Di masa silam bagi masyarakat kebanyakan bisa memilih apabila tidak berkeingin berlangganan TV digital, maka bisa membeli antena luar. Dan memang telah jamak terjadi sebelum adanya siaran TV digital, masyarakat bisa memilih antena, entah yang murah dibeli di pasar loak, ataupun antena parabola bagi yang memiliki keuangan lebih.
Jika dahulu memiliki televisi saja sudah dianggap luar biasa dan dianggap orang kaya. Namun seiring meningkatnya ekonomi dan kemajuan negara kita, mulailah peningkatan kebutuhan agar dapat menonton tv dengan jernih tanpa menyiksa mata.
Saat memakai siaran analog, memasang antena luar bila makin tinggi maka makin jernih penangkapan gambarnya. Namun seiring kemajuan zaman, hal tersebut justru dirasa norak karena semrawutnya pemandangan serta lalu lintas udara. Hingga hal tersebut dianggap sebagai sebuah potret kumuh dan miskin.
Dengan beralihnya TV analog ke digital maka tidak akan bermunculan lagi antena-antena luar menjulang dengan berbagai tongkat penyangga yang mengganggu pemandangan. Saat kunjungan tamu-tamu negara akan terlihat kemakmuran kehidupan rakyat negeri ini, sama persis seperti kehidupan negara-negara kaya, tak ada antena luar yang semrawut sebagai potret kemiskinan.
Ketika TV analog telah disuntik mati, maka rakyat tak memiliki pilihan lain selain beralih ke digital. Tak akan ada lagi transaksi antena luar di pasar, perusahaan penyedia antena luar harus bersiap alih dagangan jika tidak ingin gulung tikar.
Migrasi TV terselubung unsur bisnis?
Selama ini TV analog selalu identik dengan antena, dan berhubungan erat dengan rakyat kebanyakan. Sebab selain mudah didapatkan dengan hanya membeli di pasar atau di pinggir jalan, harganyapun terjangkau. Selain Murah, juga praktis, serta cukup hanya sekali beli, bisa dipakai selamanya, kecuali hilang terbang saat tertiup angin kencang. Sementara bila memakai siaran digital, maka diperlukan berlangganan ke provider atau membeli alat-alatnya.
Bayangan harus membeli STB ataupun setiap bulan mengeluarkan uang untuk berlangganan dengan membayar kepada provider dirasa wong cilik sangat memberatkan.Â
Mungkin bagi kalangan berada hal tersebut bukan hal berat, namun bagi masyarakat kalangan bawah yang dananya pas-pasan, tambahan pengeluaran uang berarti beban ekonomi di pundak bertambah lagi.
Beragam kemudahan yang ditawarkan saluran digital mebuat pemerintah kian brtekat kuat mematikan saluran analog. Namun hal tersebut tak sedikit menimbulkan pertanyaan publik. Ada apa di balik pemindahan ini, benarkah murni demi kualitas penerimaan sinyal yang jernih, atau jangan-jangan terdapat unsur bisnis yang terselip?
Bisnis dari operator sinyal