[caption id="attachment_168660" align="aligncenter" width="640" caption="Tank Leopard/Admin (KOMPAS.com/fprado.com)"][/caption]
Rencana pembelian Main Battle Tank (MBT) Leopard 2A6 untuk memperkuat TNI-AD masih menimbulkan banyak reaksi di berbagai pihak baik itu positif maupun negatif. Namun setidaknya ada satu titik cerah baru-baru ini dimana beberapa anggota Komisi I DPR yang awalnya banyak menyuarakan keberatan mereka, pada akhirnya bisa memahami dan menyetujui rencana ini. Hal ini terjadi setelah mengikuti presentasi yang diajukan oleh KSAD Jendral Pramono Edhie Wibowo dalam rapat antara Komisi I DPR dengan panglima ABRI dan kepala-kepala staf ketiga angkatan yang diadakan tanggal 24 Januari lalu. Dalam presentasi tersebut, dipaparkan dengan tuntas mengenai hal-hal yang selama ini menjadi keberatan, antara lain mengenai kekuatan jalan-jalan dan jembatan-jembatan di Indonesia - yang ternyata mampu untuk dilalui MBT seberat Leopard 2 tersebut - disamping kenyataan lapangan yang menunjukkan bahwa modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI-AD sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Tentu saja, hal yang terakhir ini adalah hal yang juga dihadapi oleh TNI-AL dan TNI-AU dan yang tengah dijalankan sekarang ini.
Tapi reaksi-reaksi negatif dari pihak-pihak lain masih tetap bermunculan yang antara lain menyangsikan kemampuan mobilitas MBT tersebut di wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan, serta adanya klaim-klaim yang menyatakan bahwa infantri atau helikopter yang dipersenjatai dengan Peluru Kendali Anti-Tank (Anti-Tank Guided Missile - ATGM) dan Roket Peluncur Granat (Rocket Propelled Grenade - RPG) sudah lebih dari cukup untuk menghancurkan setiap MBT-MBT modern seperti dalam medan perang di Chechnya dan Libanon. Terlebih lagi dengan banyaknya video-video dari Irak dan Afghanistan yang menunjukkan kerusakan luar biasa yang bisa dihasilkan oleh Alat Peledak Improvisasi (Improvised Explosive Device - IED) terhadap kendaraan-kendaraan tempur modern termasuk MBT.
Disini akan dibahas mengenai hal-hal yang masih menjadi permasalahan seperti diatas, mengungkap sejauh mana kebenaran klaim-klaim tersebut dan juga hal-hal lain yang masih berkaitan lainnya. Namun sebagai sebuah saran, khususnya bagi yang belum mengikuti tulisan sebelumnya, dianjurkan untuk membaca mengenai pembahasan ""Tank Medium", Benarkah Lebih Cocok Dibanding MBT di Indonesia?" agar memiliki gambaran yang lebih jelas sebagai dasar untuk mengikuti bahasan ini. Namun biarpun pada tulisan sebelumnya dikatakan bahwa pembahasan mengenai mitos "amblas" tidak akan dilakukan untuk menghindari repetisi karena sudah dibahas di artikel-artikel dan forum-forum lain, demi relevansi tulisan kali ini pembahasan mengenai hal itu akan diulang dan dijabarkan dengan lebih spesifik dan rinci.
******
Baiklah, kita mulai dari:
1. Tank Leopard hanya akan amblas di medan Indonesia dan terlalu berat untuk jalanan dan jembatan disini!
Kekhawatiran akan amblasnya tank yang berbobot puluhan ton tersebut bukanlah hal yang sepenuhnya bisa dibenarkan. Ini karena yang kita bicarakan adalah kendaraan tempur dengan roda rantai (tapak jejak/track) yang justru didesain dari awal untuk menghindari hal ini agar mampu menyokong bobot yang berat diatas segala kondisi tanah, mulai itu dari lahan keras batu cadas hingga lahan gembur persawahan dan pertanian. Dalam bidang-bidang non-militer pun kendaraan dengan metode penggerak seperti ini banyak digunakan baik itu traktor pertanian, kendaraan-kendaraan konstruksi seperti bulldozer hingga kendaraan pertambangan.
Alasannya sederhana: Fisika. Dengan membagi berat diatas penampang yang lebih luas, maka akan didapatkan tekanan rata-rata yang lebih rendah. Tak perlu jauh-jauh membahas tank, bayangkanlah diri anda sendiri yang bertelanjang kaki lalu turun ke sawah yang berlumpur dimana hanya dalam sekejap kaki anda akan tenggelam hingga ke betis. Tapi bila anda melemparkan sepotong papan triplek dengan ukuran yang cukup besar keatas permukaan sawah tersebut agar anda bisa berdiri diatasnya, maka anda tidak akan terbenam. Ini karena berat anda disebarkan oleh permukaan papan triplek yang menyentuh permukaan sawah dan tidak langsung bertumpu pada kedua kaki sebagaimana yang akan terjadi pada contoh sebelumnya.
Hal yang sama berlaku untuk kendaraan-kendaraan berat yang menggunakan roda rantai. Luas permukaan tapak jejak yang menyentuh tanah dari sebuah kendaraan beroda rantai lebih luas dibanding bila kendaraan tersebut menggunakan roda ban biasa. Dengan kata lain, penggunaan roda rantai akan membuat kendaraan tersebut mampu bergerak bebas diatas kondisi lahan yang tidak akan mampu dilalui oleh kendaraan beroda ban.
Inilah yang dikenal dengan sebutan "Ground Pressure" atau tekanan permukaan dimana benda yang memiliki tekanan permukaan yang lebih kecil tidak akan amblas diatas permukaan tanah yang sama dibanding benda yang memiliki tekanan permukaan yang lebih besar.
Perhitungan yang disederhanakan berikut ini bisa memberikan ilustrasi yang lebih jelas, dengan membandingkan MBT Leopard 2A6 yang berbobot 62.300 kg dengan salah satu mobil keluarga yang populer di Indonesia (Toyota Kijang) yang berbobot 1.650 kg. Spesifikasi keduanya adalah sebagai berikut: