Banyak yang menganggap kami oasangan yang serasi. Mereka menyebut kami seperti pasangan pangeran dan putri raja. Semenjak kecil kami sellau dipasangkan, mamaku dan tante selalu membelikan kami baju yang identik. Saat kecil aku tak bisa menolaknya karena aku tak paham apa-apa, tapi setelah tumbuh remaja dan mengenal cinta, aku mulai menolak rencana perjodohan itu secara halus.
Tapi berbeda denganku yang tidak menyukai perjodohan itu, justru Albert sangat menggilaiku. Kupikir banyak fantasi-fantasi liar di otaknya yang membuatnya selalu ingin di dekatku. Dan aku makin muak dengan semua itu. Kian ia mendekatiku, maka semakin aku menjauhinya.Â
*****
Sikapku yang menolaknya mentah-mentah itulah yang kabarnya membuat Albert menjadi down dan berubah menjadi playboy. Bahkan aku memahami tujuan sikap dan tingkah yang dibuatnya bersama cewek-ceweknya adalah agar aku cemburu. Namun usahanya tak pernah berhasil, sebab, aku tak pernah menyukainya sedikitpun.
Banyak teman-teman cewek menyebutku tidak normal. Cowok setampan Albert tak pernah bisa menggoyahkan imanku, padahal banyak cewek tergila gila kepadanya. Tudingan itu kian membuatku jengah.Â
Untuk membuktikan bahwa tudingan itu tidak benar, aku mulai menyeleksi cowok-cowok yang banyak mengirimkan sinyal cinta kepadaku. Keinginanku untuk konsentasi belajar dan jomblo sampai sukses tak kesampaian. Akhirnya di kelas satu SMA, aku menambatkan hatiku pada Sony, teman sekelas Albert. Tujuanku hanya satu, agar Albert tak menyukaiku dan memadamkan cinta terpendam di hatinya.
Rupanya upayaku tak berhasil. Sebulan hubungan percintaanku bersama Sony, kekasihku itu tiba-tiba babak belur dipukuli Albert di toilet sekolah. Aku berharap bahwa kejadian itu bukan karena aku. Namun sangat terkejut saat aku mendengar cerita dari Sony, bahwa Albert mengancamnya agar meninggalkanku.
Aku marah dan jengah. Apa urusan Albert sampai mengurusi masalah percintaanku?Kuceritakan semuanya oada mama dan tante. Mereka justru membela Albert, dan menyalahan aku yang telah menduakannya.
Aku makin jengkel, aku merasa keluargaku menjodohkanu secara sepihak. Tak ada cara lain, kulabrak Albert. Aku berpikir dengan cara itu,ia akan membenciku, lalu meminta mengakiri perjodohan takjelas itu pada orangtuanya.
Ketika aku melabraknya, dan berharap kami bertengkar hebat. Tapi ternyata hanya aku yang berteriak dan mengamuk padanya. Albert hanya diam membisu, tak bergeming sedikitpun. Tubuhnya yang tinggi dan besar justu merengkuhku dan mendekapku sangat kuat. Ia memohon dan berbisik lirih tak mau kehilanganku.
Aku makin meledak, mencoba paksa melepaskan dekapan itu. Kudorong tubuhnya hingga terjatuh ke lantai. Dengan kemarahan membuncah, aku segera berlalu meninggalkannya.(Bersambung)