***
III. Kategori Tank Modern.
III.a Tank Ringan/Intai dan Main Battle Tank.
Dalam dasawarsa 1950 dan 1960-an, konsep pembagian tank secara "klasik" seperti dijelaskan diatas mulai ditinggalkan seiring kelahiran konsep "Main Battle Tank (MBT)" atau bila di-Indonesiakan menjadi "Tank Tempur Utama". Konsep ini mengadopsi kemampuan mobilitas dan proteksi tank medium era PDII, digabungkan dengan meriam dengan kaliber besar yang dipakai di tank-tank berat masa itu. Konsep "tank ringan" di masa PDII tetap dipakai namun berubah fungsi menjadi kendaraan intai taktis. Tank ringan di masa sekarang sebenarnya tidak ditujukan sebagai kekuatan serang/pemukul dan bukan untuk menghadapi tank lawan karena perlindungan lapis bajanya yang tergolong ringan yang tak akan mampu bertahan terhadap gempuran senjata anti-tank atau meriam kaliber besar. Oleh karena itu untuk fungsi yang terakhir inilah konsep MBT diciptakan.
Dengan kata lain, dari beberapa kategori tank di era PDII, hanya tank ringan dan tank mediumlah yang berevolusi menjadi tank intai dan tank tempur utama (MBT) di masa sekarang. Jadi, opini-opini yang mengatakan bahwa TNI lebih baik diperlengkapi dengan "tank medium" bila diterjemahkan ke dalam kategori tank modern adalah sama halnya dengan Main Battle Tank, yang juga merupakan apa yang tengah diupayakan oleh jajaran panglima-panglima TNI.
Namun kemudian yang dipermasalahkan adalah berat MBT yang dinilai terlalu tinggi untuk medan disini dengan tidak mengacuhkan contoh-contoh seperti di negara-negara ASEAN lainnya. Seperti tank Leopard 2A4 yang digunakan oleh angkatan darat Singapura, PT-91 yang digunakan di Malaysia, M60A3 di Thailand, dan T-72 serta T-62 yang dipakai di Vietnam serta Myanmar. Bahkan Kamboja pun memiliki divisi lapis baja yang diperkuat dengan tank tempur utama T-55 buatan Uni Soviet. Menurut hemat mereka, hanya tank-tank dengan bobot sekitar 20 hingga 30an ton-lah yang layak dipakai disini, yang sekali lagi menunjukkan betapa opini tersebut seolah-olah mengindikasikan bahwa merekalah yang paling tahu mengenai kondisi medan dan taktik penggelaran tank dibandingkan TNI yang akan langsung menggunakannya sendiri.
III.b "Tank Medium" menurut para "pakar"
Tapi untuk berusaha melihat dengan lebih berimbang, mari kita lihat seperti apa sebagian contoh-contoh tank tempur dengan bobot maksimum hingga sekitar 30 ton, seperti yang diindikasikan oleh para "pakar" sebagai yang paling cocok untuk di Indonesia:
1. AMX-30
2. T-54/55
Inilah salah satu tank tempur utama generasi pertama yang dirancang di Uni Soviet di tahun 1945. Mulai berdinas aktif di tahun 1950, tank berbobot 36 ton ini masih digunakan di beberapa negara. Selain itu, tank ini juga diproduksi di RRC dengan sebutan Type-59 dengan hasil yang mengecewakan sewaktu digunakan oleh tentara Irak dalam menghadapi serbuan lapis baja koalisi dalam Perang Teluk I di tahun 1991 lalu. Umur dan teknologinya yang cukup tua menempatkan tank ini satu generasi dengan tank AMX-13 yang dipakai TNI sejak tahun 1950-an atau awal 1960-an. Sama halnya dengan AMX-30 sebelumnya, teknologi yang dimiliki tank ini, tidak bisa diharapkan untuk bisa menjawab tantangan perang modern yang akan dihadapi TNI-AD ke depannya.
3. CV90120-T dan WPB Anders
Karena dikembangkan dari IFV, dan karena fungsinya yang diutamakan sebagai pendukung gerak maju infantri, maka tank ini digolongkan ke dalam "Tank Ringan" dan biarpun dipersenjatai dengan meriam sekaliber meriam MBT, tetap tidak dimaksudkan untuk berhadap-hadapan beradu tembak langsung dengan MBT-MBT lain yang lebih berat karena lapisan baja yang dimiliki CV90120-T tidak didesain untuk mampu bertahan menghadapi gempuran meriam sekaliber itu.
Selain dari beberapa contoh diatas, masih ada lagi Stingray, tank ringan berbobot 22,6 ton produksi Amerika yang hanya digunakan oleh Thailand (yang juga mengoperasikan MBT M60A3) dan TAM produksi gabungan Argentina-Jerman yang hanya digunakan oleh Argentina dengan mengambil basis dari IFV Marder buatan Jerman, disamping contoh-contoh lain yang tidak disebutkan disini.