Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Multiple Intelligence, Ketika Penilaian Kecerdasan Tidak Hanya Terpaku Pada Pelajaran Tertentu Saja

31 Januari 2023   12:21 Diperbarui: 31 Januari 2023   12:28 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Multiple Intelligence  yang dicetuskan Howard Gardner merupakan konsep kecerdasan majemuk  dengan metode penilaian tingkat kecerdasan  menggunakan beberapa jenis tolak ukur

Banyak orangtua sering merasa kecewa ketika peringkat anaknya di sekolah rendah ataupun menurun. Akibatnya bisa ditebak, anak menjadi sumber kemarahan dan kekesalan, bukan hanya kekerasan verbal terkadang kekerasan fisik pun dilakukan, membuat anak menjadi trauma dan ketakutan.

Di satu sisi memang orangtua tak bisa disalahkan sepenuhnya. Sebab siapa sih yang tidak ingin anaknya menjadi nomer satu? Apalagi orangtua telah merasa lelah mencari nafkah, maka dari kacamata orangtua, sudah seharusnya anak  yang tidak mencari nafkah, yang bahkan pekerjaannya hanya bermain game dan tidak melakukan apa pun di rumah, dapat membalas kelelahan orangtuanya dengan berjuang mencari peringkat tertinggi.

Namun terkadang keinginan orangtua tak sejalan dengan keinginan anak, sebab sering anak tidak dapat memenuhi keinginan orangtuanya karena berbagai penyebab. Misal seperti faktor kelelahan, kemalasan, ketidakmampuan mengejar nilai yang diharapkan karena tidak berminat dengan pelajaran yang justru dituntut oleh orangtua.

Pengalaman berpengaruh terhadap kecerdasan

Banyak orangtua beranggapan bahwa ketidakmampuan anak untuk memenuhi harapan orangtua meraih peringkat terbaik yang diinginkan, adalah karena si anak pemalas, kurang berusaha, dan bodoh. Meskipun tak sepenuhnya benar, namun orangtua tetap berusaha memaksakan label tersebut pada anak.

Ketidakminatan anak terhadap suatu pelajaran bisa disebabkan beragam faktor, diantaranya adalah karena tidak memiliki daya tarik. Umumnya terjadi disebabkan oleh guru yang pada awal memberikan materi pelajaran kurang greget, akibatnya menurunkan motivasi anak untuk mengikutinya secara terus menerus, bahkan bisa jadi tak mau lagi di kemudian hari.

Sebagaimana dikemukakan Howard Gardner, seorang tokoh pendidikan dan psikologi, dalam bukunya, Armstrong 2003, bahwa perkembangan kecerdasan ditentukan oleh paralyzing experience dan crystallizing experience. Bahwa pengalaman sangat penting dan berpengaruh terhadap kecerdasan. 

Ibarat masakan, keika disajikan oleh koki yang berpengalaman, menarik dalam penyajiannya, maka selera makan akan meningkat. Namun ketika penyajiannya tak menarik, kokinya tidak ramah. Maka selezat apa pun masakan, tidak akan menarik lagi. Bahkan bisa jadi si penonton tak berminat untuk mencoba menu berikutnya.

Demikianlah, betapa vitalnya awal sebuah penyajian dalam masakan. Begitu pula dalam dunia pendidikan, seorang guru ibarat koki, sudah selayaknya menarik saat menyajikan pelajaran. Sebab ibarat pribahasa kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda. 

Sehingga ketika guru telah menimbulkan kesan tidak menarik dalam penyajian materinya, maka di menit-menit awal sudah pasti akan menurunkan minat anak, bahkan bisa jadi untuk tatap muka selanjutnya anak berusaha menghindari dengan cara apa pun, misal pura-pura sakit, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun