Hal ini yang kemudian menimbulkan rasa frustasi pada bawahan yang betul-betul ingin berdedikasi, akibatnya down dan tidak ingin berjuang lagi. Kesempatan inilah yang sering dicuri oleh "anak emas" demi memuluskan karirnya.
Tidak pernah menghargai pekerjaan anda
Pencapaian setinggi apapun yang anda lakukan dalam pekerjaan tak pernah dihargai sedikit pun oleh atasan. Anda telah merasa jungkir balik, mengorbankan waktu demi kemajuan karir, namun atasan seakan akan buta dan tuli.Â
Meremehkan segala hal yang anda lakukan
Atasan yang bijak akan menghargai usaha sekecil apa pun yang anda lakukan untuk pekerjaan, sebab hal tersebut adalah perjuangan. Tetapi hal tersebut tidak akan pernah dianggap oleh atasan toksik. Tak pernah ada apresiasi dan penghargaan bernilai positif, segala hal yang anda lakukan dianggap remeh dan tak ada apa-apanya
Selalu sok pintar
Bila atasan yang bijak biasanya selalu menghargai pendapat dari bawahan meski pun terkesan kecil. Namun atasan yang toksik tidak demikian, ia menganggap dirinya adalah sebagai satu-satunya  sinar kebijakan di tempat kerja. Akibatnya seluruh bawahan hanya sebagai pasukan pelengkap penderita yang harus selalu mengiakan seluruh pendapatnya.
Selalu mendikte
Atasan toksik tak pernah membiarkan bawahannya berkembang. Selalu ada usaha pembungkaman di saat mereka berusaha  menyuarakan oendapatnya. Bahkan tak jarang, pendapat bawahan tak dianggap, sehingga harus selalu tunduk patuh pada dikte atasan yang selalu maha benar.
Atasan toksik jelas tidak rela mengembangkan kepemimpinan demokratis. Ia akan selalu ngeyel dan memaksakan pendapatnya. Ketika bawahan berani membantah, maka tak ada pilihan lain selain mutasi atau dimutilasi karirnya.