Konsep Multiple Intelligence
Tetapi terkadang ketidakminatan anak terhadap suatu pelajaran tidak melulu dari faktor guru saja, namun bisa juga dari sugesti si anak sendiri. Ketika guru telah menyajikan materi dengan sangat menarik sehingga banyak diminati siswa, namun justru siswa tertentu tidak menyukainya. Hal ini bisa terjadi karena anak memang tidak memiliki minat terhadap pelajaran tesebut.
Sudah selayaknya orangtua ataupun guru menilai kecerdasan anak bukan hanya dari satu konsep, misal mata pelajaran tertentu. Sebab konsep kecerdasan anak bisa dilihat dari berbagai konsep, yang kerap disebut sebagai Multiple Intelligence.
Konsep Multiple Intelligence yang dicetuskan Howard Gardner muncul sejak 1983. Tokoh pendidikan dan psikologi ini mengemukakan, bahwa yang masuk dalam kecerdasan bukan hanya IQ (Intelligence Quotient). Meskipun IQ sangat penting dan berpengaruh terhadap kecerdasan anak, tapi semua tidak akan berkembang tanpa adanya produktivitas.
Teori inilah yang kemudian memunculkan konsep kecerdasan majemuk (multiple intelligence), yakni metode penilaian tingkat kecerdasan dengan menggunakan beberapa jenis tolak ukur, diantaranya adalah budaya dan biologi. Jadi, patokan kecerdasan anak bukan hanya berdasar pada satu hal, tetapi beberapa hal.
Oleh karena itu, baik orangtua atau pun guru tidak bisa menyalahkan anak begitu saja ketika dia tidak menyukai suatu pelajaran. Sebab bukan berarti dia tidak menyukai semua pelajaran, mungkin ada juga mata pelajaran yang disukainya. Ibarat hobi, apabila suka, maka sesulit dan setidakmenariknya bagi orang lain, namun bila diri sendiri tertarik, sudah pasti bukan halangan untuk terus menekuninya.
Kini sudah saatnya orangtua tidak menerapkan harga mati saat menilai kecerdasan anak, sebab kecerdasan tidak hanya bisa berpatokan pada satu hal saja. Ketika anak tidak memiliki kecerdasan membanggakan pada satu mata pelajaran, belum tentu dia mengecewakan pada mata pelajaran lainnya. Demikian pula saat anak gagal dalam satu bidang, belum tentu ia akan gagal pada bidang lainnya.
Hal ini juga berlaku saat ia dewasa kelak, akan ada bidang yang sukses digeluti berdasar bakat minatnya sejak dini. Sebab ketika telah masuk dalam dunia kerja, pasti setiap orang akan memasuki dunia kerja yang berbeda, yang tentunya akan berbeda satu sama lain. Ada yang berbakat jadi guru, pengacara, hakim, dan lain sebagainya. Sebab tidak mungkin dunia kerja secara global hanya didominasi oleh satu profesi saja.
Bila sudah demikian, masih layakkah orangtua memaksakan anak untuk melakukan hal tertentu demi memenuhi keinginan dan ambisinya? Sebab, ternyata kecerdasan tidak hanya berpatokan pada satu hal tertentu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H