Tidak berdasar insting semata
Pemilih cerdas berpikir kritis bahwa suaranya sangat berarti dan mahal. Sehingga ia tidak memilih hanya berdasar kemampuan insting. Mungkin di pemilihan sebelunya instingnya tepat sebab  sesuai harapannya, tetapi hal tersebut belum tentu berlaku untuk caleg berikutnya.
Tidak modal familiar saja
Masyarakat akar rumput terkadang sering tertipu dengan penampilan luar. Saat  mereka telah merasa cocok dengan sosok yang dilihatnya, baik di sinetron, layar kaca, dan sebagainya, Maka pilihan itulah yang kemudian terpatri dalam ingatannya. Akibatnya saat hari pencoblosan dengan mudahnya ia mnggerakkan tangannya untuk memilih sosok familiar tersebut.
Pentingnya mempelajari sosok yang dipilih, tidak hnaya sekedar lapar mata, tapi juga lapar karakter beserta latarbelakangnya.
Menyelidiki bak detektif
Pemilih cerdas benar-benar menyelidiki sosok yang dipilihnya. Sebab ia merasa suaranya teramat sangat berarti. Bak detektif, ia betul-betul mencari informasi kemana pun tentang latar belakang dari sosok yang dipilih. Bahkan mencarinya bukan hanya di dunia nyata, namun juga di dunia maya.
Tetapi karena sangat cerdasnya, terkadang membuat pemilih ini lebih memilih golput saat pilihannya tak ada yang sesuai dengan pemikirannya. Sebab ia merasa pilihan adalah sebuah konsekuensi. Bukan hanya sekedar  mempertanggungjawabkan pilihannya terhadap masa depan negara, namun juga tanggungjawab kepada Sang Maha Melihat alam raya.
Pemilih cerdas tidak hanya sekedar memilih, tetapi mereka memiliki alasan dalam melakukannya. Mereka benar-benar melek politik. Membuka mata dan kuping lebar-lebar, sehingga tidak salah pilih agar tidak menimbulkan penyesalan ke depannya.
Menuju Pileg, Pilpres dan Pilkada 2024. Jangan lupa menjadi pemilih cerdas yang melek politik!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H