Hamas meniru strategi gerilya ala Indonesia?
Kini dunia memahami, ternyata Israel bisa sakit hati dan tersinggung juga ketika warganya dilukai, sehingga melakukan serangan mematikan besar-besaran. Namun dengan kejadian penyerangan Hamas tersebut, mungkinkah dapat membuat Israel berpikir tentang bagaimana luka dan sakit hatinya Palestina saat warganya, terutama perempuan dan anak-anak, dilukai dan dibunuh secara sepihak oleh Israel?
Seandainya kecerdasan empati kemudian dimiliki Israel, maka kemungkinan besar  tak akan ada lagi anak-anak Palestina yang dipenjara, atau ditembak mati karena dianggap mencuri sayuran liar di wilayah yang diklaim milik Isael. Dan tidak akan ada lagi pengusiran paksa warga Palestina dari rumah yang dimilikinya hanya karena klaim sepihak dari warga Israel.
Serangan Hamas memang sangat mengejutkan, hingga membuat keadaan psiologis mental Israel amburadul. Sebuah strategi perang  muncul tiba-tiba, tapi bukan tak mungkin telah berada dalam sebuah perencanaan panjang.Â
Tampaknya, entah apakah dunia akan menyebutnya sebagai organisasi teroris seperti yang diklaim Israel, atau apa pun itu. Yang pasti, Hamas adalah warga Palestina yang menyintai negaranya, sehingga tak rela negaranya menjadi jajahan. Keinginan kuat memerdekakan negaranya, Â mendorong Hamas memikirkan strategi perang mirip Indonesia saat melawan penjajah Belanda dahulu, yakni gerilya.
Saat ini tampaknya Israel terkena shock therapy war (kejutan terapi perang) mendadak. Akankah negara zionis ini menyadarinya, atau justru tetap seperti biasa menjadi negara pembully nomor satu yang selalu diamini seluruh dunia?
Bukan tanpa resiko langkah gerilya yang ditempuh Hamas. Sebab hal yang dilakukan  jelas akan berdampak langsung kepada kehidupan rakyat sipil, terutama perempuan dan anak-anak. Pemukiman penduduk akan menjadi sasaran empuk Israel demi alasan membalas perlakuan Hamas. Meski pun dunia tak tahu kebenaran lokasi tersebut sebagai persembunyian Hamas, atau hanya sekedar sikap paranoid israel. Yang pasti, sejak serangan oleh Hamas dilakukan, maka rakyat sipillah yang akan paling banyak menerima akibatnya.
Kini dunia tahu, ternyata Israel bisa sakit hati juga. Lalu mengapa mereka selama ini selalu merampas dan melukai hak warga Palestina? Bukankah jangan menyakiti kalau tak mau disakiti?
Namun sayang, dunia lebih tertarik utuk melakukan pembelaan terhadap Ukraina daripada Palestina,. Meskipun sebenarnya Ukraina dahulunya merupakan bagian Rusia. Dibanding Palestina yang jelas-jelas ingin memerdekakan wilayahnya yang direbut Israel. Tanpa bisa disangkal, supremasi kulit putih ternyata masih ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H