predikat ini menjadikan sulawesi mempunyai berbagai ragam tradisi adat dan budaya. Sulawesi dahulu dikenal dengan nama celebes, ada dua versi berbeda tentang pemberian nama cebeles tersebut.
Versi pertama pada zaman dahulu datang seorang berambut merah (bangsa eropa) di tanah sulawesi, turun dari kapal layarnya dan bertanya kepada seseorang penduduk apa nama tempat atau wilayah ini, tetapi karena si penduduk tidak tau apa arti atau maksud pertanyaan dari sang bangsa eropa dia mengartikan bahwa si orang berambut merah bertanya apa yang dia pegang, atau apa yang dia lakukan.
Kemudian si penduduk menjawab, Â ini adalah engsel besi maka dari situ si bangsawan atau bangsa eropa menamai tempat tersebut dengan nama Celebes, sedangkan versi kedua ditanah sulawesi ada seorang portugis hendak meminta izin kepada raja gowa untuk berlayar sekaligus menanyakan apa nama tempat ini, saat itu sang raja sedang menghunus dan membersihkan sele nya (badiknya), sang portugis lantas bertanya dengan bahasa portugis apa nama tempat in ?
sang raja tidak mengetahui apa maksud sang portugis, maka sang raja hanya memperkirakan arti pertanyaan itu dan sang raja memperkirakan bahwa si portugis bertanya apa nama benda yang ada di tangan sang raja, maka sang raja pun menjawab sele bassi (besi), singkat cerita si portugis akhirnya memberi nama Celebes (sele bassi).
Pulau Sulawesi jika diperhatikan sekilas dari peta kita bisa melihat lambang alfabet dengan huruf K, pulau dengan berbagai pesona alam, flora dan fauna nya ini. Belum banyak tersorot orang-orang ibukota, segelintir orang sudah banyak yang mengunjungi pulau ini dan terkesan karena tradisi dan adat budaya, salah satu tradisi suku Minahasa yaitu memiliki ritual pemakaman yang unik dan beda dari tradisi lainnya.
Suku Minahasa memosisikan jenazah duduk sambil memeluk kakinya bukan dalam posisi tidur. Tradisi pemakaman seperti ini menurut kepercayaan melambangkan keadaan suci dan membawa kebaikan. Selain harus dalam posisi duduk, arah posisi mayat harus menghadap ke arah utara. Hal ini disebabkan karena cerita turun temurun dari nenek moyang orang Minahasa.
Ini adalah salah satu fakta bahwa indonesia kaya akan tradisi dan adat yang harus dijaga dan dilestarikan, bukan itu saja, sebagai penikmat kopi, ada salah satu kopi terkenal dari pulau dengan area seluas 174.600 km persegi.
Dinas Pertanian Perkebunan dan Ketahanan Pangan (DPPKP) Kabupaten Bone Bolango tengah menyiapkan lahan seluas 25 hektar untuk pengembangan Kopi Pinogu. Kopi khas Gorontalo yang kini tengah marak dipromosikan
Kepala Bidang Perkebunan.
Lisna Hadjarati mengatakan lahan itu merupakan strategi pengembangan agro industri pertanian, untuk menunjang program industri pertanian, pihaknya akan mengupayakan dan pembangunan dua unit usaha pengolahan hasil sekaligus satu paket alat pengolahan kopi di Kecamatan Pinogu, dengan fasilitas ini kami berharap produksi Kopi Pinogu bisa semakin meningkat, ujar Lisna.
Pinogu sendiri merupakan kecamatan enclave yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Kecamatan yang luasnya melebihi Kota Gorontalo ini, dipercaya sebagai daerah Tiyombu, atau asal leluhur orang Gorontalo.
Pemda Bone Bolango menggunakan brand ini untuk menjual Kopi Pinogu, Tiyombu Lo Kopi Organik (Leluhur Kopi Organik), sementara itu salah satu penikmat kopi di Gorontalo, Djufryhard mengatakan, salah satu keunggulan Kopi Pinogu adalah karena dari jenis langka, yakni Liberica.
"Jenis ini sudah langka, umumnya yang kopi ditanam di Indonesia adalah jenis Robusta dan Arabica," katanya.
Menurutnya, kopi liberica dari Pinogu kemasan yang kini diproduksi oleh Pemerintah Bone Bolango, malah dicampur dengan Robusta, padahal jenis kopi Liberica memiliki segmen tersendiri dan seharusnya dijadikan ciri khas. Masyarakat Pinogu mengenal jenis kopi yang disebut Siberia dengan buah yang besar dan tumbuh liar. Diduga, kopi dimaksud tidak lain adalah  jenis Liberica.
Sebagaimana dikutip dari situs yang mengklaim sebagai pelopor manual coffe brewing di Indonesia disebutkan, Dalam sejarah pembudidayaan kopi di Indonesia, kopi Liberica masuk ke dalam gelombang kedua; pengganti kopi spesies Arabika yang pada masanya mengalami gagal tanam lantaran terserang karat daun.
Liberica didatangkan kaum kolonial dengan harapan mampu bertahan dari serangan karat daun dan kompeni tetap dapat memasok kebutuhan kopi dunia. Apa boleh buat, sang karat daun terlalu tangguh, Liberica pun mengibarkan bendera putih. Para kompeni tidak menyerah, didatangkanlah kopi spesies Robusta.
Hasilnya, karat daun pada kala itu menemukan lawan tangguh sehingga Robusta berhasil dibudidayakan dengan baik dan mendulang untung di Indonesia. Posisi kopi Liberica pada masa sekarang terjepit: Arabika yang rentan penyakit, tapi harganya melambung tinggi dan Robusta yang tahan penyakit dan berharga murah yang selalu mendapatkan tempat di dalam pasar.
Harga Liberica di bawah Arabika dan di atas Robusta, dari segi rasa di bawah Arabika dan dibanding dengan Robusta sebagian besar menganggap sejajar, sisanya menganggap rasa Liberica mengungguli Robusta.
Selain tradisi, adat dan kopi yang harus dilestarikan, sulawesi wajib dikunjungi. Banyak nya pesona alam yang belum banyak diketahui masyarakat ibukota.Â
Ini alasan mengapa sulawesi harus dikenalkan kepada masyarakat nusantara maupun dunia, sedangkan yang ingin mengunjungi sulawesi dan sekitar nya harus tetap menghormati dan menjaga kelestarianya jangan sampai dikotori oleh tangan tangan nakal.
Buang kembali sampah setelah mengunjungi alamnya. Demi kelestarian alam agar anak cucu bisa menikmatinya kembali, jangan sampai alam sulawesi habis karena ulah manusia sendiri demi kepentingan alat yang bernama uang.Â
Memang alam menawarkan sejuta kekayaan tapi bagaiman kita mengolah nya menjadi sumber kehidupan tanpa menggergaji atau membabat habis untuk kepenting bisnis pribadi, sekian kabar dari jauh untuk sebrang pulau yang sangat ingin di pijaki oleh sebagian manusia pencinta alam dan kopi, salam lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H