Pasal 139 KUH Perdata menyatakan bahwa para calon suami isteri dengan perjanjian perkawinan dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik, tata tertib umum, dan sejumlah ketentuan yang berlaku.
- Tidak boleh mengurangi hak suami
Pasal 140 KUH Perdata menyebutkan, perkawinan tidak boleh mengurangi hak-hak suami, baik sebagai suami, sebagai ayah, sebagai kepala rumah tangga, dan hak-hak lain sebagaimana diatur dalam undang-undang.
- Tidak boleh mengatur warisan
Berdasar Pasal 141 KUH Perdata mneyebutkan bahwa para calon suami istri dalam perjanjian tersebut tidak boleh melepaskan hak atas warisan keturunan mereka pun tidak boleh mengatur warisan itu.
- Tidak boleh berat sebelah dalam hal utang
Pasal 142 KUH Perdata menyatakan bahwa para calon suami istri tidak boleh membuat perjanjian yang membuat salah satu pihak mempunyai kewajiban utang lebih besar daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta bersama.
- Tidak boleh menggunakan hukum "asing" sebagai dasar hukum perkawinan
Pasal 143 KUH Perdata menyebutkan bahwa para calon suami istri tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas, bahwa ikatan perkawinan akan diatur oleh undang-undang , kirab undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa adat kebiasaan, undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan daerah, yang pernah berlaku di Indonesia.
Ketika Anda telah siap berkomitmen menjalani sebuah biduk pernikahan namun masih diliputi sejuta keraguan tentang pasangan, maka tak ada salahnya melakukan perjanjian pranikah, tetapi tetap harus hati-hati dan cermat. Sebab bila tidak demikian, maka Anda dapat terjebak dalam peliknya perjanjian pranikah yang justru  menjerat Anda melayani keinginan pihak lain. Salam!
Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015
Misaelanandpartner.com