Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Zionisme, Akar Rasisme Pemicu Genosida Palestina

2 Juni 2024   23:03 Diperbarui: 2 Juni 2024   23:04 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: mirror.co.uk

Salah kaprah semangat Zionisme lah yang membuat Israel melakukan genosida. Tindakan diluar batas perikemanusiaan dan melanggar hukum perang internasional. Tak ada lagi belas kasih, yang ada hanya kebencian dan gaung rasisme demi menghabisi sebuah etnis yang disebut "Palestina."

Kita sering diselimuti pertanyaan "Benarkah Hamas sebuah organisasi teroris?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita terlebih dahulu menyelidiki ke belakang tentang apa yang menjadi latar belakang tindakan dan perbuatan yang dilakukan organisasi ini.

Bila kita melakukan kilas balik ke belakang tentang sebab musabab lahirnya Hamas. ternyata dilatarbelakangi dari sikap kesewenang-wenangan Israel terhadap aset warga Palestina. Perampasan rumah, tanah, serta beragam properti, hingga berujung hilangnya nyawa warga saat melawan. Menjadi pemicu terbesar organisasi ini lahir dalam senyap.

Imperialis Israel pemicu lahirnya Hamas

Hamasi tak bisa dibendung pertumbuhannya hingga memenangkan pemilu di Jalur Gaza sebagai sebuah jawaban atas sikap imperialis Israel yang kian jauh dari keadilan saat menguasai Palestina. Hingga kemudian organisasi ini kian kuat berakar, sebab bocah-bocah Palestina menjadi saksi hidup dari perlakuan keji perampasan aset dan kebebasan kakek, ayah, atau pun tetangga-tetangganya oleh pendudukan Zionis.

Ketika kita membicarakan tentang apa yang disebut teroris, Berarti kita membicarakan sebuah perilaku fisik atau pun verbal yang meneror, merampas hak orang lain, dan keinginan menguasai wilayah negara lain. Namun bila mempelajari latar belakang serangan yang dilakukan Hamas, tampaknya hanya bertujuan untuk merebut kemerdekaan negaranya kembali dari penjajahan Israel tanpa ingin menguasai negara tersebut.

Bahkan bila dikatakan Hamas ingin menguasai wilayah Israel, tampaknya hal tersebut justru ambigu. Sebab bukankah wilayah yang dikuasai Israel sebelumnya adalah milik warga Palestina yang dirampas paksa? Sehingga tidak mengherankan bila kesewenang-wenangan negara Zionis membuat organisasi ini ingin kembali mengambil apa yang menjadi hak milik leluhurnya. 

Peristiwa 7 Oktober yang terjadi, bukanlah sebuah kejadian yang berdiri sendiri tanpa penyebab di belakangnya. Terjadinya banyak peristiwa penganiayaan dan perampasan hak terhadap warga Palestina jauh-jauh hari, bahkan bulan, bahkan puluhan tahun sebelumnya. Terpendam sekian lama bagai bom waktu, hingga kemudian meledak di tanggal tersebut.

Apabila Hamas melakukan penyerangan di 7 Oktober tanpa ada alasan jelas, misal sebelumnya Israel telah bersikap adil terhadap warga Palestina, tidak merampas paksa aset-aset, atau pun penjara Israel tidak penuh dengan anak-anak Palestina. maka Hamas barulah layak bila  disebut sebagai organisasi teroris.

Ketika Hamas disebut sebagai teroris, tentu saja ada pahlawannya, yakni Israel. Sebagai pahlawan, kita sudah disuguhkan dengan sikap dan tindakan negara zionis ini, sebelum peristiwa  7 Oktober dan sesudah 7 Oktober.

Sebelum peristiwa 7 Oktober. Telah banyak peristiwa pelanggaran HAM dan sikap kesewenang-wenangan Israel terhadap warga Palestina. Seperti peristiwa Nakba, perampasan rumah, tanah, pengusiran paksa, penembakan terhadap warga yang melawan, bahkan pemenjaraan terhadap anak-anak Palestina.

Setelah  7 Oktober. Sikap Israel makin menggila. Penggempuran Palestina dengan pesawat-pesawat tempurnya kian membabi buta. Atas nama pemburuan terhadap Hamas yang dianggap dalang teroris, namun kenyataan serangan dilakukan terhadap warga sipil tak berdaya. 

Lebih dari 36 ribu nyawa warga Palestina melayang, seakan menjadi tumbal kemarahan Israel terhadap Hamas. Ketidak berhasilan menumpas Hamas dialihkan pada warga Palestina yang tak berdaya. Bahkan mayoritas korban adalah wanita, anak-anak, bayi-bayi prematur tak berdosa, hingga orang lanjut usia.

Bukan hal sulit bagi Israel untuk menumpahkan kemarahannya, sebab negara ini memiliki alutsista yang sangat memadai. Apalagi yang diserang hanyalah warga sipil tak bersenjata, tentu saja kemenangan atas jumlah nyawa yang melayang menjadi milik Israel dan tentaranya.

Salah kaprah semangat Zionisme

Zionisme sebagai sikap kesamaan nasib setelah peristiwa Holocaust di masa silam. Ujung-ujungnya justru menimbulkan Holocaust baru di zaman modern dengan tewasnya 36 ribu warga Palestina, 

Salah kaprah semangat Zionisme lah yang membuat Israel melakukan genosida. Tindakan diluar batas perikemanusiaan dan melanggar hukum perang internasional. Tak ada lagi belas kasih, yang ada hanya kebencian dan gaung rasisme demi menghabisi sebuah etnis yang disebut "Palestina."

Sehingga tak mengherankan lagi bila kita disuguhi berita, bagaimana orang-orang Israel menghalangi, menghadang, serta menghancurkan makanan dari truk-truk bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Palestina. Atau pun tentara Israel yang mneyerang truk bantuan UNRWA, menuduhnya sebagai kepanjangan tangan Hamas. Tega membiarkan bayi-bayi prematur Palestina mati perlahan di inkubator, menganiaya dokter Palestina hingga tewas di penjara. Mengubur hidup-hidup 250 warga Palestina yang sebagian besar anak-anak hingga tewas mengenaskan dalam keadaan tangan terikat, Menyerang dan membakar tempat pengungsian di Rafah. Jelas semua menunjukkan keinginan untuk memusnahkan sebuah etnis.

Zionisme yang mengarah pada semangat rasisme tidak semuanya disetujui oleh warga Israel. Hingga tak heran bila kemudian terjadi demonstrasi besar-besaran di dalam negaranya sendiri. Bahkan demonstrasi pembelaan terhadap Palestina yang menggema di banyak kampus perguruan tinggi Amerika, sebagian besar diikuti oleh penganut Yahudi penentang Zionisme.

Ketika semnagat Zionisme tetap mengental dan berakar di hati warga Israel dan pemerintahannya, tentu saja harapan perang berakhir tak akan ada. Sebab kebencian terhadap etnis tertentu telah mendarah daging, akibatnya, pemusnahan etnis menjadi harga mati. Sehingga tidak heran bila kematian warga Israel akibat serangan Hamas di 7 Oktober  dibalas dengan nyawa 36 ribu warga Palestina. Menimbulkan pertanyaan, bila yang diburu Hamas, lalu mengapa rakyat sipil yang menjadi korban?

Israel  melalui tentaranya IDF, berdalih bahwa Hamas berbaur di antara warga sipil. Bila memang benar, lalu apakah Hamas juga berbaur dengan banyak bayi prematur yang tewas perlahan di banyak rumah sakit Palestina? Ataukah mungkin juga Hamas berbaur dengan 250 warga dan anak anak Palestina yang tewas mengenaskan akibat dikubur hidup-hidup oleh IDF?

Kini saatnya menunggu perwujudan perjanjian gencatan senjata yang dinisiasi oleh Amerika Serikat, dan tampaknya bisa diterima oleh pihak Hamas. Namun, semoga tak ada lagi niat terselubung negara adidaya dalam membuat perjanjian demi keuntungan anak emasnya, Israel. Sebab sudah jamak dilakoni negara barat dan sekutu sekutunya, bahwa "Tak ada makan siang yang gratis."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun