Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semangat Sumpah Pemuda, Masih Perlukah?

27 Oktober 2022   09:47 Diperbarui: 27 Oktober 2022   09:47 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi semangat Sumpah Pemuda (pic: id.berita.yahoo.com)

Cara perusakan pertama yang dilakukan adalah melalui pelumpuhan otak untuk berpikir, diarahkan untuk menjadi bangsa pemalas dan pencandu. Itulah yang menjadi alasan Belanda gencar memeperkenalkan budaya merokoknya, setelah bangsa kita mulai terbiasa dengan rokok, maka ganti candu diedarkan dan diperkenalkan. Bisa dibayangkan betapa rusak dan berantakannya moral bangsa kita, terutama bangsawan saat itu.

Bagaimana dapat  mulai berpikir waras jika otak telah dibuat tak waras. Tak terpikir lagi tentang pentingnya persatuan dan kesatuan untuk meraih kemerdekaan, yang terpikir adalah bagaimana kecanduan dapat terpuaskan.

Saat sebagian bangsa tenggelam dalam cekokan candu, maka makin tidak waraslah otak, sehingga hanya berpikir bagaimana memperoleh candu, bahkan tak peduli bila harus mengkhianati bangsa sendiri. 

Beruntung pada saat itu tak semua bangsa kita tenggelam dalam kebodohan dicekoki candu, sebab sebagian anak bangsa yang tidak terikut mencandu, mereka bangkit menuntut ilmu hingga ke luar negeri, bertambahlah pengetahuan dan maju pikirannya. Sehingga saat kembali ke Indonesia mulai terpikirlah nasib buruk bangsa sendiri yang dikangkangi penjajah.

Mengetahui kesadaran bangsa kita, Belanda tidak terima. Dengan kelicikan dan kejahatannya, Belanda tetap berhasil membuat bangsa kita terpecah belah. Bukan hanya kaum bangsawan yang diadudomba, namun kaum berpendidikanun tak luput dari politik adu domba. 

Akibatnya, meskipun mereka berpendidikan, namun terbagi dalam klan-klan berdasar kepentingan tertentu, primordialisme mengental, hingga perkumpulan pemuda hanya berdasar suku. 

Beruntung dr. Wahidin Soedirohoesodo di 1908 mencetuskan persatuan berbagai suku bangsa dari para pemuda Indonesia dengan organisasi modern Budi Utomo.

Hingga kemudian di 1928 segala  Jong berkumpul, mulai dari Jong Java, Jong Borneo, Jong Sumatranen Bond, dan berbagai Jong-jong lainnya dalam satu tekat persatuan pemuda yakni Sumpah Pemuda. Yang puncaknya pada 31 Desember 1930 ditandai dengan peleburan semua organisasi pemuda menjaid satu dalam Perkoempoelan Indonesia Moeda. (Detik News 27/10/2020)

Sejak saat itulah semua memahami betapa pentingnya sebuah persatuan, hingga mengakar kuat menjadi sebuah keyakinanan yang berhasil meruntuhkan kekuatan  penjajahan. Kesadaran serta keyakinan yang menjadi bom waktu terbesar yang mampu membebaskan bangsa ini dari cengkeram imperialisme.

Faktor penyebab mudah dijajah

Di tahun 2022 ini, tampaknya kesadaran tahun 1928 dengan Sumpah Pemuda hampir terkikis dengan penjajahan model baru. Kenikmatan sesaat yang ditawarkan imperialisme modern membuat bangsa ini, bukan hanya yang dewasa, namun juga  para pemudanya tenggelam dalam keegoisan nasib bangsa akibat hedonisme, eksklusivisme dan primordialisme berlebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun