Sesuai dengan perkembangan medan di masa itu, mobilitas yang dirasa cukup dengan dibekali daya hantam dan proteksi yang memadai menjadikan tank-tank medium sebagai andalan utama negara-negara yang bertikai, baik untuk penyerangan maupun untuk bertahan. Tank T-34 buatan Rusia seperti yang terlihat diatas, merupakan salah satu contoh yang paling banyak diproduksi hingga beberapa tahun setelah usainya PDII.
3. Tank Berat dan Tank Super Berat.
Di masa ini juga dikenal tipe tank berat yang diproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit. Tank jenis ini, dengan bobot antara 40 ton hingga 70 ton, awalnya dimaksudkan sebagai pendobrak pertahanan lawan yang dikeraskan (hardened) seperti untuk menerobos rintangan anti tank dari beton dan juga perbentengan (pillbox dan bunker). Selain itu dengan senjata utamanya berupa meriam berkaliber 88mm hingga 122mm, tank-tank jenis ini mampu melumat segala jenis tank-tank lain hingga dibutuhkan tank-tank sejenisnya untuk mampu mengimbanginya. Namun ternyata tank jenis ini ternyata lebih banyak digunakan sebagai benteng bergerak (Jerman di akhir PDII) maupun sebagai bantuan tembakan langsung berkaliber besar (Uni Soviet, juga di masa akhir PDII sewaktu menerobos garis pertahanan Jerman).
Dengan proteksi lapis baja yang paling tebal, dalam perang tank lawan tank, hanya meriam-meriam kaliber besar yang dibawa tank-tank sejenisnyalah yang bisa mengalahkannya. Tapi proteksi yang sedemikian baik harus dibayar dengan bobotnya yang menjadi semakin berat yang pada akhirnya mengurangi kemampuan mobilitasnya secara drastis. Tak jarang, tank-tank berat seperti Tiger II buatan Jerman (seperti pada gambar diatas) di masa akhir PDII mengalami kerusakan mesin dan suspensi di lapangan yang akhirnya memaksa awaknya untuk meninggalkan dan menghancurkan tank-tank mereka sendiri agar tidak ditangkap dan digunakan musuh. Hal ini bisa dipahami mengingat menjelang masa-masa akhir perang tersebut, kemampuan industri manufaktur Jerman berada di titik paling rendah karena banyak pabrik-pabrik dan laboratorium-laboratorium pengembangan mereka yang sudah dihancurkan oleh pengeboman udara sekutu yang pada akhirnya mempengaruhi kemampuan mereka untuk menghasilkan mesin dan suspensi yang cukup baik dan kuat untuk digunakan dalam tank-tank berat tersebut.
Patut disebutkan disini, bahwa tank-tank berat yang dipakai dalam masa ini juga diproduksi dan dipakai oleh negara-negara lain seperti Uni Soviet dengan KV-1/KV-2 dan IS-2, M-26 Pershing dari Amerika Serikat, dan Churchill Tank buatan Inggris.
Selain dari tank berat, ada satu kategori terakhir yang disebut sebagai tank super berat:
II.b. Tank Destroyer
Disamping semua itu, ada satu kategori lain yang dinamakan dengan "Tank Destroyer". Kendaraan lapis baja jenis ini, memiliki perlindungan lapis baja yang biasanya lebih rendah dibanding tank medium, namun dipersenjatai dengan meriam kaliber besar. Konsep tank destroyer dimaksudkan untuk menghancurkan tank-tank lawan dengan mengandalkan kecepatan gerak dan daya hantam meriam kaliber besarnya dan tidak ditujukan untuk memberi bantuan tembakan untuk mendukung gerak maju infantri.
Karena proteksinya yang lebih tipis dibandingkan tank-tank medium, maka tank destroyer tidak diharapkan untuk mampu bertempur langsung satu lawan satu dengan tank lawan. Karena itulah taktik yang digunakan biasanya berupa "ambush" dengan senantiasa bergerak dan bersembunyi yang sangat tergantung dari kondisi medan di sekitarnya.
Di masa perang dingin setelah PDII hingga pertengahan 1990-an, konsep tank destroyer tidak begitu diminati karena perannya telah diambil alih oleh tank-tank jenis MBT. Meskipun demikian, di akhir tahun 1990-an, konsep tank destroyer mulai diperkenalkan kembali dan berevolusi dalam bentuk CV90120-T buatan Swedia. Kedua hal tersebut akan dibahas dibawah ini.